Selasa, 07 April 2020

KELUARGA SUKINAH

ARTIKEL STUDI AGAMA - AGAMA
“KELUARGA SUKINAH”

OLEH:
NI KADEK DEWIK
19.1.004

PRODI PENDIDIKAN AGAMA HINDU
STKIP AGAMA HINDU AMLAPURA
AMLAPURA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Berkeluarga adalah adalah suatu upaya untuk mewujudkan  tujuan hidup agama hindu dalam jenjang Grhasta Asrama. Di setiap perkawinan untuk membangun rumah tangga ada dua tujuan yang harus diselesaikan dalam berkeluarga yaitu mewujudkan artha dan kama yang berdasarkan Dharma. Di setiap keluarga harus benar-benar mampu mandiri mewujudkan dharma dalam kehidupan ini. Kemandirian dan profesionalisme inilah yang harus benar-benar disiapkan oleh seorang hindu untuk mencapai keluarga yang sukinah. Dalam hal ini saya akan membahas lebih jelas mengenai keluarga sukinah seta  kewajiban-kewajibannya menurut agama Hindu.

RUMUSAN MASALAH
Apa pengertian Keliarga sukinah?
Apa tujuan dari keluarga sukinah?
Apa saja kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap keluarga menurut masing-masing swadharmanya?
TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui apa itu keluarga dan apa maksud dari keluarga sukinah.
Untuk mengetahui apa saja tujuan dari keluarga sukinah.
Untuk mengetahui apa saja kewajiban setiap keluarga menurut suahdharmanya masing-masing.

BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN KELUARGA SUKINAH
Istilah “keluarga” berasal dari bahasa sansekerta, dari kata “kula” artinya Abadi  atau hamba dan “warga” artinya jalinan /ikatan pengabdian .  Keluarga artinya jalinan /ikatan pengabdian suami , istri dan anak . Jadi Keluarga adalah persatuan yang terjalin diantara seluruh anggota keluarga dalam rangka pengabdiannya kepada amanat dasar yang mesti  di emban oleh keluarga yang bersangkutan .
Sedangkan kata ”Sukinah” atau Sejahtera  berarti terpenuhi  segala kebutuhan lahir dan bathin. Bhoga ,Upabhoga , pari bhoga (Depag.RI, 1983:21) yaitu sandang,  pangan  dan papan serta jalinan kasih yang sejati .
Jadi yang dimaksud dengan keluarga sukinah/sejahtera adalah keluarga yang dibentuk hanya berlangsung sekali dalam hidup manusia, keluarga atau rumah tangga bukanlah semata-mata tempat berkumpulnya laki dan wanita sebagai pasangan suami istri dalam satu rumah, makan-minum bersama. Namun mengupayakan terbinanya keperibadian dan ketenangan lahir dan bathin, hidup rukun dan damai, tentram, bahagia dalam upaya menurunkan tunas muda yang suputra (Jaman, 195 :3).
Pengertian Keluarga sejahtera  menurut  Padangan Hindu   adalah terpenuhinya kebutuhan hidup jasmani dan rohani . hidup dalam suasana  berkecukupan .selaras , serasi dan seibang sesuai suadharma atu kewajiban masing-masing.

TUJUAN KELUARGA SUKINAH
Keluarga sukinah atau keluarga sejahtera memiliki tujuan sebagai berikut:
Membentuk keluarga yang bahagia lahir dan batin.
Menciptakan keharmonisan serta keselarasan antara hak dan kewajiban di masing-masing swadharma.
Mempersatukan kedua pribadi yang berbeda.
Mempertahanka keutuhan cinta dan kasih sayang di setiap keluarga.
Saling mengisi kekurangan satu sama lain.
Melaksanakan kewajiban-kewajiban setiap swadharma.

SWADHARMA KELUARGA
Suatu keluarga yang utuh dan sempurna  terdiri  dari suami, istri , anak . Untuk mengujudkan keluarga  sejahtera masing –masing keluarga mempunyai  kewajiban fungsional(swadharma) masing-masing.
Suadharma suami
Melindungi istri dan anak-anaknya
Menyerahkan  harta dan menugaskan istri sepenuhnya  untuk mengurus rumah tangga serta                             urusan agama bagi keluarga.
Menjalani hidup dengan  member nafkah  istri  bila karena suatu urusan  penting ia tinggalkan istrinya  keluar  daerah.
Memelihara hubungan  kesucian  dengan istri dan saling percaya memprcayai sehingga terjalin hubungan kasih sayang dan keharmonisan rumah tangga.
Berupaya agar istrinya selalu ceria dan bahagia  di tengah  keluarga guna dapat  mengujudkan  kewibawaan  keluarga.
Menggauli istrinya, mengusahkan agar  tidak timbul perceraian , dan masing-masing tidak melanggar kesucian.
Suadharma istri 
Sebagai  seorang istri ataupun wanita hendaknya  diluar berusa untuk menghindari bertindak diluar pengetahuan suami atau orang tua.
Istri /wanita harus pandai-pandai membawa diri dan pandai mengatur rumah tangga.
 Istri harus setia pada suaminya dan hendak selalu berusha tidak melanggar ketentuan-ketentuan  yang telah ditentukan untuk hidup suci.
Istri harus selalu  mengendalikan diri  dalam keadaan suci dan selalu ingat  kepada suami dan tuhan.
Istri berkewajiban melihara rumah tangga.
 Seseorang istri dapat bekerja untuk menunjang kehidupan  asal tidak bertentangan dengan kesopanan terutama bila suaminya kurang mampun member nafkah .
Wanita telah  diciptakan menjadi ibu, disamping itu ia mempunyai pula kewajiban sebagai pengurus rumah tangga dan menyelenggaran upacara keagamaan.
Suadarma Anak
Pertama adalah berguru , belajar atau menuntut ilmu  pengetahuan (brahmacari).
Seorang anak wajib menghormati  orang tuanya  dengan teguh melakukan pengendalian  diri, mengamalkan kebajikan dan menegakan  kebenaran.
Melakukan upacara Sradha bagi leluhurnya dan kegiatan keagamaan yang ditentukan di dalam weda.
Memberi pertolongan dan mendermakan hasil usahanya.
Kitab Sarasamucascaya menyatakan :
“Durbalartham balam yasya tyagartham ca parigrahah
Pakaccaivapacitartham pitarastena ptrinah”
(S.s. 228)
Artinya:
Yang dianggap anak adalah orng yang menjadi pelindung bagi orang yang memerlukan pertolongan , serta menolong kaum  kerabat yang tertimp  kesengsaranan , mensedekahkan segala hasil usahanya, memasak dan menyediakan makanan untuk orang-orang miskin anak yang demikian  itu putra sejati namanya.
“Tapascaucavata nityam dharmasatyaratena ca,
Matapitroharahah pujanam karyamanjasa”
(S.s. 239)
Artinya :
Orang yang selalu hormat  kepada ibu bapaknya  dinyatakan teguh  melalukan tapa  dan menyucikan diri, dan tetap teguh berpegang kapada  kebenaran dan kebajakan.
















BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dapat disimpulkan dari pernyataan di atas dimana keluarga sukinah ialah keluarga yang bahagia lahir batin. Dimana setiap keluarga mampu menjalankan kewajiban-kewajiban disetiap swadharmanya masing-masing tampa ada rasa keterpaksaan dan beban, semua dilakukan dengan iklas dan penuh rasa tanggung jawab. Sebagai mana setiap keluarga mampu membangun kebahagian dan kesejakteraan yang hakiki dan mampu menciptakan keselarasan dalam keluarganya.

Senin, 06 April 2020

Tri Hita Karana


NAMA : I MADE YUDA ASTANA
NPM : 191173
JURUSAN : PARODI AGAMA HINDU


KATA PENGANTAR

Puji syuhur kita haturkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena dengan izin dan kuasanyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Karena Ida Sang Hyang Widhi Wasa pula yang membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang-menderang ini dan juga karena beliau pula yang mengantarkan kita dari alam kebodohan menuju alam kecerdasan seperti alam yang kita rasakan sekarang ini.
Dalam penyusunan makalah ini banyak kendala yang kami dihadapi, kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu kritik dan saran yang sifatnya yang membangun sangat kami harapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua pada umumnya dan bagi kami pada khususnya. Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.


Amlapura,   2020


Penulis



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kata Tri Hita Karana berasal dari bahasa Sanskerta, dimana kata Tri artinya tiga, Hita artinya sejahtra atau bahagia dan Karana artinya sebab atau penyebab. Jadi Tri Hita Karana artinya tiga hubungan yang harmonis yang menyebabkan kebahagiaan bagi umat manusia. Untuk itu ketiha hal tersebut harus dijaga dan dilestarikan agar dapat mencapai hubungan yang harmonis. 
Sebagaimana dimuat dalam ajaran Agama Hindu bahwa ” kebahagiaan dan kesejahtraan ” adalah tujuan yang ingin dicapai dalam hidup manusia, baik kebahagiaan atau kesejahtraan pisik atau lahir yang disebut ” Jagadhita ” maupun kebahagiaan rohani dan batiniah yang disebut ”Moksa ”. Untuk bisa mencapai kebahagiaan yang dimaksud, kita sebagai umat manusia perlu mengusahakan hubungan yang harmonis ( saling menguntungkan) dengan ketiga hal tersebut diatas. Karena melalui hubungan yang harmonis terhadap ketiga hal tersebut diatas, akan tercipta kebahagiaan dalam hidup setiap umat manusia. Oleh sebab itu dapat dikatakan hubungan harmonis dengan ketiga hal tersebut diatas adalah suatu yang harus dijalin dalam hidup setiap umat manusia. Jika tidak, manusia akan semakin jauh dari tujuan yang dicita-citakan atau sebaliknya ia akan menemukan kesengsaraan.
Bagian-bagian Tri Hita Karana, hubungan manusia dengan Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa ), hubungan manusia dengan sesama manusia.
Istilah Tri Hita Karana pertama kali muncul pada tanggal 11 Nopember 1966 pada waktu diselenggarakan Konferensi Daerah l Badan Perjuangan Umat Hindu Bali bertempat di Perguruan Dwijendra Denpasar. Konferensi tersebut diadakan berlandaskan kesadaran umat Hindu akan dharmanya untuk berperan serta dalam pembangunan bangsa menuju masyarakat sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Kemudian istilah Tri Hita Karana ini berkembang, meluas, dan memasyarakat.
Secara leksikal Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kesejahteraan. (Tri = tiga, Hita = sejahtera, Karana = penyebab). Pada hakikatnya Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu bersumber pada keharmonisan hubungan antara:
1. Manusia dengan Tuhannya.
2. Manusia dengan alam lingkungannya.
3. Manusia dengan sesamanya.
1.2  Permasalahan
Pegertian Tri Hita Karana
 Konsp dasar tri hita karana dalam hubungan manusia dengan manusia
Manusia dengan lingkungan(alam semesta) adalah satu
Hubunga Tri Hita Karana dengan karmapala

