SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
AGAMA HINDU AMLAPURA
MATA KULIAH
STUDI AGAMA HINDU
TUGAS MAKALAH
HUBUNGAN ANTARA AGAMA DAN “ BUDAYA HINDU “
DOSEN PENGAJAR
I KOMANG BADRA, S.Pd. M.Pd.H
MAHASISWA
I MADE DARMA
NIM : 19. 1 . 158
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”
Asung Kertha Wara Nugraha saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas berkat rahmatnyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Budaya Hindu” selesai tepat pada waktunya.
Tentu saja dalam penyelesaian makalah ini saya selaku penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu saya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
Saya menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu saya mohon saran dan kritik dari pembaca demi menyempurnakan makalah ini di kemudian hari.
“Om Shantih, Shantih, Shantih Om”
Muncan, April 2020
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budaya merupakan segala hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Segala bentuk cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh suatu masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi adalah hal – hal yang muncul karena budi dan akal manusia. Budaya merupakan pola hidup menyeluruh yang bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Budaya terbentuk dari beberapa unsur yang rumit, diantaranya sistem agama, adat istiadat, karya seni, dan lain sebagainya. Dianggap sebagai unsur yang rumit karena unsur – unsur tersebutlah yang menimbulkan keanekaragaman budaya sehingga budaya di daerah yang satu berbeda dengan budaya yang ada di daerah lain walaupun masih dalam satu Negara. Perbedaan budaya tersebut yang kemudian menjadi sebuah identitas bagi daerah – daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk mengenali dan mengingat ciri khas masing – masing daerah.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana hubungan antara agama dan kebudayaan Hindu?
1.2.2 Bagaimana kebudayaan yang ada dalam agama Hindu?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1.3.1 Menganalisis hubungan antara agama dan kebudayaan Hindu
1.3.2 Menjabarkan kebudayaan yang ada dalam agama Hindu
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.4.1 Bagi penulis, dapat mengetahui dan menjelaskan tentang bagaimana budaya sebagai ekspresi pengamalan ajaran agama Hindu.
1.4.2 Bagi pembaca, dapat menambah referensi pengetahuan tentang budaya sebagai ekspresi pengamalan ajaran agama Hindu serta bisa lebih menghargai kebudayaan Hindu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hubungan Antara Agama dan Kebudayaan Hindu
2.1.1 Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dari suatu masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi. Kebudayaan adalah esensi kehidupan bangsa. Mengenal kebudayaan bangsa berarti mengenal aspirasinya dalam segala aspek kehidupannya.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
2.1.2. Agama Hindu
Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dan mengungkap rahasia – rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagat raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian alam ini. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.
Agama Hindu adalah agama yang dianggap tertua di dunia yang bersumber pada kitab suci Veda yang merupakan himpunan wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Dari kitab suci Vedalah mengalir semua ajaran Agama Hindu baik yang menyangkut ajaran Sradhà (keyakinan/kepercayaan), Tata-susila (etika) dan Àcàra (ritual dan lain-lain). Sesuai dengan perkembangannya, hingga kini agama Hindu menjadi sebuah agama keselarasan yang memiliki kedamaian universal serta memandang setiap individu atau manusia sebagai satu keluarga besar. Ciri khas dari Agama Hindu adalah memperkenalkan kebebasan mutlak terhadap pikiran rasional manusia. Agama Hindu memperkenalkan kebebasan yang paling luas dalam masalah keyakinan dan kepercayaan. Ia memperkenalkan kepada setiap orang untuk merenungkan, menyelidiki, mencari dan memikirkannya, oleh karena itu segala macam keyakinan atau adat-istiadat yang berbeda semuanya memperoleh tempat yang terhormat secara berdampingan dalam Hindu dan dibudayakan serta dikembangkan dalam hubungan yang selaras antara yang satu dengan yang lain.
2.1.3. Hubungan Antara Agama dan Kebudayaan Hindu
Agama, Budaya dan Masyarakat jelas tidak akan berdiri sendiri, ketiganya memiliki hubungan yang sangat erat selaras.