Tujuan dan manfaat
 Tujuan
Menambah wawasan tentang Tri Hita Karana
Cara menerapkan Tri Hita Karana dalm kehidupan sehari-hari
Dapat Mengetahui sebab akibat hubungan dari Tri Hita Karana
Membangun rasa ingin tahu lebih mendalam Tri Hita Karana
Manfaat
Dapat mengapresiasi Tri Hita Karana dalam kehidupan
Dapat menjaga kelestarian Tri Hita Karana
 Dapat membangun hubungan harmoni dengan konsep Tri Hita Karana


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tri Hita Karana
Secara leksikal Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kesejahteraan. (Tri = tiga, Hita = sejahtera, Karana = penyebab). Pada hakikatnya Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu bersumber pada keharmonisan hubungan antara: Manusia dengan Tuhannya, Manusia dengan alam lingkungannya, Manusia dengan sesamanya. 
Kata Tri Hita Karana berasal dari bahasa Sanskerta, dimana kata Tri artinya tiga, Hita artinya sejahtra atau bahagia dan Karana artinya sebab atau penyebab. Jadi Tri Hita Karana artinya tiga hubungan yang harmonis yang menyebabkan kebahagiaan bagi umat manusia. Untuk itu ketiga hal tersebut harus dijaga dan dilestarikan agar dapat mencapai hubungan yang harmonis. Sebagaimana dimuat dalam ajaran Agama Hindu bahwa ”kebahagiaan dan kesejahtraan ” adalah tujuan yang ingin dicapai dalam hidup manusia, baik kebahagiaan atau kesejahteraan pisik atau lahir yang disebut ” Jagadhita ” maupun kebahagiaan rohani dan batiniah yang disebut ”Moksa ”
Untuk bisa mencapai kebahagiaan yang dimaksud, kita sebagai umat manusia perlu mengusahakan hubungan yang harmonis ( saling menguntungkan ) dengan ketiga hal tersebut diatas. Karena melalui hubungan yang harmonis terhadap ketiga hal tersebut diatas, akan tercipta kebahagiaan dalam hidup setiap umat manusia. Oleh sebab itu dapat dikatakan hubungan harmonis dengan ketiga hal tersebut diatas adalah suatu yang harus dijalin dalam hidup setiap umat manusia. Jika tidak, manusia akan semakin jauh dari tujuan yang dicita-citakan atau sebaliknya ia akan menemukan kesengsaraan.

2.2 Konsp Dasar Tri Hita Karana dalam Hubungan Manusia denga Manusia
Disinilah peran tri hita karana dalam kosepnya yaitu hubungan manusia dengan manusia. Ketika manusia satu dan yang lainnya dalam keadaan tidak menyatu atau berbeda beda seperti ada perbedaan ,dari kaya dan miskin, baik dan buruk ,dan hal-hal yang membuat kita tidak sependapat, seperti adanya Catur Warna. 
Di dalam Catur Warna seolah –olah kita umat hindu memiliki perbedaan –perbedaan yang bisa memisahkan hubungan antara sesama. Menyadari hal demikian kita mesti selalu menjalin hubungan dengan sesama manusia, hubungan yang dimaksud dalam hal ini adalah hubungan yang baik atau saling menghormati dan saling membantu, simbiosis mutualisme, sebab hanya hubungan yang demikian dapat memberi arti kepada hidup manusia. Jadi untuk dapat memetik hikmah dari kehidupan bersama tersebut seseorang mesti tetap berpegangan kepada ajaran dharma, yang pada intinya mengharapkan agar dalam kehidupan di muka bumi ini seseorang mesti selalu mengukur dari diri sendiri. 
Setiap akan melangkah, seseorang diharapkan bertanya pada dirinya sendiri, apakah yang dia lakukan tersebut jika ditujukan kepada dirinya sendiri akan menyebabkan atau memberi akibat baik atau buruk. Itulah rahasia sederhana yang diajarkan dalam menempuh hidup bersama untuk memperoleh kesuksesan. Apabila semua itu direalisasika dalamkehidupan sehari-hari, maka tentunya tidak akan ada kesulitan dalam hidup manusia untuk mewujudkan tujuannya.

2.3 Manusia dengan Lingkungan (Alam Semesta) adalah Satu ( Konsep Tri Hita Karana )
Seperti kita ketahui bersama bahwa lingkungan merupakan sumber penghidupan manusia.. Hubungan umat manusia dengan alam semesta ( lingkungan.) Dalam kontek ini umat manusia sangat erat sekali hubungannya dengan alam semesta, seperti yang kita ketahui semua kebutuhan hidup yang diperlukan oleh umat manusia bersumber dari alam semesta dan kita sama-sama merupakan ciptan Hyang Widhi Wasa ( Tuhan Yang Maha Esa ). Dalam ajaran Tatt Twam Asi dijelaskan ” kamu adalah aku ” yang artinya adalah kita semua yang ada dialam semesta ini sama-sama merupakan ciptaan-Nya.
Perlu kita sadari umat manuisa tidak bisa hidup tanpa alam semesta (lingkungan ), dalam kitab suci Weda dijelaskan segala kebuthan hidup umat manusia hampir semuanya berasal dari alam semesta. Sekali lagi,manusia tidak bisa hidup tanpa alam semesta (lingkungan ). Seperti yang kita ketahui dari hasil hutan banyak sekali tumbuh - tumbuhan, baik yang bisa kita olah menjadi makanan, obat-obatan, bahan kecantikan, atau untuk bahan bangunan, peralatan mebel dan masih banyak lagi yang lainnya.

2.4 Hubungan Tri Hita Karana dengan Karmapahala
Tri Hita Karana dengan karmapahala sangat erat kaitannya contohnya:seorang tukang kayu yang sembarangan mengambil kayu dihutan sehingga lama kelamaan hutan itu menjadi gundul pohon-pohon besar telah habis di tebang, ketika musim hujan otomatis air hujan akan langsung turun ke rumah-rumah pemukiman warga karena tidak ada lagi yang menampung kadar airyang begitu tinggi. Sehingga menyebabkan banjir dan bisa merusak aktifitas atau kegiatan- manusia itu sendiri. 
Dari contoh di atas tentu sudah sangat jelas bahwa hubungan Tri Hita Karana dan kharma phala sangat erat. Ketika manusia tidak lagi menghiraukan lingkungannya maka lingkungan pula tidak akan pernah bersahabat dengan kita. begitu pula ketika manusia dan sesamanya tidak memiliki hubungan yang harmonis maka akan terjadilah gesekan-gesekan yang menyebabkan hal-hal yang tidak kita inginkan bersama apalagi ketika manusia dan ciptaannya tidak terjadi hubungan yang harmonis tentu akan berdampak sangan buruk bagi manusia.


BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Jadi dapat disimpulkan Secara leksikal Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kesejahteraan. (Tri = tiga, Hita = sejahtera, Karana = penyebab). Pada hakikatnya Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu bersumber pada keharmonisan hubungan antara: Manusia dengan Tuhannya, Manusia dengan alam lingkungannya, Manusia dengan sesamanya
Ketika manusia tidak lagi menghiraukan lingkungannya maka lingkungan pula tidak akan pernah bersahabat dengan kita. begitu pula ketika manusia dan sesamanya tidak memiliki hubungan yang harmonis maka akan terjadilah gesekan-gesekan yang menyebabkan hal-hal yang tidak kita inginkan bersama apalagi ketika manusia dan ciptaannya tidak terjadi hubungan yang harmonis tentu akan berdampak sangan buruk bagi manusia.

3.2 SARAN
Saya berharap kepada seluruh umat hindu yang ada khususnya mahasiswa agar menjaga hubungan harmonis dengan Ida Shangyang Widhi karena dari situlah kita mampu mengimbangi kesadaran kita sebagai umat manusia sadar akan kepentingan kita ,dengan sesama dan lingkungan kita. beliau mengajarkan pada umatnya agar mengindahkan ciptaannya agar terjadi keselarasan hidup yang ingin dicapai. 

PANCA SRADHA

PANCA SRADHA
MATA KULIAH            : STUDI  AGAMA HINDU
DOSEN PENGAJAR     : I KOMANG BADRA,S.Pd. MPd.H
NAMA MAHASISWA  : I KADEK AGUS SWASTIKA
NIM                                : 19.1.139

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA HINDU
SEKOLAH TINGGI ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN AMLAPURA
2020

KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Atas Asung Kertha Wara Nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa ( Tuhan Yang Maha Esa ) saya telah dapat menyusun/menyelesaikan makalah Agama Hindu ini. Adapun tujuan judul makalah yang kami sajikan ini adalah “ Panca Sradha”. Semoga kehadiran makalah ini akan memberikan nuansa baru dalam pengajaran khususnya agama Hindu. Sudah tentu kehadiran makalah ini banyak terdapat kelemahan dan kekurangannya. Tegur sapa dan kritik yang membangun sangat saya harapkan demi sempurnanya makalah ini semoga bermanfaat bagi kita semua.
Om Santi Santi Santi Om.


Amlapura,   April 2020


        
                                                                                      Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Agama Hindu disebut pula dengan Hindu Dharma, Vaidika Dharma (Pengetahuan Kebenaran) atau Sanatana Dharma ( Kebenaran Abadi ). Untuk pertama kalinya Agama Hindu berkembang di sekitar Lembah Sungai Sindhu di India. Agama Hindu adalah agama yang diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi Wasa, yang diturunkan ke dunia melalui Dewa Brahma sebagai Dewa Pencipta kepada para Maha Resi untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia di dunia.
Di dalam ajaran Tattwa di dalamnya diajarkan tentang “ Sradha “ atau kepercayaan. Sradha dalam agama Hindu jumlahnya ada lima yang disebut“ Panca Sradha “.

Rumusan Masalah
Apa pengertian Panca Sradha?
Apa bagian-bagian Panca Sradha?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pengertian Panca Sradha
Untuk mengetahui bagian-bagian Panca Sradha

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Panca Sradha
Dalam pengertianya Panca Sradha terdiri dari dua kata yaitu Panca artinya lima dan Sradha artinya keyakinan, jadi Panca Sradha artinya lima keyakinan yang dimiliki oleh umat Hindu. Kelima keyakinan tersebut adalah percaya dengan adanya Tuhan, percaya dengan adanya Atman, percaya dengan adanya Karmaphala, percaya dengan adanya Punarbhawa dan percaya dengan adanya Moksa.
"Craddhaya satyam apnopi, cradham satye prajapatih" yang artinya dengan Sradha orang akan mencapai tuhan, Beliau menetapkan, dengan sradha menuju satya. (Yajur Weda XIX.30).