Antara Agama Hindu dan budaya Bali sudah terjadi sebuah hubungan dengan ciri khas masing – masing yang melebur jadi satu. Bagi pengamat sepintas, sulit pula membedakan antara Agama Hindu dan budaya Bali, oleh karena itu sering terjadi identifikasi bahwa Agama Hindu sama dengan kebudayaan Bali. Kerancuan ini perlu dijelaskan, bahwa kedudukan Agama Hindu dalam hubungannya dengan budaya Bali adalah merupakan jiwa dan nafas hidup dari budaya dan kebudayaan.
Dalam agama Hindu, antara agama dan adat-budaya terjalin hubungan yang selaras/erat antara satu dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi. Karenanya tidak jarang dalam pelaksanaan agama disesuaikan dengan keadaan setempat. Demikianlah terdapat didalam agama Hindu, perbedaan pelaksanaan agama Hindu pada suatu daerah tertentu terlihat berbeda dengan daerah yang lainnya. Perbedaan itu bukanlah berarti agamanya yang berbeda. Agama Hindu di India adalah sama dengan agama Hindu yang ada di Indonesia, namun kuilnya yang akan tampak berbeda.
Sedangkan budaya agama adalah suatu penghayatan terhadap keberadaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam bentuk kegiatan budaya. Sejak munculnya agama Hindu, usaha memvisualisasikan ajaran agama Hindu kepada umat manusia telah berlangsung dengan baik. Para rohaniawan Hindu, para pandita, orang-orang suci mengapresiasikan ajaran yang terdapat dalam kitab suci Weda kedalam berbagai bentuk simbol budaya. Usaha ini telah terlaksana dari zaman ke zaman. Ajaran yang sangat luhur ini diwujudkan dan disesuaikan dengan desa, kala, dan patra pada waktu itu.
Kalau dilihat dari fakta sejarah, wujud budaya agama itu dari zaman ke zaman mengalami perubahan bentuk, namun tetap memiliki konsep yang konsisten. Artinya, prinsip-prinsip ajaran agama itu tidak pernah berubah yakni bertujuan menghayati Ida Sang Hyang Widi Wasa. Kepercayaan terhadap Ida Sang Hyang Widi Wasa, menjadi sumber utama untuk tumbuh dan berkembangnya budaya agama dan ini pula yang melahirkan variasi bentuk budaya agama. Variasi bentuk itu disesuaikan dengan kemampuan daya nalar dan daya penghayatan umat pada waktu itu. Budaya agama yang dilahirkan dapat muncul seperti “upacara agama”.
2.2. Kebudayaan yang Ada dalam Agama Hindu
2.2.1. Dharma Gita
Dharma Gita merupakan suatu bentuk budaya hasil dari pengamalan ajaran agama Hindu berupa seni suara atau vocal yang indah yang mampu memberi kepuasan secara jasmani maupun rohani. Dharma Gita berasal dari bahasa Sansakerta dan terdiri dari dua kata yakni Dharma dan Gita. Dharma artinya kebenaran/kebaikan, kewajiban, hukum, aturan. Sedangkan Gita artinya nyanyian/lagu. Jadi, Dharma Gita berarti suatu nyanyian kebenaran yang biasa dilantunkan suatu upacara keagamaan. Hindu. Di Dharma Gita terdapat syair-syair yang sudah di ringkas sedemikia rupa dan penuh dengan ajaran keagamaan, kemudian dilantunkan dengan suara yang amat mempesona. Pelaksanaan Dharma Gita dilaksanakan pada upacara yadnya yang lagunya telah disesuaikan dengan masing-masing yadnya yang dipersembahkan.
Melalui Dharma Gita seseorang dapat menghayati ajaran agama secara mendalam sehingga perasaan, pikiran, dan budhinya menjadi halus. Lagu-lagu keagamaan yang dinyayikan dalam Dharma Gita dapat menggetarkan alam rasa dan meningkatkan Sradha Bakti kepada Sang Hyang Widhi Wasa serta prabhava-Nya, Dharma Gita juga mampu mengendalikan diri kita dari pengaruh Adharma, sebgai sarana melestarikan budaya, sebagai penunjang pelaksanaan yadnya, serta sebagai alat komunikasi, yaitu Komunikasi spiritual.