2.2 Bagian-Bagian Panca Sradha
Percaya dengan adanya Tuhan
Ini adalah hal yang paling utama, jika kamu tidak percaya Tuhan tentu kamu tidak akan bisa percaya dengan yang lain. Tuhan adalah sumber dari segala sumber kehidupan dan akhir dari segala yang tercipta. Tuhan itu dijelaskan dalam sloka yang berbunyi "Ekam eva advityam Brahman" artinya Tuhan hanya satu tidak ada yang kedua. Atau dalam sloka "Eko narayana na dwityo'sti kascit" artinya hanya ada satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya. Jadi dengan melihat dua sloka tadi maka Tuhan itu hanya ada satu dengan beberapa sifatnya yang disebut Tri Purusa.
Percaya dengan adanya Atman
Artinya bahwa setiap mahkluk hidup di dunia ini adalah ciptaan Tuhan dan bagian dari Tuhan. Atman merupakan sinar suci atau bagian terkecil dari Brahman. Setiap yang bernafas di dunia ini memiliki Atman sehingga mereka bisa hidup. Atman adalah sumber hidupnya semua mahkluk baik manusia, hewan dan tumbuhan. 
Dalam kitab suci Bhagawadgita (X.20) disebutkan, "Aham Atma gudaseka, sarwabhutasaya-sthitah, aham adis ca madhyam ca, bhutanam anta eva ca" yang artinya Oh Arjuna, aku adalah atma, menetap dalam hati setiap makhluk, aku adalah permualaan, pertengahan dan akhir daripada semua makhluk. 
Atman memiliki sifat sebagai berikut, Acchedya artinya tidak terlukai senjata, Adahya artinya tidak terbakar api, Akledya artinya tidak terkeringkan oleh angin, Acesya artinya tidak terbasahkan oleh air, Nitya  artinya abadi, Sarwagatah artinya berada dimana-mana, Sathanu artinya tidak berpindah-pindah, Acala artinya tidak bergerak, Awyakta artinya tidak dilahirkan, Achintya artinya tidak terpikirkan, Awikara artinya tidak berubah dan Sanatana artinya selalu sama.
Percaya dengan adanya Karmaphala
Artinya percaya dengan hasil perbuatan yang telab kita lakukan ataupun yang akan kita lakukan. Inilah hukum universal yang dipercaya oleh umat Hindu. Silakan baca tulisan saya dengan judul untuk penjelasan tentang Karma Phala lebih detail.
 Percaya dengan adanya Punarbhawa
Artinya kelahiran kembali atau sering juga disebut dengan Reinkarnasi atau Samsara. Punarbhawa berkaitan erat dengan Karma Phala dimana karena buah perbuatan yang harus dibayar atau dinikmati belum habis maka mereka akan terlahir kembali. Jadi hubungan antara Punarbhawa dan Karmaphala sangat erat seperti linkaran
Percaya dengan adanya Moksa
Artinya tujuan akhir dari hidup adalah mencapai Moksa artinya kebebasan yang abadi yang tidak terikat oleh Karmaphala dan ikatan duniawi sehingga terhindar dari Punarbhawa. Tingkatan Moksa ada empat yaitu: Samipya artinya suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh seseorang semasa hidupnya di dunia. 
Hal ini dapat dilakukan oleh para Yogi atau para Maha Rsi. Beliau dalam melakukan yoga semadhi dapat melepaskan unsur-unsur maya, sehingga beliau dapat mendengarkan wahyu Tuhan, dalam keadaan yang demikian itu, Atman sangat dekat dengan Tuhan atau Brahman. Sarupya artinya suatu kebebasan yang dicapai oleh seseorang di dunia ini karena kelahirannya dimana kedudukan Atman merupakan pancaran dari kemahakuasaan Tuhan. Contohnya adalah Sri Rama dan Buddha serta Sri Khrisna (dalam wujud Awatara) walaupun Atman telah mengambil suatu perwujudan tertentu namun Dia tidak terikat oleh segala sesuatu yang ada di dunia ini.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Panca Sradha terdiri dari dua kata yaitu Panca artinya lima dan Sradha artinya keyakinan, jadi Panca Sradha artinya lima keyakinan yang dimiliki oleh umat Hindu. Kelima keyakinan tersebut adalah percaya dengan adanya Tuhan, percaya dengan adanya Atman, percaya dengan adanya Karmaphala, percaya dengan adanya Punarbhawa dan percaya dengan adanya Moksa.

3.2 Saran
Mari kita wujudkan bersama-sama tentang bagaimana cara kita sebagai pelajar dan umat Hindu untuk selalu menghayati dan mengamalkan serta melaksanakan apa itu yang termuat dalam Panca Sradha. Dan saya menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran sangat saya harapkan dari teman-teman sekalian dan para pembaca lainnya demi makalah ini lebih sempurna dan bermanfaat bagi banyak orang.


















DAFTAR PUSTAKA

https://ferrycute87.blogspot.co.id/2012/09/panca-sradha.html

MAKALAH TRI KAYA PARISUDHA

MAKALAH TRI KAYA PARISUDHA

OLEH:
I Made Kertha Wijaya
NPM:191 075


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN AGAMA HINDU AMLAPURA
(PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA HINDU)
2020


BAB I
PENDAHULUAN

Latar belakang
      Pada jaman sekarang ini sudah banyak yang berkembang namun masih ada saja ajaran yang belum manusia ketahui.Ajaran yang ada dan tercipta untuk menjalankan hidup lebih baik.
 Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Tri Kaya Parisudha?
2.Apa saja bagian-bagian Tri Kaya Parisudha?
3. Apa manfaat dan makna pelaksanaan Tri  Kaya Parisudha?

  Tujuan 
         Untuk menambah wawasan terhadap tri kaya parisudha.


BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Tri Kaya Parisudha
Tri Kaya Parisudha adalah bagian dari etika susila agama Hindu. Kata Timbulnya Tri Kaya Parisudha berasal dari semboyan dharma yang berbunyi: "paropakaran punya kamu, pepaya, para piadanam" Tri Kaya Parisudha berarti tiga gerakan atau tindakan yang harus disucikan.
Kalam kehidupan ini kita kenal 4 jaman, dan sekarang berada pada jaman yang ke - 4 dimana lebih banyak keuntungan (75% kejahatan dan 25% kebaikan).
Di zaman seperti ini sangat sulit untuk menemukan orang yang berbudi pelerti luhur, oleh sebab itu kita harus selalu menanamkan agama - ajaran tentang kesejahteraan anak kita, adik kita, atau semua orang sedini mungkin. Kita tahu itu Tri Kaya Parisudha adalh tiga tindakan yang baik, maka dari ajaran Tri Kaya Parisudha ini dapat menjadi pedoman untuk kita menghubungkan makna pada akhirnya berujung pada tingkat kehidupan yang tinggi sebagai " Moksa"
Dengan adanya pikiran yang baik akantimbul perkataan yang baik sehingga mewujudkan perilaku yang baik. Tri Kaya Parisuda sebagai bagian dari ajaran etika dalam agama Hindu akan memberikan tuntunan dan jalan menuju kedamaian. Serta keharmonisan Kehidupan di dunia dan akhirat. Kaya, Wak dan Mana dalam kehidupan sehari-hari sering disebut dengan Tri Kaya, yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat diselesaikan. Kaya, Wak dan Mana harus ditentukan pada hal - hal menuju kebaikan hanya manusia yang dapat mengubah prilaku yagn tidak baik kearah yang baik. Tidaklah berlebihan jika diminta sebagai menjelma menjadi manusia dengan kelebihan Sabda, bayu, idep merupakan pahala Keberuntungan dan sekaligus merupakan suatu keutamaan bagi manusia untuk melakukan yang baik (subha karma)
Jika kita melakukan yang jahat maka hasil yang diterima juga buruk, sebaliknya jika kita melakukan yang baik maka hasilnya juga baik seperti semboyan yang mengatakn:
Ala ulah ala tinemu : tindakan buruk hasil juga buruk
Ayu pikardi ayu pinanggih : tindakan baik hailnya juga baik.

1.2 Makna Bagian - bagian Tri Kaya Parisudha
Tri Kaya Parisudha terdiri dari tiga bagian yaitu
Kayika Parisudha, yaitu tindakan atau laksana yang baik
Wacika Parisudha, yaitu perkataan yng baik
Manacika Parisudha, yaitu pikiran yang baik, pemikiran dari pikiran yang baik akan menimbulkan kesucian diri.
Bagian Tri Kaya Parisudha:
A. KAYIKA PARISUDHA
Kayika parisudha adalah perbuatan atau laksana yang baik merupakan pengamalan dari pikiran dan perkataan yang baik. Perbuatan yang baik dapat dilakukan dari keberadaan mengendalikan pada tingkah laku, mendukung terhadap HIMSA KARMAyaitu tindakan terlukai, menyiksa, atau membunuh mahluk yang tidak berdosa. Himsa Karma hanya berlaku untuk keperluan yadnya. Pedoman tata susila menuntun kita kearah menyatukan dan tidak memecah belah. Yang dituntut adalah perasaan manusia kearah keselarasan antara sesamka manusia dan mahluk hidup lainnya. Sifat - sifat manusia menyelaraskan untuk melakukan baik adalah bantuan mengaktifkan dharma, untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat.
Setiap orang dengan anggota badannya akan berprilaku dan bertindak. Dalam melakukan tindakan, jika dilakukan sesuai dengan agama maka sudah tentu tindakan yang dilakukan adalah baik dan benar. Oleh karena itu, tindakan yang baik dan benar disebut Tri Kaya Parisudha. Setiap orang yang masih hidup masih hidup, selamanya akan melakukan dan melakukan suatu perbuatan. Dengan melakukan berarti telah melakukan karma, dari tindakan karma inilah akan menentukan kehidupan seseorang. Berkarma di masa kehidupan sekarang ini berarti siap untukl Kehidupan yang akan datang. Oleh sebab itu, orang - orang yang sadar akan hal ini, akan berjuang dalam kehidupan ini. Penyebab setiap orang mengharapkan kehidupan yang lebih menyenangkan di masa - masa yang akan datang.

Sebagai contoh pelaksanaan Tri Kaya Parisudha dalam kehidupan sehari-hari yaitu:
- Tidak bisa menuyiksa atau membunuh mahluk yang lain dikeluarkan: hewan mati demi mati dipakai dalam permainan.
- Tidak melakukan pemotongan terhadap benda, termasuk benda - benda yang tidak habis untuk di curi. Seperti: udara, udara dan lain-lain yang dipaksa untuk memenuhi keinginannya.
- Tidak melakukan pemerkosaan / berzinah tekanan atau paksaan terhadap orang yang lebih lemah dan menuruti hawa nafsu, misalnya berjudi, minum - minuman keras, narkotika, dan lain sebagainya.