Adapun jenis – jenis Dharma Gita yaitu sebagai berikut.
1. Sekar Rare
Merupakan kumpulan nyanyian anak – anak yang menggunakan bahasa bali sederhana, bersifat dinamis dan riang. Contoh : Ratu Anom, Putri Cening Ayu, Meong – Meong, dan sebagainya.
2. Sekar Alit
Merupakan nyanyian berupa Pupuh yang diikat oleh Pada Lingsa yaitu jumlah suku kata dan irama tertentu pada setiap barisnya. Satu Pada terdiri dari empat baris. Lingsa itu bunyi vokal terakhir pada setiap baris.
3. Sekar Madya
Meurpakan nyanyian dalam bentuk kidung yang juga menggunakan Pada Lingsa, namun syarat menyayikannya harus perlahan-lahan. Contoh : Kawitan Warga Sari, Kawitan Kidung Tantri, dan lain sebagainya.
4. Sekar Agung
Sekar agung disebut juga kakawin. Kakawin adalah sebuah bentuk syair dalam bahasa Jawa Kuno yang diikat oleh Guru Laghu. Dalam kakawin dikenal istilah wirama. Tiap-tiap wirama dibentuk berdasarkan Wrtta Manta, Wrtta artinya banyak suku kata dalam setiap kalimat. Empat kalimat menjadi satu wirama.
5. Sloka
Sloka terdiri dari empat baris dalam satu padartha, dengan jumlah suku kata yang sama dalam setiap barisnya. Contoh : Sloka dalam Bhagavad Gita.
6. Palawakya
Menggunakan bahasa Jawa Kuno dan berbentuk prosa. Dalam membaca dan melagukan sangat tergantung pada intonasi serta ketepatan pengejaan dan pemenggalan kata-kata.
2.2.2 Seni Tari
Tari merupakan pencetusan atau ungkapan jiwa manusia melalui gerak ritmis yang dapat menimbulkan daya pesona. Gerak ritmis merupakan gerak yang di lakukan secara spontanitas penuh dengan penjiwaan dan berirama sehingga dapat menggugah si penari ataupun bagi penonton. Ungkapan jiwa merupakan cetusan atas rasa dan emosional yang juga di sertai dengan kehendak. Daya pesona merupakan rasa yang terlintas seperti adanya rasa indah, lembut, keras, menggelikan, marah dan sebagainya. Seni tari di Bali berkaitan erat dengan prosesi keagamaan. Bahkan layak dipercaya bahwa usia pakem tari sama tuanya dengan penetapan tatanan Agama Hindu. Dewa Siwa yang di percaya Umat Hindu sebagai Sang Hyang Tunggal digambarkan pula sebagai "Dewa Tari" dengan gelar Ciwa Nataraja dalam sikap gerakan tari yang diartikan sebagai gerakan kekuatan mengisi ruang saat menciptakan alam semesta. Pada awalnya tari-tarian ditekuni oleh para pragina(penari) adalah jenis tarian sakral sebagai bagian tak terpisahkan dengan prosesi upacara dan hanya dipangelarkan tatkala di selenggarakan upacara keagamaan di pura. Selanjutnya tumbuh pula jenis tarian yang merupakan pelengkap suatu prosesi keagamaan dan bahkan lebih jauh berkembang menjadi media komunikasi masyarakat sekaligus sebagai sarana hiburan. Dari jenis dan fungsinya tari dalam arti luas dapat di pilah menjadi 3 kelompok, yaitu :
Ø Tari Wali
Tari wali merupakan tari yang dipentaskan sebagai rangkaian dalam pelaksanaan upacara dan bersifat sacral. Dikatakan sacral dapat dilahat dari penarinya, dimana yang menjadi penari adalah anak-anak yang belum menstruasi dan orang tua yang sudah menefous / orang tua yang sudah habis masa menstruasinya. Contoh tari wali adalah : Tari Rejang, Tari Pendet, Tari Baris Upacara, Tari Sang Hyang.
Ø Tari Bebali
Tari Bebali bersifat semi sacral karena selain dipentaskan waktu pelaksanaan upacara keagamaan juga dapat bersifat sebagai hiburan. Tari Bebali biasanya memakai lakon dan disajikan sesuai ketentuan, menyesuaikan dengan perlengkapan menurut masing-masing upacara. Contoh : Seni pewayangan, Topeng Pajrgan, Gambuh, dll.
Ø Tari Balih-Balihan
Tari yang tergolong Balih-balihan adalah semata-mata bertujuan untuk hiburan, akan tetapi tetap berdasarkan norma-norma seni budaya yang luhur. Contoh: tari legong, tari oleg, tari cak, janger, drama tari, dan lainnya.
2.2.3 Seni Tabuh
Seni tabuh merupakan suatu karya seni yang dikumandangkan dengan alat-alat musik tradisional. Seni tabuh mempunyai fungsi sebagai pelaksana dan pengiring jalannya suatu upacara, seperti : Gambang, Saron, Slonding, Angklung, Gender Wayang, Balaganjur, Bebonangan, dan lain sebagainya.
Unsur – unsur agama Hindu dikemas sedemikian rupa ke dalam instumen – instrumen tabuh. Selain sebagai pengiring upacara keagamaan, seni tabuh juga merupakan pengiring dari tari – tarian yang ditampilkan setiap upacara keagamaan.
2.2.4 Upacara Keagamaan
Upacara adalah salah satu cara yang dilakukan oleh umat Hindu untuk menghubungkan dirinya dengan Hyang Widhi. Cara yang dilakukan untuk menghubungkan diri ada yang sederhana dan nyata. Upacara adalah salah satu pelaksanaan dari yadnya. Dalam melaksanakan suatu upacara digunakan sarana yang disebut upakara.
Pelaksanaan Upacara dilakukan berulang untuk sebagian atau keseluruhannya dalam suasana religius lahir dan bathin. Sehingga upacara merupakan bagian yang sangat penting dan tidak mungkin diabaikan begitu saja.
Upacara pada dasarnya adalah pemberian yang tulus ikhlas untuk kepentingan bersama, karena ternyata bahwa manusia harus bertindak dan berbuat sesuatu yang melambangkan komunitasnya dengan Tuhan.
Dalam pelaksanaannya tetap berlandaskan Tatwa (aturan/kitab suci), Susila (kebiasaan) dan Upacara. dalam kegiatan Upacara Keagamaan berpatokan pada Panca Yadnya.Panca Yadnya menurut ajaran agama Hindu, merupakan satu bentuk kewajiban yang harus dilakukan oleh umat manusia di dalam kehidupannya sehari-hari. Sebab Tuhan menciptakan manusia beserta makhluk hidup lainnya berdasarkan atas yadnya, maka hendaklah manusia memelihara dan mengembangkan dirinya, juga atas dasar yadnya sebagai jalan untuk memperbaiki dan mengabdikan diri kepada Sang Pencipta yakni Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa).
Contoh upacara keagamaan berdasarkan Panca Yadnya yaitu sebagai berikut :
Ø Pitra yadnya : Penyelenggaraan upacara Ngaben merupakan ritual pembakaran mayat atau kremasi umat Hindu yang diadakan dan diritualkan secara adat oleh masyarakat Bali. Di dalam Panca Yadnya,yang dipercaya oleh masyarakat Bali, upacara ini termasuk dalam Pitra Yadnya, yaitu upacara yang ditujukan untuk roh lelulur mereka. Ada empat lontar utama yang memberi petunjuk tentang adanya upacara Pitra yadnya, yaitu Yama Purwa Tatwa (mengenai sesajen yang digunakan), Yama Purana Tatwa (mengenai filsafat pembebasan atau pencarian atma dan hari baik-buruk melaksanakan upacara), Yama Purwana Tatwa (mengenai susunan acara dan bentuk rerajahan kajang), dan Yama Tatwa (mengenai bentuk-bentuk bangunan atau sarana upacara). Makna upacara Ngaben pada intinya adalah untuk mengembalikan roh leluhur (orang yang sudah meninggal) ke tempat asalnya.