B. WACIKA PARISUDHA
Perkataan yang baik, manis di dengarkan oleh setiap orang. perkataan itu tercipta dari hati yang tulus, lemah lembut penyamapaiannya dan menyenangkan hati pendengarnya. Untuk dapat mengatakan yang baik dipikirkan sebelumnya. Terlanjurnya berkata - kata akan sulit ditarik kembali. Kata - kata merupakan saran komunikasi yang paling cepat diterima di pergaulan, perhubungan, pendidikan, penyuluhan, penerangan dan lain sebagainya. Pustaka Manusmrta IV. 256 yang menyetujui perkumpulan yang disetujui berikut:
“Warcyartha niyatah sarve wang mule wagwinih
Srtah, tam ta yah stenayedwacam sah sarwate
Yakrnnatah ”.
Maksudnya:
Segala sesuatu dikuasai oleh perkataan, perkataanlah
Akar dan asal sesuatu yang tidak jujur ​​dalam
Kata - kata, sungguh tidak jujur ​​dalam segalanya.
Mengeluarkan kata - kata pantai disadari sebab ada empat hal yang akan diperoleh seperti dinyatakan dalam pustaka Nitisastra dalam bentuk kekawin pada Sargah V sebagai berikut:
Wasita nimittanta menemu laksmi
Wasita nimittanta pati kepangguh
Wasita nimittanta menemu duhka
Wasita nimittanta menemu mitra
Berarti:
Oleh karena perkataan akan medapat Kebahagian
Oleh karena perkataan akan medapat kesusahan
Oleh perkataan kamu akan medapat sahabat
Perkataan yang baik untuk akawe suka wong len yaitu: Mengusahakan kesenangan untuk orang lain, karena orang lainlah yang akan mendengar dan merasakannya
Perkatan sangat perlu dipertimbangkan dan dikeluarkan sebelum dikeluarkan karena perkuatan merupakan alat yang penting bagi kita, guna berikan semua isi hati dan maksud seseorang. Dari kata - kata kita dapat pula diperoleh suatu pengetahuan, mendapatkan suatu hiduran, serta nasehat - nasehat yang sangat berguna baik bagi kita maupun orang lain. Dengan kata - kata, orang dapat membuat susah orang lain.
Sebagai contoh pelaksanaan Wacika Parisudha dalam kehidupan sehari-hari, ada empat hala yang diperlukan yaitu:
Tidak mengatakan - kata buruk yang dapat menghilangkan perasaan / perasaan misalnya: mencaci maki, menghina, mencela, mengejek, dan lain-lain
Tidak berkata kasar kepada mahluk lain, misalnya ditolak, menghina, menghardik
Tidak memfitnah misalnya tidak dilakukan atau membuat laporan palsu untuk mengadu teman meminta bercekcok.
Tidak ingkar saat berjanjian atau mengucapkan, misalnya menepati saat sesuai dengan janji yang telah diucapkan, tidak berbicara bohong.

C. MANACIKA PARISUDHA
Manacika makna perilaku yang berkaitan dengan pikiran. Manacika Parisudha adalah berpikir yang benar dan suci. Diantara Tri Kaya Parisudha ini, pikiranlah yang menentukan dan pegangan peran. Apa saja yang ada dalam pikiran akan tercetus dalam kata - kata, dan terwujud pula dalam tindakan. Pikiran adalah sumber segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang. Seseorang yang buruk merupakan pencerminan dari pikiran. Bila baik dan suci pikiran seseorang, maka sudah tentu aksi dan segala penampilan akan bersih dan baik. Jika diperhatikan benar - benar tentang segala tindakan manusia di dunia ini, semuanya berpangkal pada pikiran. Dalam Pustaka kekawin Ramayana Sarah 1,4 disambut:
“Ragadi musuh mapara, ri hati ya tong wanya
Tan madoh ring wake “…….
Berarti:
Hawa nafsu dan lain-lain adalah musuh yang dekat.
Di hati hati tidak jauh dari diri sendiri.

Kehidupan manusia dihadapkan dengan berbagai maslah dalam kesempatan pergi. Maslah - masalah yang dapat diperbaiki, jika hati atau pikiran dapat dikendalikan terhadap hawa nafsu - hawa nafsu yang mempengaruhinya.
Pikiranlah yang merupakan tindakan pangkalnya. Dari pikiran yang terkendali baik, akan menimbulkan perilaku yang baik dan dari pemikiran yang buruk akan menimbulkan perilaku yang tidak baik.
Ajaran Manacika Parisudha menuntun manusia untuk berpikir yang baik, mencoba menolong dirinya dengan mengendalikan pikirannya sebelum akan berkata - kata dan mentransformasikannya. Mereka yang kuat mengendalikan pikirannya sehingga tidak mengumbar hawa nafsunya akan lebih mudah mencapai cita-citanya. Mereka tidak banyak digoda atau diperbudak oleh hawa nafsunya. Sebaliknya sebaliknya mereka yang sulit dikendalikan akan kesulitan mencapai cita-cita - citanya alasan itu diperbudak, pikirannya terbelenggu hingga lupa apa yang dilakukan. Dalam hubungan ini ada benarnya persetujuan orang - orang tua kita yang ering berpesan
“Pikirkan baik - baik dulu sebelum akan dilakukan
Jangan sampai keburu nafsu, sebab apa yang telah lewat
Sulit akan dikejar “.
Contoh lain dapat kita ambil dari cerita Arjuna Wiwaha, dimana Arjuna berhasil melaksanakan tapanya, karena pikirannya terkendali kuat, melawan berbagai macam godaan nafsu. Rasa marah atau Krodha yang sering dapat dirasakan oleh setiap orang. Berpangkal pada pikiran dan hal itu sulit dikendalikan agar kita tidak kehilangan rasa keseimbangan dalam dirimu. Jika kita tidak kuat mengendalikan pikiran kemudian muncul yang dapat menimbulkan sakit, bingung, marah, stres, gila, tidak ingin makan dan minum, tidurlah yang menyebabkan pikirannya terganggu.
Sebagai contoh pelaksanaan Manacika Parisudha dalam kehidupan sehari-hari, ada tiga hal yang disetujui yaitu:
Tidak mengingini sesuatu yang tidak kekal.
Misalnya: - tidak ingin hal - hal yang terlarang
- tidak meras iri juga dengki pada kepunyaan (milik orang lain).
2. Tidak berpikir buruk terhadap mahluk lain
Misalnya: - Tidak memiliki niat marah terhadap sesama manusia.
- Tidak memiliki niat marah terhadap mahluk - mahluk lain
3. Tidak mengingkari Karma Phala
Contoh: - Percaya dan yakin akan ada hukum karma (hasil perbuatan) itu.

1.3 Manfaat dan makna pelaksanaan tri kaya parisudha dalam kehidupan sehari-hari.

Bila Tri Kaya Parisudha ini dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, maka manfaat dan maknanya akan dapat diterima dengan baik maupun pribadi maupun grup secara keseluruhan.

Manfaat - Manfaat yang diperoleh adalah dari:
1.Kayika Parisudha.
- Setiap orang tidak berani menyiksa, manyakiti, dan membunuh mahluk lain-lain.
- Setiap orang tidak berani memperebutkan pertarungan yang disetujui dari orang lain.
- Setiap orang tidak berani melepaskan orang lain untuk berjudi, minum - minuman keras, mengatur ganja, narkotik dan lain-lain

2.Wacika Parisudha
- Setiap orang selalu berkata-kata yang baik (tidak menyinggung perasaan)
- Setiap orang takut berkata - kata kasar, tidak menghina, membantah, dan menghardik
- Setiap orang tidak berani memfitnah, melakukan laporan palsu untuk mengadukan teman
- Setiap orang selalu satia wacana, yaitu menepati janji dan tidak berani dijemput.

3.Manacika Parisudha
- Siapa pun akan selalu berpikir untuk menerima sesuatu halal.
- Selalu berpikir baik terhadap mahluk lain yang didasari oleh semua mahluk adalah ciptaan Tuhan.
- Mempercayai dan meyakini keberadaan hukum karma adalah semua yang pasti diterima hasil.


DAFTAR PUSTAKA

https://dharmadefender.wordpress.com
https://ejournal.undiksha.ac.id
https://media.neliti.com


Minggu, 05 April 2020

WARIGA DAN DEWASA DALAM ILMU ASTRONOMI

WARIGA DAN DEWASA DALAM ILMU ASTRONOMI


NAMA KELOMPOK 
Ni Ketut Suci Widyani (17.1.003)
Ni Luh Ina Trisnawati (17.1.004)

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) AGAMA HINDU AMLAPURA
TAHUN AJARAN 2020

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wariga adalah pengetahuan yang sangat terkenal dimasyarakat. Para petani mempelajari wariga untuk mencari masa bercocok tanam. Para pedagang mepelajarinya untuk mencari hari baik untuk mulai berdagang. Membuat alat perdagangan dan berbagai bentuk keberuntungan. Para pendeta (brahmana) mempalajari wariga, untuk mennentukan saat-saat berupacara. Oleh karena itu, wariga merupakan pengetahuan yang sangat popular.
Pada susunan Wedangga (batang tubuh Weda), wariga disebut dengan jyotisha, ilmu tentang cahaya dan perbintangan (jyotir). Dengan demikian, jyotisha diletakan sebagai mata dari Weda-weda. Jika orang tidak mengetahui jyotisha, mereka tidak akan bisa pergi kemana mana sebab tidak memiliki mata. Pernyataan ini menunjukan bahwa jyotisha memengang peranan penting dalam weda-weda sama seperti di Bali.
Pada bagian dari wariga terdapat juga tenung-tenung (ramalan). Ramalan tersebut ditentukan berdasarkan wewaran, wuku, dan sasih. Ramalan-ramalan berisi tentang jodoh, rejeki, dan yang lainnya. Tenung-tenung ini dibedakan menjadi 4 jenis (Arnaya:2009:10) yaitu tenung pengalihan (mengganbungkan urip wewaran), tenung palelintangan (menggunakan lintang tertentu, misalnya lintang tangis) dan tenung campuran menggunakan campuran dari tehnik yang ada.
Secara garis besar wariga sebenarnya terdiri dari bagian. Bagian-bagian tersebut adalah:
Pawintangan (ilmu tentang perbintangan)
Sasih adalah ilu tentang musim dan peredaran gerak semu matahari mengelilingi bum I.
Wuku adalah ilmu tentang ruas-ruas kumpulan bintang tertentu yang berporos dari bumi.
Wewaran adalah ilmu tentang nama-nama hari yang mana setiap hari memiliki sepuluh nama yang diwujudkan dengan eka wara sampai dasa wara.
Dedauhan adalah ilmu tentang pembagian waktu selama satu hari.
Selain perhitungan wuku dan wewaran ada juga disebut dengan penanggal dan panggelong. Masing-masing siklusnya adalah lima belas hari. Perhitungan penanggal dimulai satu hari setelah (H+1) hari tilem (bulan mati) dan panggelong dimulai satu hari setelah (H+1) hari purnama (bulan penuh). Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada bab selanjutnya.

Rumusan Masalah
Menjelaskan pengertian wariga dan dewasa dalam ilmu astronomi?
Tujuan Penulis
Agar masyarakat mengetahui bagaimana memilih dewasa yang baik dan benar dalam melaksanakan upacara dan dalam melakukan pembangunan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian wariga dan dewasa dalam ilmu astronomi
Wariga dan dewasa adalah dua istilah yang paling umum diperhatikan oleh umat hindu khususnya di bali bila ingin mencapai kesempurnaan dan keberhasilan. Kedua ilmu itu merupakan salah satu cabang ilmu agama yang dihubungkan dengan ilmu astronomi atau Jyotisa Sastra sebagai salah satu wedangga. Walaupun kedua ilmu tersebut sebagai salah satu cabang ilmu weda, namun pendalamannya tidak banyak diketahui kecuali untuk tujuan praktis pegangan oleh para pendeta dalam memberikan petunjuk baik buruknya hari dalam hubungannya untuk melakukan usaha agar supaya berhasil dengan mengingat hari atau waktu dalam sistim sradha hindu yang dipengaruhi oleh unsur kekuatan tertentu dan planet-planet itu.
Dalam lontar yang disebut Keputusan Sunari mengatakan bahwa kata wariga berasal dari dua kata, yaitu wara yang berarti puncak/istimewa dan ga yang berarti terang. Sebagai penjelasan dikemukakan .iki uttamaning pati lawan urip, manemu marga wakasing apadadang, ike tegesing wariga. dari penjelasan ini jelas bahwa yang dimaksud dengan wariga adalah jalan untuk mendapatkan keterangan dalam usaha untuk mencapai tujuan dengan memperhatikan hidup matinya hari.
Disamping masalah itu, penentuan hari baik berdasarkan perhitungan menurut wariga disebut padewasan (dewasa). Jadi dewasa tidak lepas dari ilmu wariga dimana di dalam wariga, urip hari telah terperinci secara baku. Ini harus dipegang sebagai keyakinan kepercayaan. Dasarnya adalah percaya adan inilah agama.
Kata dewasa terdiri dari kata; de yang berarti dewa guru, wa yang berarti apadang/lapang dan sa yang berarti ayu/baik. Dengan demikian jelas bahwa dewasa adalah satu pegangan yang berhubungan dengan pemilihan hari yang tepat agar semua jalan atau perbuatan itu lapang jalannya, baik akibatnya dan tiada aral rintangan.
Masalah wariga dan dewasa mencakup pengertian pemilihan hari dan saat yang baik, ada perlu diperhatikan beberapa ketentuan yang menyangkut masalah wewaran, wuku, tanggal, sasih dan dauh dimana kedudukan masing-masing waktu itu secara relative mempunyai pengaruh didalilkan sebagai berikut:
1.      Wewaran dikalahkan oleh wuku 
2.      Wuku dikalahkan oleh tanggal panglong 
3.      Tanggal panglong dikalahkan oleh sasih 
4.      Sasih dikalahkan oleh dauh 
5.      Dauh dikalahkan oleh de Ning (keheningan hati).
Untuk dapat memahami hubungan kesemuanya itu perlu mempelajari arti wewaran dan hubungannya dengan alam ghaib.

Wuku
Disamping perhitungan hari berdawarkan wara sistim kalender yang dipergunakan dalam wariga dikenal pula perhitungan atas dasar wuku (buku) dimana satu wuku memilihi umur tujuh hari, dimulai hari minggu (raditya/redite). 
1 tahun kalender pawukon = 30 wuku, sehingga 1 tahun wuku = 30 x 7 hari = 210 hari.
Adapun nama-nama wukunya sebagai berikut;
Sita, landep, ukir, kilantir, taulu, gumbreg, wariga, warigadean, julungwangi, sungsang, dunggulan, kuningan, langkir, medangsia, pujut, Pahang, krulut, merakih, tambir, medangkungan, matal, uye, menial, prangbakat, bala, ugu, wayang, klawu, dukut dan watugunung.

Wewaran
Wewaran berasal dari kata wara yang dapat diartikan sebagai hari, seperti hari senin, selasa dll. Masa perputaran satu siklus tidak sama cara menghimpunnya. Siklus ini dikenal misalnya dalam sistim kalender hindu dengan istilah bilangan, sebagai berikut;
1.  Eka wara; luang (tunggal) 
2.  Dwi wara; menga (terbuka), pepet (tertutup). 
3.  Tri wara; pasah, beteng, kajeng. 
4.  Catur wara; sri (makmur), laba (pemberian), jaya (unggul), menala (sekitar daerah). 
5.  Panca wara; umanis (penggerak), paing (pencipta), pon (penguasa), wage (pemelihara), kliwon (pelebur). 
6.  Sad wara; tungleh (tak kekal), aryang (kurus), urukung (punah), paniron (gemuk), was (kuat), maulu (membiak). 
7.  Sapta wara; redite (minggu), soma (senin), Anggara (selasa), budha (rabu), wrihaspati (kamis), sukra (jumat), saniscara (sabtu). Jejepan; mina (ikan), Taru (kayu), sato (binatang), patra ( tumbuhan menjalar), wong (manusia), paksi (burung). 
8.  Asta wara; sri (makmur), indra (indah), guru (tuntunan), yama (adil), ludra (pelebur), brahma (pencipta), kala (nilai), uma (pemelihara). 
9.  Sanga wara; dangu (antara terang dan gelap), jangur (antara jadi dan batal), gigis (sederhana), nohan (gembira), ogan (bingung), erangan (dendam), urungan (batal), tulus (langsung/lancar), dadi (jadi). 
10.  Dasa wara; pandita (bijaksana), pati (dinamis), suka (periang), duka (jiwa seni/mudah tersinggung), sri (kewanitaan), manuh (taat/menurut), manusa (sosial), eraja (kepemimpinan), dewa (berbudi luhur), raksasa (keras)
Disamping pembagian siklus yang merupakan pembagian masa dengan nama-namanya, lebih jauh tiap wewaran dianggap memiliki nilai yang dipergunakan untuk menentuk ukuran baik buruknya suatu hari. Nilai itu disebut urip atau neptu yang bersifat tetap. Karena itu nilainya harus dihafalkan.

Tanggal dan Panglong
Selain perhitungan wuku dan wewaran ada juga disebut dengan Penanggal dan panglong. Masing masing siklusnya adalah 15 hari. Perhitungan penanggal dimulai 1 hari setelah (H+1) hari Tilem (bulan Mati) dan panglong dimulai 1 hari setelah (H+1) hari purnama (bulan penuh).

Sasih
Sasih secara harafiahnya sama diartikan dengan bulan. Sama sepertinya kalender internasional, sasih juga ada sebanyak 12 sasih selama setahun, perhitungannya menggunakan perhitungan Rasi sesuai dengan tahun surya (12 rasi = 365/366 hari) dimulai dari 21 maret. adapun pembagian sasih tersebut adalah;
Kedasa = Mesa = Maret  April.
Jiyestha = Wresaba = April  Mei.
Sadha = Mintuna = Mei  Juni.
Kasa = Rekata = Juni Juli.
Karo = Singa = Juli Agustus.
Ketiga = Kania = Agustus  September.
Kapat = Tula = September  Oktober.
Kelima = Mercika = Oktober  November.
Kenem = Danuh = November  Desember.
Kepitu = Mekara = Desember  Januari.
Kewulu = Kumba = Januari  Februari.
Kesanga = Mina = Februari  Maret.

Dauh/dedauhan
Merupakan pembagian waktu dalam satu hari. Sehingga dedauh ini berlaku 1 hari atau satu hari dan satu malam. Berdasarkan dedauhan maka pergantian hari secara Hindu adalah mulai terbitnya matahari (5.30 WIB). Inti dauh ayu adalah saringan dari pertemuan panca dawuh dengan asthadawuh, antara lain;
1. Redite = Siang; 7.00  7.54 dan 10.18  12.42, malam; 22.18  24.42 dan 3.06 - 4.00 
2.  Coma = Siang; 7.54  10.18, malam; 24.42  3.06 
3.  Anggara = Siang; 10.00  11.30 dan 13.00  15.06, malam; 19.54  22.00 dan 23.30 - 1.00 
4.  Buda = Siang; 7.54  8.30 dan 11.30  12.42, malam; 22.18  23.30 dan 2.30  3.06 
5.  Wraspati = Siang; 5.30  7.54 dan 12.42  14.30, malam; 20.30  22.18 dan 3.06  5.30 
6.  Sukra = Siang; 8.30  10.18 dan 16.00  17.30, malam; 17.30  19.00 dan 24.42  2.30 
7.  Saniscara = Siang; 11.30  12.42, malam; 22.18  23.30

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN 
Wariga dan dewasa adalah dua istilah yang paling umum diperhatikan oleh umat hindu khususnya di bali bila ingin mencapai kesempurnaan dan keberhasilan. Kedua ilmu itu merupakan salah satu cabang ilmu agama yang dihubungkan dengan ilmu astronomi atau Jyotisa Sastra sebagai salah satu wedangga. Walaupun kedua ilmu tersebut sebagai salah satu cabang ilmu weda, namun pendalamannya tidak banyak diketahui kecuali untuk tujuan praktis pegangan oleh para pendeta dalam memberikan petunjuk baik buruknya hari dalam hubungannya untuk melakukan usaha agar supaya berhasil dengan mengingat hari atau waktu dalam sistim sradha hindu yang dipengaruhi oleh unsur kekuatan tertentu dan planet-planet itu.
Masalah wariga dan dewasa mencakup pengertian pemilihan hari dan saat yang baik, ada perlu diperhatikan beberapa ketentuan yang menyangkut masalah wewaran, wuku, tanggal, sasih dan dauh dimana kedudukan masing-masing waktu itu secara relative mempunyai pengaruh didalilkan sebagai berikut:
1.      Wewaran dikalahkan oleh wuku 
2.      Wuku dikalahkan oleh tanggal panglong 
3.      Tanggal panglong dikalahkan oleh sasih 
4.      Sasih dikalahkan oleh dauh 
5.      Dauh dikalahkan oleh de Ning (keheningan hati).
Untuk dapat memahami hubungan kesemuanya itu perlu mempelajari arti wewaran dan hubungannya dengan alam ghaib.








DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/search?safe=strict&client=firefox-b-d&sxsrf= 

PEMAYUHAN OTON (KELAHIRAN)

W A R I G A
PEMAYUHAN OTON (KELAHIRAN)


Oleh :
Ni Nyoman Artini (17.1.009
I Wayan Wahyu Junihartawan (17.1.010)
Ni Nyoman Ayu Sastrawati (17.1.011)


Pendidikan Agama Hindu Semester VI
Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan dan Keguruan Agama Hindu Amlapura tahun 2020


KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatnya saya  bisa menyelesaikan makalah atau laporan  Tugas Wariga Yang berjudul  Pemayuh oton yang di rencanakan tepat pada waktu
Dalam penyusunan makalah ini, saya telah berusaha semaksimal mungkin menyusun sesuai dengan kemampuan . Namun sebagai manusia biasa, saya tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan dari segi teknik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi, walaupun demikian saya berusaha sebisa mungkin untuk menyelesaikan makalah ini meskipun tersusun sangat sederhana. Oleh karena itu , kami mengucapkan terimakasi kepada Bapak I Komang Badra S.Pd.,M.Pd., sebagai dosen mata Kuliah Wariga yang telah membina dan memberikan pola-pola pikir serta tuntunan. Beserta kepada semua pihak yang mendukung dalam menyelesaikan penyusunan laporan ini.
Saya menyadari, laporan ini jauh dari kata sempurna. Karena keterbatasan kemampuan serta sumber referensi yang diperoleh maka laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat di perlukan demi perbaikan dan kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

    
Ulakan,1 April 2020
       Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 
Kehidupan masyarakat Bali senantiasa bernuansa agama dan tradisi. Agama Hindu sebagai jiwa dan sumber nilai budaya Bali. Agama Hindu menjadi jiwa yang menghidupi dan memberikan kekuatan religius,dan memberikan nilai filosofis terhadap praktik tradisi dan budaya Bali,yang masih memegang kuat adanya Padewasaan Ayu atau Istilahnya Wariga. Umat Hindu di Bali memiliki ritual, upacara atau peringatan yang tak terhitung jumlahnya. Kalau umumnya kita mengenal peringatan Nyepi, umat Hindu di Bali. 
Pemayuhan Oton (Kelahiran) merupakan sebuah ritual keagamaan yang di input dalam Manusa Yadnya. Umat Hindu di Bali memiliki sebuah tradisi yang disebut bayuh oton. Di Buleleng istilah bayuh oton lazim disebut metubah. Bayuh adalah kata yang sejenis dengan kata dayuh yang sinonim dengan kata ayuh. Ayuh dalam artinya sejuk. Bayuh dimaksudkan menyejukkan diri manusia dari hal-hal yang bersifat keras atau panas kelahirannya. Menyejukkan juga berarti menetralisir.