Ø Rsi yadnya : Upacara Madiksa bertujuan meningkatkan kesucian diri secara lahir batin dari seorang Welaka (orang biasa) menjadi orang suci (Pendeta/Sulinggih), upacara Madiksa termasuk dalam upacara Rsi Yadnya
Ø Dewa yadnya : Upacara Dewa Yadnya adalah pemujaan serta persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan Tuhan dan sinar-sinar suci-NYA yang disebut dewa-dewi. Salah satu dari Upacara Dewa Yadnya seperti Upacara Hari Raya Saraswati yaitu upacara suci yang dilaksanakan oleh umat Hindu untuk memperingati turunnya Ilmu Pengetahuan yang dilaksanakan setiap 210 hari yaitu pada hari Sabtu, yang dalam kalender Bali disebut Saniscara Umanis uku Watugunung, pemujaan ditujukan kehadapan Tuhan sebagai sumber Ilmu Pengetahuan dan dipersonifikasikan sebagai Wanita Cantik bertangan empat memegang wina (sejenis alat musik), genitri (semacam tasbih), pustaka lontar bertuliskan sastra ilmu pengetahuan di dalam kotak kecil, serta bunga teratai yang melambangkan kesucian.
Ø Manusa Yadnya : Otonan / Wetonan, adalah upacara yang dilakukan pada hari lahir, seperti perayaan hari ulang tahun, dilakukan 210 hari. Contoh yang lain yaitu Upacara Potong Gigi yakni upacara keagamaan yang wajib dilaksanakan bagi pemeluknya. Upacara ini dilakukan pada pemeluk yang telah beranjak remaja atau dewasa. Bagi wanita yang telah mengalami menstruasi, dan bagi pria yang telah memasuki akil balik.
Ø Bhuta Yadnya: Bhuta Yadnya adalah pemujaan serta persembahan suci yang tulus ikhlas ditujukan kehadapan Bhuta Kala yang tujuannya untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan Bhuta Kala dan memanfaatkan daya gunanya. Salah satu dari upacara Bhuta Yadnya adalah Upacara Tawur ke Sanga (Sembilan) menjelang Hari Raya Nyepi (Tahun Baru / Çaka / Kalender Bali). Upacara Tawur ke Sanga (Sembilan) adalah upacara suci yang merupakan persembahan suci yang tulus ikhlas kepada Bhuta-Kala agar terjalin hubungan yang harmonis dan bisa memberikan kekuatan kepada manusia dalam kehidupan.
2.2.5 Bangunan Suci Umat Hindu
Bangunan suci umat Hindu khususnya di Indonesia dikenal dengan nama Pura. Kata "Pura" sesungguhnya berasal dari akhiran bahasa Sanskerta (-pur, -puri, -pura, -puram, -pore), yang artinya adalah kota, kota berbenteng, atau kota dengan menara atau istana. Dalam perkembangan pemakaiannya di Pulau Bali, istilah "Pura" menjadi khusus untuk tempat ibadah; sedangkan istilah "Puri" menjadi khusus untuk tempat tinggal para raja dan bangsawan.
Tidak seperti candi atau kuil Hindu di India yang berupa bangunan tertutup, pura dirancang sebagai tempat ibadah di udara terbuka yang terdiri dari beberapa lingkungan yang dikelilingi tembok. Masing-masing lingkungan ini dihubungkan dengan gerbang atau gapura yang penuh berukiran indah. Lingkungan yang dikelilingi tembok ini memuat beberapa bangunan seperti pelinggih yaitu tempat suci bersemayam Ida Sang Hyang Widhi. Struktur tempat suci pura mengikuti konsep Trimandala, yang memiliki tingkatan pada derajat kesuciannya, yakni :
1. Nista mandala (Jaba pisan): zona terluar yang merupakan pintu masuk pura dari lingkungan luar. Pada zona ini biasanya berupa lapangan atau taman yang dapat digunakan untuk kegiatan pementasan tari atau tempat persiapan dalam melakukan berbagai upacara keagamaan.