1.2 Rumusan Masalah.
1. Apa yang dimaksud dengan Pemayuh oton ?
2. Bagaiamana proses pemayuh oton ?
1.3 Tujuan 
1. Untuk Mendeskripsikan tentang pengertian Pemayuh oton
2. Untuk mendeskripsikan Bagaimana cara proses pelaksanaan Pemayuh oton
1.4 Manfaat.
Manfaat penelitian ini ada 1(satu) yakni manfaat praktis. Manfaat tersebut diuraikan sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat Praktis
Secara Praktis, hasil makalah ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak sebagai berikut
1) Bagi Masyarakat 
Hasil kerja makalah ini diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan kegiatan pelaksanaan Pemayuh Oton
2) Bagi Para Peserta Didik
Peserta Didik diharapkan mampu memahami pengertian Pemayuh Oton
3) Bagi Masyarakat Non Hindu 
Hasil karya makalah ini mampu dipahami oleh Masyarakat non Hindu agar mengetahui tentang tradisi dan kebudayaan Agama Hindu yang berada di bali.


BAB II
TEORI
2.1 Teori.
Upacara Pemayuh Oton biasanya ditentukan berdasarkan hari umumnya dipakai adalah wewaran dan wawukon. Wewaran yang umum dipergunakan adalah dua yaitu Panca Wara  yang  terdiri  dari  Umanis,  Pahing,  Pon, Wage,  dan  Kliwon.  Yang  kedua  adalah  Sapta Wara, yaitu Redite, Coma, Anggara, Budha, Wras-pati, Sukra, dan Saniscara. Sedangkan Wawukon adalah Shinta, Landep, Ukir, Kulantir, Tolu, Gum-bereg, Wariga, Warigadean, Julungwangi Sung-sang, Dungulan, Kuningan, Langkir, Medangsia, Pujut, Pahang, Kelurut, Merakih, Tambir, Medan-gkungan,  Matal,  Uye,  Menahil,  Perangbakat, Bala, Ugu, Wayang, Klawu, Dukut lan Watugu-nung.Maka otonan (hari kelahiran) Hindu didasar-kan pada pertemuan dua wewaran dan pawu-kon tersebut, yaitu Pancawara, Saptawara dan Wuku. Misalnya saja seseorang lahir pada Pan-cawara Kliwon, Saptawara Saniscara dan Wuku Wayang, berarti anak tersebut punya hari kela-hiran Sanicara-Kliwon Wuku Wayang, atau dise-but Tumpek Wayang, yang mana hari tersebut akan tiba setiap enam bulan sekali (dua ratus sepuluh hari).Umumnya menurut kepercayaan masyarakat Hindu di Bali  kelahiran atau  kehidupan ses-eorang baik mengenai perangai, tingkah laku, malang-mujur nasibnya bahkan kesehatannya akan sangat dipengaruhi oleh hari seperti lint-ang, dauh, ingkel serta wewaran (Mas Putra, 2006: 35).Waktu  dilakukan mabayuh oton  memang berbeda, seperti di Pejaten Tabanan, mabayuh oton  justru  dilakukan  bila otonan anak-anak mereka jatuh bersamaan dengan bulan purna-ma. Jika hal ini terjadi dan diketahui oleh orang tuanya maka otonan pasti disiapkan lebih besar dengan menambahkan beberapa jenis sarana lainnya.
Sehingga upacara ritual itu terkesan kolektif. Kebiasaan ini menggelitik penulis untuk meneliiti aspek fungsional upacara mebayuh oton pengaruhnya  terhadap  perkembangan  kejiwa

BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pengertian
Bayuh oton adalah upacara menurut kelahiran untuk menetralisir pengaruh-pengaruh yang tidak baik yang ada pada diri manusia
Bayuh adalah kata yang sejenis dengan kata dayuh. Ayuh dalam bahasa bali artinya sejuk. Bayuh dimaksudkan menyejukkan diri manusia dari hal-hal yang bersifat keras atau panas kelahirannya. Menyejukkan juga berarti menetralisir. Sedangkan kata Ruwatan berasal dari kata ruwat yang berarti menyucikan, namun kemudian berarti menetralisir pengaruh-pengaruh jahat misalnya ruwat sudhamala. Sahadewa meruwat betari Durga dengan cara membunuhnya lalu betari Durga “Somya” kembali menjadi Uma dan dalam hal ini ruwat lebih mengacu pada peleburan. Baik ruwatan atau bayuh selalu mempergunakan jenis upakara yang di Bali disebut bebanten sedangkan di Jawa disebut sesajen. Bebanten atau sesaji disamping berfungsi sebagai hidangan kehadapan Bhatara Kala juga mempunyai arti yang sangat dalam bernilai magis. Dalam upacara bayuh atau Ruwatan selalu dilengkapi dengan “Penglukatan” yang berfungsi pembersihan secara spiritual. Dengan demikian bayuh atau ruwatan lebih mengarah pada arti penyucian atau pembersihan.
3.2. Jenis Upakara
Dari 167 jenis ruwatan yang ada di Jawa jenis upakaranya memang telah dibakukan dan harus diselesaikan oleh seorang dalang yang ahli ruwat dan harus disertai dengan penggelaran wayang dengan lakon “Bhatara Kala”. Adapun jenis upakara saji yang diperlukan antara lain : gecok, mentah mateng, lele sejodo, tumpeng pucuk mas, ingkung, opor, abon-abon, sego golong, panggang ingkung, tukon pasa pisang pulut, jenang (merah, putih, kuning, hitam, baro-baro, pliringan, kalangan), pondok tetel, tumpeng janganan, tumpeng robyong, ambeng asahan, rasukan sapengadeg, mori, cencengan pitik sejodo, gagar, mayang, jarik poleng, gadung mlati, pandan binetot, bangun tulak, sindur tumbar pecah, cara apmil gading.
Berdasarkan wuku kelahiran bagi si anak sesaji di atas perlu dilengkapi dengan beberapa jenis-jenis lagi yang berfungsi sebagai penolak bala (pengaruh yang tidak baik). Sesaji ini berbeda satu dengan yang lainnya sesuai dengan wuku kelahirannya.
Sinta : Sesaji penolak balanya meliputi sedekah nasi pulen dari beras sepitrah, pindang daging kerbau seharga 2 keteng dengan tidak menawar, selawat empat keteng, doa penolak bala.
Landep : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi tumpeng dari beras sepitrah, daging menjangan dikalak, digecok, dibakar, selawat empat keteng doa kabula.
Wukir : Penolak balanya meliputi bersedekah nasi uduk dari beras sepitrah, ayam putih diopor bulat, sayuran lima macam, selawat empat keteng, doa rajukna.
Kulantir : Penolak balanya meliputi bersedekah nasi tumpeng dari beras sepitrah, ayam lurik dipecal, selawat tujuh keteng, doa rajukna dan pina.
Tolu : Penolak balanya meliputi bersedekah nasi uduk dari beras sepitrah, opor ayam bulat, selawat tiga keteng, doa kabula.
Gumbreg : Penolak balanya meliputi bersedekah nasi pulen, pindang ayam berumbun, sayuran sembilan macam, selawat empat keteng, doa rajukara.
Wariga alit : Bersedekah nasi urab dari beras sepitrah, gecko, daging kerbau ranjapan, selawat empat keteng, doa tolak bala.
Wariga agung : Bersedekah nasi uduk dari beras, sepitrah, bebek dimasak opor, sayuran lima macam, selawat lima keteng, doa rasul.
Julungwangi : Bersedekah nasi pulen dari beras sepitrah, ayam berumbun, tindih uang 8 setengah sen, selawat kucing, doa tolak bala.
Sungsang : Bersedekah nasi megana (kebuli) dan tumpeng dari beras 2 pitrah, ayam dan bebek dimasak sekehendaknya, sayur sembilan macam dicampurkan dalam tumpeng, selawat 10 keteng, doa kabula.
Galungan : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi dari beras sepitrah, daging kambing, doa selama pina.
Kuningan : Sesaji penolak balanya meliputi nasi kuning dari beras sepitrah, goreng daging kerbau ranjapan, selawat uang baru 11 keteng, doa kabula.
Langkir : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi uduk dari beras sepitrah, daging kambing dan ikan dimasak opor, sayuran macam-macam yang lengkap selawat 5 keteng, doa selamet pina.
Mandasia : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi merah dari beras sepitrah, sayur bayam merah, pindang ayam yang berbulu merah, mong-mongan bungan setaman yang merah, selawat yang baru yang masih merah 40 keteng, doa selamat pina.
Julungpujud : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi tumpeng dari beras sepitrah, panggang ayam merah, sayuran 9 macam, selawat 30 keteng, doa bala seribu dan kunut.
Pahang : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi uduk dari beras sepitrah, opor ayam bulat yang bulunya satu warna, sayuran 11 macam, selawat 9 keteng, doa rasul.
Kuruwelut : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah sayuran macam-macam jajan pasar, bunga boreh, tindihaung sejodoh, doa tawil.
Mrakeh : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi uduk, opor ayam bulat yang bulunya semaca, ketan uli macam-macam selawat 100 keteng, doa tulak bala.
Tambir : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi pulen dari beras sepitrah, pindang dan bebek, kuah merah dan putih, timun matang 25 biji, selawat pisau raut baja dan satu jarum, doa selamat pina.
Medangkungan : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi dari sepitrah, goreng ayam bulunya biring kuning berumbun, bubur merah, selawat 5 keteng, doa umur.
Matal : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi uduk, ayam dan bebek dimasak opor dan pindang bulat-bulat, selawat 4 keteng, hajatnya menghormat Nabi Mohamad s.a.w. doa rasul.
Wuye : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah jajan pasar, seharga satak seawe (110) sen, yang dibeli lebih dahulu madu, buat selawat, doa tolak bala.
Menail : Sesaji penolak balanya meliputi nasi tanak dari beras sepitrah, ayam dan ikan, sayuran bermacam-macam, sambal goreng, selawat 8 keteng, doa tolak bala.
Prangbakat : Sesaji penolak balanya meliputibersedekah nasi tumpeng dari beras sepitrah, daging sapi dimasak manis, sayuran bermacam, selawat pacul, doa selawat pinang.
Bala : Sesaji penolak bala, bersedekah nasi tumpeng dan beras sepitrah, sayuran tujuh macam, panggang aya hitam, selawat 40 keteng, doa rajukna.
Wugu : Sesaji penolak bala, bersedekah nasi polan dari beras sepitrah ketan uli bermacam-macam jajan pasar, opor bebek sejodoh bulat-bulat, selawat 10 keteng doa selamat kabuluh.
Wayang : Sesaji penolak bala, bersedekah nasi tumpeng dari beras sepitrah, ayam dimasak apa saja. Bermacam-macam sayuran, selawat 40 keteng, doa selama umurana.
Kulawu : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi golong dari beras sepitrah, ayam dan bebek yang berbulu merah, daging burung, semua itu dimasak apa saja, selawat 5 keteng, doa kabula.
Dukut : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi tumpeng dari beras sepitrah panggang ayam berumbun putih, selawat 10 sen, doa selamat pina.
Watugunung : Sesasajian penolak balanya meliputi bersedekah nasi dari beras sapitrah, lauk-pauknya asam, dan pahit, buah-buahan, ketan uli, dodol yang lengkap, sayuran 7 macam, selawat 9 keteng, doa mubarak.
Demikianlah jenis sesaji yang diperlukan dalam upacara ruwatan di Jawa.
Upakara Bayuh Oton di Bali didasarkan atas ucap Lontar Wrespati Kalpa dan Lontar Beakala Wetoning Rare, yang didasarkan atas kelahiran Saptawara dan Pancawara.
Kutipannya adalah sebagai berikut :
Kelahiran Manusia Menurut Saptawara
Kutipan dari Wrehaspati Kalpa dan Prembon Jawa.
Minggu
Dewanya : Indra. Kalanya : Dorakala, Bhutanya : Catus pati. Kayunya : Kayu puti. Burungnya : Siyung. Wayangnya : Panji. Lintangnya : Tendas Marereng. Jenis penyakitnya : puruh, langu, gerah merapah, panes tis, lesu, ngibuk, tidak mau makan, korengan (borok), kegila-gilaan pekerjaannya. Kalau wanita bisa mati melahirkan. Minta dicarui disanggah kemulan, dengan sarana bebanten ; suci : 1 soroh, daging itik yang sudah bertelur, beras lima catu, uang 555, benang 5 tukel, telur 5 butir, pisang 5 ijas, kelapa 5 butir, semuanya menjadi 1 bakul, sesayut kesumajati 1 dulang dengan nasi putih, ayam putih sandeh sangkur mapanggang, mapecel dengan mica genten, mesesaur sekar putih, 5 katih. Airnya 5 mata air, tebasan dur manggala 1 unit, terayasita, pengambean, disertai peras 1 unit, dengan pujanya “Agnianglayang”. Panglukatan payuk 5 bungkul, ayamnya 2 sedapatnya pendetalah yang melukatnya. Perilaku anak yang lahir pada hari ini adalah : baiknya hanya dilahir saja.
Senin
Betara Wisnu. Kalanya : kala Jereng. Bhutanya : Wolu Kuma. Kayunya : Pule. Burungnya : Jangkung. Wayangnya : Togog. Mayanya : bulan. Lintangnya : Maga. Jenis penyakitnya : parang, borok, koreng, anyang-anyangan, sula, puruh, gendeng-gendengan, ayan, nyakitang awak, ibuk. Matinya kalau laki mati mimpi. Kalau istri matinya : tiwang. Patut dengan sarana beras 4 catu, kelapa 5 bungkul, telur 4 butir, benang 4 tukel, pisang 4 ijas, uang 444 menjadi 1 bakul. Penglukatan payuk 4 butir dengan air 4 mata air, sayut sita rengep 1 dulang dengan nasiireng, dengan pucak bunga teleng biru, dagingnya ayam brumbun dipanggang, mapecel mica genten, ayam dipotong-potong digoreng kuncup, lalu diperas, suci 1 unit, dengan daging itik telah pernah bertelur dipersembahkan kehadapan dewa matahari. Berikutnya prayascita, durmanggala dan melukat disanggah kemulan. Yang melakukan semestinya orang pandita. Prilaku anak : bagus segala yang dikerjakan.
Selasa
Betara Ludra. Kalanya : Durgha. Bhutanya : Banaspati raja. Mayanya : Luang. Wayangnya : Cupak. Lintangnya : Sida mulung. Sakitnya : batuk cekekehan, koreng bengkeng, beku, peceng, rumpuh, doyan bebotoh, sakit perut. Patut dicarui di kemulan. Sarananya : beras 3 catu, benang 3 tukel, kelapa 3 butir, telur 3 butir, pisang 3 ijas, uang 333 menjadi satu bakul. Dilengkapi dengan sesayut wirakusuma 1 dulang, dengan nasi merah kekuning-kuningan, dagingnya ayam bihing kuning dipanggang, lalu dipotong-potong digoreng lalu dipolakan bangun urip, dipucuki samsam landep, bunga tiga jenis, suci peras 1 unit, dipersembahkan ke surya. Disertai panglukatan dengan periuk 3 butir dan air mata air tiga jenis. Celakanya kalau tidak dicarui akan mati jatuh, kalau wanita bisa mati tenggelam dan menikam diri. Prilakunya : tidak gampang dipercaya.
Rabu
Dewanya : Bjetari Uma. Kalanya : Anggapati. Bhutanya Wulu Kumba, Wayangnya : wirun. Mayanya : Pertiwi. Kayunya : bunut. Burungnya : dara. Binatangnya : Lembu. Lintangnya : keris. Penyakitnya : badanya luka, digemari santet, koreng rasa, kematiannya dalam perangm termasuk yang laki dan perempuan. Diminta dicarui dengan sarana : beras 7 catu, telur 7 butir, kelapa 7 butir, pisang 7 ijas, benang 7 tukel, uang 777, menjadi satu bakul. Sesayut purna sukha 1 dulang, nasi kuning, masaur samsan dalina wanta. Dagingnya ayam putih kuning dipanggang, diperesi dengan tebu ratu. Sekar putih 7 kuncup Sudamala. Suci satu soroh. Prayascita satu unit, durmanggala satu unit. Daging suci itik yang telah pernah bertelur, peras, bayuan. Penglukatan dengan periuk 7 dan air 7 mata ir. Prilaku anak ini pantas segala yang dikerjakan.
Kamis
Dewanya : Bhatara Guru. Kalanya : Anggapati. Bhutanya : Wulu Singa. Tarunya : Waringin Burungnya : Merak. Wayangnya : Semar. Mayanya : Pertiwi. Lintangnya : malaning wuku. Penyakitnya : sakit perut, tuju (rematik), sakit ancak-ancuk, lesu, kalener, pincang, lumpuh, gila. Patut dicarui dengan sarana beras 8 catu, kelapa 8 butir, telur 8 butir, pisang 8 ijas, benang 8 tukel, uang 8888. Sesayut kesuma ganda wait dengan nasi dadu, ayam berumbun. Prayascita durmanggala. Harus melukat dengan air dan mata air bertempat pada periuk 8 biji, bantennya dilengkapi suci 1 soroh dengan daging itik yang telah pernah bertelur. Peras 1 unit dengan ayam panggang kalau tidak dicaruni bisa mendapat bencana. Kalau tidak ayan, mati hanyut, mati terkubur, tanah longsor. Perilaku anak yang lahir pada waktu ini suka memikir.
Jumat
Dewanya : Bhatara Sri. Kalanya : kala jerang. Bhutanya : Wuluasu. Tarunya : ancak. Burungnya : Titiran. Wayangnya : Sangut. Mayanya : Yeh. Lintangnya : Kerebutan. Penyakitnya : sakit badan, kesemutan, ancak-ancuk, polor, kepek, sakit prana, gerah merapah, ebuk, digalaki oleh binatang, ngreges. Bahayanya : disenggot oleh sapi. Patut dicarui : dengan sarana sebagai berikut : beras 6 tukel, sesayutnya : liwet raja kiru, adulang, nasinya aru candana, mapucak tuleng biru, dagingnya ayam kelawu panggang, bunga cempaka kuning 6 kuncup, dilengkapi suci 1 unit dengan daging itik yang sudah bertelur, dipersembahkan kesurya tebasan prayascita dan durmanggala, penglukatan air klebutan dengan priuk 6 biji pelaksanaannya di Kamulan.
Sabtu
Dewanya : Durgha. Kalanya : Barong. Bhutanya : Raksasa. Tarunya : kepuh. Burungnya : Celepuk. Mayanya : Biyang Lalah. Wayangnya : Delem. Lintangnya : Rohika. Penyakitnya : sering nyakitan badan, sakit perut, kalenger, rematik, kepe, parang, kongkangan, kematiannya bisa mati tiwang, kalau wanita mati ngareges. Patut dicarui dengan sarana : beras 9 catu, telur 9 butir, kelapa 9 butir, pisang 9 ijas, benang 9 tukel, uang 999. Dijadikan satu bakul. Sesayut kasumayuddha, nasi merah bercampur kuning, daging ayam biying kuning panggang, masaur mapecel mica genten, samsam bunga kwanta, peresin tebu ireng. Kwangen, sampiannya andong, bunga sembilan kuncup, dipersembahkan di surya suci satu soroh daging bebek yang bertelur, pesertanya banten peras, bayuan prayascita, durmanggala. Malukat periuknya 9 biji air 9 jenis kelebutan. Pendeta patut melukatnya. Prilaku anak yang lahir pada hari ini : suka memuji barang bagus.
Kelahiran Anak Menurut Pancawara
( Dikutip dari Wrehaspati Kalpa)
Kliwon
Dewanya : wiku janmaya ; Bhujangga anga. Turunannya : Bhatara Guru, Uma dan Siva. Widyadharinya : Tunjung Biru. Widydharmanya : Wang Bang Sang Srigati. Prarenanya : babu kere. Bapanya : bapa krapah. Waktu kambuh penyakitnya : bisa umiri (magaang), lumaku kumareb (belajar berjalan), apalayon (bisa bermain), masa remaja, menginjak usia kawin. Penebusnya : penek agung 1, dagingnya ayam berumbun panggang, gerih getem, soring penek uang 88, buah-buahan, godoh tumpi, tebusannya anut pancawara, sedeh, segeh liwet bertempat pada pinggan. Dagingnya sawung belum bertelur, kuluman, dangdang udung, jangan pepeingasem, sambel tan tinarasem, tebus mancawara, tumpeng agung, pupuknya waringin. Prilaku pandai berbicara dan mengarang.
Umanis
Dewa: Iswara, Bhatari Saci, Bhatara Indra. Widyadharinya : Sang Kusumba. Widyadharanya : Sang Wanangajuja. Prarenanya : babunora, babuani. Bapanya : Citragota. Waktu kambuh penyakitnya : ketika bisa magaang, bisa duduk, bisa bermain, masa remaja, masa perkawinan. Tatebusannya : penek agung 1, dagingnya ayam putih dipanggang, dibawah peneknya uang 55, buah-buahan, godoh tumpi, tetebus sedah 5 dan segehan lewet bertempat pada pinggan, dagingnya babi dengan harga 55, tetebusannya putih, pupuknya teleng putih. Prilakunya : menguasai, harus dapat mengerjakan sesuatu.
Paing
Dewanya : Bhatara Yama, Bhatari Yami dan BHatara Brahma. Widyadharinya : Nilotama. Widyadharanya : Wangbang Wenaja. Prarenanya : Babunoro-babuadi. Bapanya : Citrarahmi. Masa kambuh pebnyakitnya : bisa lumangkang, bisa jongkok, bisa bercelana, bisa bekerja, masa kawin. Carunya : penek agung 1 daging ayam bihing dipanggang, balung gegending, dibawah penek uang 99, buah-buahan, godoh tumpi, tatebus sedah 9, sega liwet mewadah pinggan, dagingnya babi harga 99, sayuran : kekarahinasem, pupiknya janggitan, prilaku : sua kepada kepunyaan orang lain, suka kepada barang apa saja yang dilihat.
Pon
Dewanya : Mahadewa. Kambuh penyakitnya : masa berkedepnya kuku, lumangkang, bisa bercawat, masa kawin. Tatebusannya : penek agung, daging ayam putih kuning dipanggang, sayurnya : usus diolah, dibawah penek uang 77, buah-buahan, godoh tumpi, sega liwet bertempat pada pinggan, daging babi harga 77 diolah, tetebusan benang kuning. Prilaku : suka memperhatikan kekayaan.
Wage
Dewanya : Wisnu. Widyadharanya : tunjung biru, Widyadharanya : wang bang walpita, babunya babu gidel-babu pangguh, masa kambuh penyakitnya : ketika mas lumangkang, bisa duduk bisa jalan-jalan, bisa berpakaian, masa remaja. Banten tebusannya : tumpeng gurih atungutung ireng, daging ayam ireng dipanggang, dibawah penek uang 44, buah-buahan, godoh tumpi, sega liwet mewadah pinggan, dagingnya babi seharga 44, pupuknya : bungan jangitan, sebut kala Prayoni. Prilakunya : tetap atau keras hati.
Contoh penggunaannya. Misalnya seorang anak lahir pada Redite Umanis.
Untuk Radite Umanis Upakara yang diperlukan :
- Suci satu sirih dengan daging itik yang telah bertelur.
- Beras lima catu, uang 555 kepeng, benang 5 tukel, telur 5 butir, pisang 5 ijas, kelapa 5 butir, semua menjadi 1 bakul.
- Sesayut kusumajati, satu dulang.
- Nasi putih, ayam putih, sandeh sangkur panggang, mapecel dengan mica.
- Ginten sesaur sekar putih 5 katih
- Airnya 5 mata air
- Tebasan mata air
- Tebasan Durmanggala 1 unit.
- Prayascita.
- Pengambeyan.
- Peras 1 unit.
Banten untuk lahir hari umanis :
Banten tatebus penek agung satu dagingnya ayam putih di panggang. Dibawah penek uang 55 kepeng, buah-buahan, godoh tumpi. Tatebus sedah 5 biji, dan segehan liwet bertempat pada pinggan, dagingnya babi dengan harga 55. Tebusnya putih, pupuknya teleng putih.
Demikian juga hari-hari lain dapat dipetik dari kutipan di atas.
- Upasaksi kehadapan Ida Hyang Widhi, Sang Hyang Surya dan Bhatara Kawitan.
- Abya kala, Prayascita-Durmenggala bagi anak yang telah tanggal gigi.
- Mengaturkan banten, mohon penglukatan, mempersembahkan banten tebasan.
- Melabaan sang anak mohon labaan yang telah disediakan.
D. Bayuh Oton Bagi Yang Lahir Pada Wuku Wayang
Bagi anak yang lahir pada wuku Wayang diberkan bayuh oton yang khusus, sebab anak tersebut dianggap “salah wadi” atau yang lahir salah, sesuai dengan nama wuku. Menurut methologi Kalapurna anak ini dapat disantap oleh Bhatara Kala. Untuk menghindarinya perlu dibayuh dengan Penglukatan Sang Mpu Leger, yakni penglukatan dengan sarana “tirta” wayang. Adanya upacara bayuh oton khusus ini berdasarkan atas methologi kala purana yang ceritanya sebagai berikut :
Tersebutlah Bhatara Siva berputra dua yaitu Bhatara Kala dan Dewa Kumara. Pada suatu ketika Bhatara Kala yang bertabiat seperti raksasa bertanya kepada ayahandanya, menanyakan siapa saja yang boleh disantapnya. Siva menjelaskan bahwa yang boleh disantap adalah bila ada orang yang berjalan tepat tengah hari yang lahir pada wuku wayang. Setelah mendengar hal itu Bhatara Kala teringat bahwa adiknya, Dewa Kumara lahir pada hari Sabtu Kliwon wuku Wayang. Oleh karena itu ia ingin menyantapnya, tetapi dilarang oleh Bhatara Siva dengan alasan adiknya masih terlalu kecil. Setelah beberapa lama, datang lagi Bhatara Kala mohon adiknya agar bisa disantapnya, namun sebelumnya Siva telah menyuruh dewa Kumara lari ke bumi. Untuk menghalangi tertangkapnya Dewa Kumara, Siva dan Bhatari Uma dengan mengendarai lembu putih turun. Ia ke dunia tepat tengah hari. Kalapun dihadangnya, melihat hal ini Siva pun mau disantap namun Siva berkelit melalui teka-teki yang harus dikupas. Kalau ia berhasil boleh menyantap-Nya. Akhirnya Kala pun tak berhasil mengupas teka-teki itu dan tambahan lagi matahari telah condong ke barat. Sementara itu Dewa Kumara telah jauh larinya. Dengan sangat geramnya Bhatara Kala mengejarnya. Karena kepepet Dewa Kumara bersembunyi pada onggokan sampah. Kala menerkamnya, dan Kumara pun berlari lagi. Lalu Kala mengutuk orang yang membuang sampah sembarangan agar kena penyakit menular, sembari mengejar lagi Dewa Kumara, kemudian Ia bersembunyi pada tungku api di dapur orang. Dewa kala melihatnya. Lalu mengambil dari tungku kanan. Kumarapun keluar melalui tungku kiri. Dan Kumara terlepas dari terkamannya. Dewa Kala lagi-lagi mengutuk orang, agar siapa saja yang tidak menutup tungku bila memasak agar kebakaran. Sementara itu Dewa Kumara telah berlalu jauh, dan bertemu dengan pergelaran wayang. Dengan sedihnya Ia mohon belas kasihan Ki Dalang agar sudi menyembunyikan dirinya. Ki Dalang belas kasihan, lalu menyuruh Dewa Kumara masuk pada gender bungbung gendernya. Dewa Kumara sangat gembira mengikuti pertunjuk Ki Dalang. Sementara Dewa Kala pun tiba. Ia melihat pajangan banten. Karena ia lapar, lalu ia menyantap habis bebanten itu. Kemudian setelah kenyang lalu ia bertanya kepada Ki Dalang. Di mana Dewa Kumara itu berada. Dengan tenang Ki Dalang menjawab dan menjelaskan bahwa Dewa Kumara ada pada perlindungannya. Bilamana Dewa Kala dapat mengembalikan banten itu dengan utuh, Dewa Kumara akan diserahkan. Kalau tidak Dewa Kumara tidak boleh disantap. Tentu saja Dewa Kala tak bisa mengembalikan dan menyerah. Dewa Kumara lalu dipulangkan ke sorga. Ki Dalang dan Dewa Kala bercakap-cakap dan mengadakan kesepakatan. Bilamana ada orang yang lahir pada Wuku Wayang dan tidak dilukat dengan panglukatan Mpu Leger boleh disantap oleh Dewa Kala. Dewa Kala pun menjadi senang.
Jenis Upakara
Bayuh oton bagi yang lahir pada Wuku Wayang memerlukan jenis upakara yang jauh lebih besar dan harus nanggap Wayang serta diselesaikan oleh Dalang yang ahli untuk itu. Dalam ini disebut Sang Mpu Leger. Pergelaran Wayang yang dilakukan adalah mengambil cerita “Bhatara Kala”.
Adapun jenis Upakara bebanten yang diperlukan terdiri dari :
- Mendirikan sanggah tutuan, dengan persembahan suci 2 soroh.
- Dibawahnya 1 soroh bebangkit lengkap dengan guling dan gelar sanga.
- Satu unit Caru Panca Sato.
- Banten Tebasan bagi yang dibayuh
- Mendirikan laapan sudut tiga. Dengan mempersembahkan suci 1 soroh, sesantun 1. Uang kepeng. Sebuah penek putih lima buah. Dengan daging ayam putih.
- Sebuah sanggah cucuk tiga buah ditempatkan pada batas kelir wayang 2, dengan lamak gantung-gantungan, banten dananan, kembang payas, lenge wangi, burat wangi.
- Banten untuk wayang ; suci 1 sorong dengan dagingnya itik.
- Satu pulo gembal, sekar taman, canang pajegan, canang pengraos.
- Sesantun serba empat, uang kepeng 1.700.
- Peras, penyenang, segahan agung ditempatkan pada sebuah dulang, dagingnya betutu.
- Tirta penglukatan Sang Mpu Leger ditempatkan pada Sangku Sudamala beralaskan beras, benang, uang kepeng 225.
- Bunga 11 warna, duri-duri, sam-sam, wija kuning.
Jalannya Upacara
1. Mempersembahkan upasaksi kehadapan Hyang Siva Raditya melalui Sanggah Tutuan. Yang didahului dengan melakukan bumi sudha/pecaruan.
2. Dilanjutkan dengan mempersembahkan bebangkit kehadapan Catur Dewi dengan gelar sanga kehadapan Butakala.
3. Ki Mangku Dalang menggelar wayangnya dengan lakon Bhatara Kala.
4. Menyelenggarakan pelukatan Sang Mpu Leger terhadap anak yang dibayuh.
5. Diakhiri dengan natap dapetan bagi anak yang dibayuh.
Demikianlah jalannya upacara Bayuh Oton bagi anak yang lahir Wuku Wayang.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Pelaksanaan Pemayuh Oton  bervariasi akibat adanya alkuturasi dengan budaya dan kearifan lokal, namun hakikatnya pelaksanaan setiap upacara selalu berpedoman pada tiga kerangka Agama Hindu, yakni Tattwa,Susila, dan Acara dalam melaksanakan Piodalan baik dari tingkatan kecil maupun ke tingkat Utama.
4.2 Saran
  Untuk terjaganya keharmonisan kehidupan ada kalanya penulis lebih merekomendasikan setiap upacara pemayuhan oton lebih baik menuju ke griya atau ke orang yang memang di bidangnya

Daftar Pustaka
http://sutarjanaihd.blogspot.com/2017/02/upacara-bayuh-oton-di-bali.html
https://baliexpress.jawapos.com/read/2017/09/01/11059/bayuh-oton-netralisir-derita-bawaan-
KalenderBali 2020
Aspek-fungsional-upacara-mabayuh-oton.html