2. Madya mandala (Jaba tengah): zona tengah tempat aktivitas umat dan fasilitas pendukung. Pada zona ini biasanya terdapat Bale Kulkul, Bale Gong (Bale gamelan), Wantilan (Bale pertemuan), Bale Pesandekan, dan Perantenan.
3. Utama mandala (Jero): yang merupakan zona paling suci di dalam pura. Di dalam zona tersuci ini terdapat Padmasana, Pelinggih Meru, Bale Piyasan, Bale Pepelik, Bale Panggungan, Bale Pawedan, Bale Murda, dan Gedong Penyimpenan.
Meskipun demikian tata letak untuk zona Nista mandala dan Madya mandala kadang tidak mutlak seperti demikian, karena beberapa bangunan seperti Bale Kulkul, atau Perantenan atau dapur pura dapat pula terletak di Nista mandala.
Pada aturan zona tata letak pura maupun puri (istana) di Bali, baik gerbang Candi bentar maupun Paduraksa merupakan satu kesatuan rancang arsitektur. Candi bentar merupakan gerbang untuk lingkungan terluar yang membatasi kawasan luar pura dengan Nista mandala zona terluar kompleks pura. Sedangkan gerbang Kori Agung atau Paduraksa digunakan sebagai gerbang di lingkungan dalam pura, dan digunakan untuk membatasi zona Madya mandala dengan Utama mandala sebagai kawasan tersuci pura Bali. Maka disimpulkan baik untuk kompleks pura maupun tempat tinggal bangsawan, candi bentar digunakan untuk lingkungan terluar, sedangkan paduraksa untuk lingkungan dalam.
Terdapat beberapa jenis pura yang berfungsi khusus untuk menggelar beberapa ritual keagamaan Hindu dharma, sesuai penanggalan Bali.
1. Pura Kahyangan Jagad: pura yang terletak di daerah pegunungan. Dibangun di lereng gunung, pura ini sesuai dengan kepercayaan Hindu Bali yang memuliakan tempat yang tinggi sebagai tempat bersemayamnya para dewa dan hyang.
2. Pura Segara: pura yang terletak di tepi laut. Pura ini penting untuk menggelar ritual khusus seperti upacara Melasti.
3. Pura Desa: pura yang terletak dalam kawasan desa atau perkotaan, berfungsi sebagai pusat kegiatan keagamaan masyarakat Hindu dharma di Bal
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagaia berikut :
1. Terdapat hubungan yang sangat erat dan selaras antara budaya dan agama Hindu dimana menjiwai budaya yang ada. Baik itu dalam bentuk dharma gita, seni tari, seni tabuh, upacara keagamaan, pakaian adat, maupun bangunan suci. Semua itu merupakan bentuk usaha manusia untuk mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang bernafaskan ajaran – ajaran Weda.
2. Jenis – jenis budaya yang ada dalam agama Hindu antara lain : Dharma Gita, Seni Tari, Seni Tabuh, Upacara Keagamaan, Pakaian Adat, dan Bangunan Suci.
3. Dari setiap budaya yang telah di paparkan tadi di atas dapat dibuktikan adanya unsur kehinduan yang menjiwai masing – masing budaya sebagai bentuk ekspresi dari pengamalan ajaran agama Hindu.
3.2 Saran
Budaya merupakan bentuk ekspresi dari pengamalan ajaran agama Hindu. Untuk itu kita sebagai umat Hindu harusnya mulai menjaga dan melestarikan budaya Hindu sebagai bentuk penghargaan dan wujud bhakti guna mendekatkan diri kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
-------------- ******* --------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar