BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini menuntut semua bangsa untuk turut
mengejar dan mengembangkan diri agar tidak tertinggal jauh di belakang. Dalam
rangka mengejar ketertinggalan ini, bangsa Indonesia perlu melakukan perbaikan
dan pengembangan diri dalam segala aspek kehidupan baik ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, hukum, dan teknologi melalui pembangunan.
Pembangunan bidang pendidikan
yang merupakan salah satu pembangunan aspek sosial dan budaya merupakan bagian
yang sangat penting dan menjadi suatu keharusan di dalam meningkatkan dan
mengembangkan sumber daya manusia (SDM) agar memiliki kemampuan/keterampilan
yang tinggi, moral dan budi pekerti
yang luhur serta cerdas
dan kreatif.
Dalam
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa,
Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Ini
berarti, pendidikan sangat berperan
dalam perkembangan diri peserta didik, karena pendidikan pada dasarnya
bertujuan membangun dan mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia
yang memiliki kemampuan, keterampilan, dan kreativitas yang optimal. Oleh
karena itu, kualitas pendidikan tentunya mempunyai
peran yang sangat penting dalam mendukung pembangunan di Indonesia. Dengan kualitas pendidikan yang bagus, sumber
daya manusia (SDM) Indonesia tentunya akan mampu bersaing dengan SDM dari
negara lain di era globalisasi sekarang ini.
Perlu
disadari bahwa dalam peningkatan kualitas
pendidikan tidak lepas dari peran penting seorang guru. Nurkencana
(2001: 14) menyatakan bahwa,
”Tugas guru adalah mendidik dan membelajarkan peserta didik”. Di sini,
guru mempunyai tugas dan tanggung jawab di dalam membantu siswa untuk
memunculkan dan mengembangkan potensi diri secara maksimal. Sebagai
pelaksana pendidikan,
guru
dituntut harus mampu mengembangkan
strategi-strategi pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum dan kondisi siswa
di lapangan. Pemilihan strategi
pembelajaran yang sesuai akan membantu terciptanya suasana belajar yang
kondusif dan interaktif, sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa dalam
belajar. Astawa (2007:1) mengemukakan bahwa, ”keberhasilan seorang guru dalam
kegiatan belajar-mengajar tidak lepas dari kemampuan guru tersebut dalam
merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan belajar-mengajar”.
Berdasarkan hal tersebut, peranan guru adalah membantu mempersiapkan sarana dan
prasarana yang diperlukan oleh siswa dalam mengembangkan kemampuannya dan
meningkatkan pengetahuannya sendiri.
Selaras
dengan tuntutan kompetensi yang harus dimiliki guru (kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesi), pengembangan
media merupakan salah satu kewajiban yang diemban guru untuk mengembangkan
kompetensi yang dimiliki, pada gilirannya dapat meningkatkan eksistensinya
sebagai guru yang profesional. Pemilihan media pembelajaran terkait erat dengan
pengembangan silabus, yang di dalamnya terdapat standar kompetensi dan
kompetensi dasar, materi pokok, pengalaman belajar, metoda, evaluasi dan
sumber. Selaras dengan pengembangan silabus maka materi pembelajaran yang akan
dikembangkan sudah semestinya tetap
memperhatikan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar, kesesuaian
dengan materi pokok yang diajarkan, mendukung pengalaman belajar, ketepatan
metode dan media pembelajaran, dan sesuai dengan indikator untuk mengembangkan
assesment.
Guru
dituntut memberikan motivasi pada peserta didik melalui pemanfaatan media yang
tidak hanya ada di dalam kelas, akan tetapi juga yang ada di luar kelas jika
hal itu memungkinkan untuk dimanfaatkan. Hal yang demikian, akan mempunyai
dampak positif terutama dalam membantu peserta didik dalam mencapai sasaran
atau tujuan pendidikan yang diinginkan. Karena pada dasarnya, media
pembelajaran menurut Arif Sardiman (1993:7) adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sedemikian rupa
sehingga proses belajar terjadi. Sesuai
dengan fungsinya, media pembelajaran pada dasarnya untuk meningkatkan kualitas
belajar mengajar. Oleh karena itu, di dalam proses belajar mengajar di sekolah
media pembelajaran mempunyai manfaat yang sangat penting.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut.
1.2.1
Apa yang dimaksud dengan media pembelajaran?
1.2.2
Bagaimana fungsi dan peranan media pembelajaran
dalam meningkatkan mutu pendidikan?
1.2.3
Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan guru dalam pemilihan
dan pembuatan media pembelajaran?
1.3
Tujuan Penulisan
Dari
permasalahan yang dirumuskan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1.3.1
Untuk mengetahui pengertian dengan media
pembelajaran?
1.3.2
Untuk mengetahui fungsi dan peranan media
pembelajaran dalam meningkatkan mutu pendidikan.
1.3.3
Untuk mengetahui hal-hal yang perlu
diperhatikan guru dalam pemilihan dan pembuatan media pembelajaran.
1.4
Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat Teoretis
Secara teoritis,
hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan wawasan dalam
mengatasi permasalahan yang muncul selama pembelajaran di kelas.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, makalah ini diharapkan
dapat merangsang penulis lainnya untuk melakukan penulisan sejenis untuk
mengatasi permasalahan lain yang muncul di dalam pembelajaran.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Media Pembelajaran
2.1.1
Pengertian Media Pembelajaran
Menurut
Arif Sadiman (1993:7) media pembelajaran
merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari
pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian,
dan minat siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Sedangkan
menurut Oemar Hamalik (1994:12) media
pembelajaran merupakan alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka
lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antar guru dan siswa dalam proses
pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Hal
ini senada dengan pendapat Rustiyah NK (dalam Zakiah Darajat 1992:80), bahwa
media pembelajaran adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka
meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antar guru dan siswa
dalam proses pengajaran di sekolah. Begitu pula dengan pendapat Mudhofir
(1993:81) yang mengatakan bahwa media adalah sumber belajar, secara luas media
dapat diartikan dengan manusia, benda atau pun peristiwa yang membuat kondisi
siswa untuk lebih memungkinkan memperoleh pengetahuan keterampilan atau pun
sikap.
Dari
definisi-definisi tentang media pembelajaran seperti yang telah dikemukakan di
atas, dapatlah ditarik pengertian pokok tentang media pembelajaran, yaitu:
a. Media pembelajaran identik dengan peragaan.
b. Media pembelajaran merupakan suatu sarana
untuk terciptanya suatu proses belajar mengajar yang dapat menunjang
efektivitas keberhasilan belajar siswa.
c. Media pembelajaran tidak hanya digunakan
dalam kelas saja, akan tetapi tidak menutup kemungkinan digunakan di luar
proses belajar mengajar.
2.1.2 Macam-macam Media Pembelajaran
Seiring
dengan kemajuan teknologi, maka perkembangan media pembelajaran begitu cepat,
di mana masing-masing media yang ada punya ciri-ciri dan kemampuan sendiri.
Dari hal ini, kemudian timbul usaha-usaha penataannya yaitu pengelompokkan atau
klasifikasi menurut kesamaan ciri-ciri atau karakteristiknya. Ciri-ciri umum
dari media pembelajaran menurut Oemar Hamalik (1994:11-12), adalah:
1. Media pembelajaran identik dengan pengertian
peragaan yang berasal dari kata “raga”, artinya suatu benda yang dapat diraba,
dilihat dan didengar dan yang dapat diamati melalui panca indera.
2. Tekanan utama
terletak pada benda atau hal-hal yang dapat dilihat dan didengar.
3. Media
pembelajaran digunakan dalam rangka hubungan (komunikasi) dalam pengajaran
antara guru dan siswa.
4. Media
pembelajaran adalah semacam alat bantu belajar mengajar, baik di dalam maupun
di luar kelas.
5. Media
pembelajaran merupakan suatu “perantara” (medium, media) dan digunakan dalam
rangka belajar.
6. Media pembelajaran mengandung aspek, sebagai
alat dan sebagi teknik yang erat pertaliannya dengan metode belajar.
7. Karena itu, sebagai tindakan operasional,
dalam buku ini digunakan pengertian “media pembelajaran”. Dari ciri-ciri yang
dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah
sarana, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka mengidentifikasikan
komunikasi dan interaksi antar guru dan siswa dalam proses pembelajaran di
sekolah.
Taksomi
media menurut Rudi Bretz sebagaimana dikutip oleh Arif Sadiman (1993:20) yang
membagi ke dalam 8 klasifikasi, yakni:
1. Media audio visual gerak.
2. Media audio visual diam.
3. Media audio semi gerak.
4. Media visual gerak.
5. Media visual diam.
6. Media visual semi gerak.
7. Media audio.
8. Media cetak.
Sedangkan
menurut Briggs, (dalam Arif Sadiman 1993:23) bahwa terdapat 13 macam media,
yaitu sebagai berikut:
1. Obyek.
2. Model.
3. Suara langsung.
4. Rekaman audio.
5. Media cetak.
6. Pembelajaran terprogram.
7. Papan tulis.
8. Media transparansi.
9. Film rangkai.
10. Film bingkai.
11. Film.
12. Televisi.
13. Gambar.
Perkembangan
pendidikan yang sangat pesat, berpengaruh pada perkembangan psikologi belajar
dan sistem internasional. Keadaan tersebut, mendorong dan berakibat juga pada
kemajuan teknologi pembelajaran dan penambahan baru pada media pembelajaran.
Pemikiran-pemikiran dan penemuan baru itu, terjadi antara lain dalam penggunaan
multi media dan pusat sumber belajar. Kedua media ini, dianggap sebagai suatu
kemajuan besar dan mempunyai peranan yang penting dalam bidang media
pembelajaran, yang berfungsi untuk menunjang pelaksanaan sistem intruksional
yang lebih efektif.
Jenis media yang
termasuk dalam katagori multi media menurut Oemar Hamalik (1994:188) adalah:
a. Gambar
b. Slide
c. Film strip
d. Rekaman
e. Transparan
f. Video tape.
Sedangkan media
yang termasuk katagori pusat sumber belajar, menurut Oemar Hamalik (1994:195),
adalah suatu sistem atau perangkat materi yang sengaja disiapkan atau
diciptakan dengan maksud memungkinkan atau (memberi kesempatan) siswa belajar.
Sumber belajar adalah semua sumber yang dapat dipakai oleh siswa
(sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan siswa lainnya) untuk memudahkan
belajar. Pusat sumber adalah suatu tempat sebagai bagian dari suatu ruangan
kamar sampai pada suatu kompleks bangunan yang disiapkan secara khusus dengan
maksud penyimpanan dan penggunaan suatu kumpulan sumber-sumber, dalam bentuk
tercetak dan tak tercetak. Belajar berdasarkan suatu sumber adalah sistem
belajar yang terpusat pada siswa, diindividualisasikan dan sangat berstruktur
yang menggunakan sepenuhnya sumber-sumber yang bermakna, yakni benda dan
manusia, dalam rangka menciptakan
situasi belajar yang efektif. Pusat sumber belajar adalah suatu nama
alternatif bagi suatu pusat pada sumber. Belajar dilakukan oleh individu. Dalam
konteks pendidikan nasional, pusat sumber belajar pada hakekatnya adalah suatu
institusi dalam lingkungan lembaga pendidikan yang berfungsi menyediakan dan
melayani berbagai media untuk kepentingan proses belajar mengajar”.
Menurut
AECT (dalam Ahmad Rohani, 1991:155-156), mengklasifikasikan tentang sumber
belajar media menjadi enam macam, yaitu:
a. Message (pesan), yaitu informasi/ajaran yang
diteruskan oleh komponen lain yang dalam bentuk gagasan, fakta, arti dan data.
Termasuk dalam kelompok pesan adalah semua bidang studi/mata kuliah atau bahan
pengajaran yang diajarkan kepada peserta didik, dan sebagainya.
b. People (orang), yakni manusia yang bertindak
sebagai penyimpan, pengolah dan penyaji pesan. Termasuk kelompok ini misalnya
guru/dosen, tutor peserta didik dan sebaginya.
c. Materials (bahan), yaitu perangkat lunak yang
mengandung pesan untuk disajikan melalui penggunaan alat perangkat keras atau
pun oleh dirinya sendiri. Berbagai program media termasuk media materials
seperti transportasi, slide, film, audio, video, modul, majalah, buku dan
sebagainya.
d. Device (alat), yakni (suatu perangkat keras)
yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang tersimpan dalam bahan, misalnya
OHP, slide, video, tape recorder, dan sebagainya.
e. Technique (teknik), yaitu prosedur atau acuan
yang dipersiapkan untuk penggunaan bahan, peralatan, orang, lingkungan untuk
menyampaikan pesan. Misalnya pengajaran terprogram/modul, simulasi,
demonstrasi, tanya jawab, CBSA, dan sebagainya.
f. Setting (lingkungan), yaitu situasi atau
suasana sekitar di mana pesan disampaikan. Baik lingkungan fisik ruang kelas,
gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, taman, lapangan, dan sebagainya.
Juga lingkungan non fisik, misalnya suasana belajar itu sendiri, tenang, lelah,
ramai dan sebagainya.
Media
pembelajaran kalau dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, maka tidak hanya
terbatas ada alat-alat audio visual saja yang dapat dilihat dan dapat didengar,
melainkan sampai pada kondisi pribadi siswa dan tingkah laku guru. Secara lebih
lengkap Oemar Hamalik (1994:36-37), mengklasifikasikan media pembelajaran
sebagai berikut:
1. Bahan-bahan cetakan atau bacaan (supplementary
materials), berupa bahan bacaan seperti: buku, komik, koran, majalah, bulletin,
pamphlet dan lain-lain. Bahan-bahan ini lebih mengutamakan kegiatan bacaan dan
menggunakan simbol-simbol kata atau visual.
2. Alat-alat audio-visual, alat-alat yang
tergolong ke dalam kategori ini, terdiri atas:
a) Media pembelajaran tanpa proyeksi, seperti
papan tulis. Papan tempel, papan flannel, bagan, diagram, grafik, poster,
kartun, komik, gambar.
b) Media pembelajaran tiga dimensi, alat-alat yang
tergolong kepada kategori ini terdiri model benda asli, contoh, benda tiruan,
diaroma, boneka, topeng, ritatun, lembar balik, peta, globe, pameran dan museum
sekolah.
c) Media pembelajaran yang menggunakan teknik atau
mesinal, alat-alat yang tergolong dalam kategori ini antara lain, slide, film,
setrip, kaset rekaman, radio, televisi, laboratorium elektronik, perkakas oto
instruktif, ruang kelas otomatis, sistem interkomunikasi dan komputer.
3. Sumber-sumber masyarakat berupa obyek-obyek
peninggalan sejarah, dokumentasi, bahan-bahan makalah dan sebagainya. Dari
berbagai bidang meliputi daerah penduduk, sejarah, jenis kehidupan, mata
pencaharian, industri, perbankan, perdagangan, pemerintah, kebudayaan, politik
dan lain-lain. Untuk mempelajari hal tersebut, diperlukan berbagai metode
yakni, karya wisata, manusia, sumber, survey, berkemah, pengambilan sosial
kerja pengalaman dan lain-lain.
4. Kumpulan benda-benda (materials collection),
berupa benda atau barang-barang yang dibawa dari masyarakat ke sekolah untuk
dipelajari seperti, potongan kaca, potongan sendok, daun, benih, bibit, bahan
kimia, dan lain-lain.
5. Contoh-contoh kelakuan yang dicontohkan oleh
guru, meliputi semua contoh kelakuan yang dipertunjukkan oleh guru sewaktu
mengajar, misalnya, dengan tangan, dengan kaki, gerakan badan, mimik dan
lain-lain. Peragaan yang tergolong dalam kategori ini tak mungkin kita sebutkan
satu-satu, karena sangat banyak macamnya dan sangat tergantung kepada kreasi
dan inisiatif pribadi guru sendiri, tetapi pada pokoknya jenis media ini hanya
dapat dilihat, didengarkan, dan ditiru oleh siswa.
2.2 Pengertian Mutu Pendidikan
Pengertian
mutu memiliki konotasi yang bermacam-macam tergantung orang yang memakainya.
Kata mutu diambil dari bahasa latin “Qualis” yang artinya what kind of
(tergantung dengan kata apa yang mengikutinya). Pengertian mutu sendiri menurut
Deming ialah kesesuaian dengan kebutuhan. Sedangkan menurut Juran, mutu ialah
kecocokan dengan kebutuhan. Sallis (2003) mengemukakan bahwa mutu adalah konsep
yang absolut dan relatif. Mutu yang absolut adalah mutu yang mempunyai
idealisme tinggi dan berstandar tinggi yang harus dipenuhi, dengan sifat produk
bergengsi yang tinggi. Sedangkan mutu relatif adalah sebuah alat yang sudah
ditetapkan dan harus memenuhi standar yang telah dibuat.
Definisi
pendidikan menurut undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional atau Sisdiknas, pasal 1 ( ayat 1 dan 4), bahwa “pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia, pengendalian diri, kecerdasan,
keperibadian, serta keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat,
bangsa dan juga negara.”
Sedangkan
menurut Husaini Usman (2006:7), bahwa “Peserta didik adalah anggota dari
masyarakat yang berusaha mengambangkan potensi diri melalui proses pembelajaran
yang tersedia pada jenjang, jalur, dan jenis pendidikan.”
Mutu
di bidang pendidikan meliputi 4 mutu input, proses, output, dan outcome, yaitu
:
1. Input pendidikan dinyatakan bermutu apabila
telah berproses.
2. Proses
pendidikan bermutu jika mampu menciptakan suasana yang aktrif, kreatif dan juga
menyenangkan.
3. Output
dinyatakan bermutu jika hasil belajar dalam bidang akademik dan nonakademik
siswa tinggi.
4. Outcome
dinyatakan bermutu apabila lulusan cepat terserap di dunia kerja, gaji yang
wajar, dan semua pihak mengakui kehebatannya lulusannya dan merasa puas.
Mutu
dalam konteks manajemen mutu terpadu atau Total Quality Management (TQM) bukan
hanya suatu gagasan, tetapi suatu filosofi dan metodologi untuk membantu
lembaga dalam mengelola perubahan secara sistematik dan totalitas, melalui
suatu perubahan visi, misi, nilai, serta tujuan. Di dalam dunia pendidikan
untuk menilai mutu lulusan suatu sekolah dilihat dari keseuaian dalam kemampuan
yang dimilikinya dengan tujuan yang telah ditetapkan di dalam kurikulum.
2.3. Fungsi dan Peran Media Pembelajaran dalam
Mningkatkan Mutu Pendidikan
2.3.1
Fungsi Media Pembelajaran
Pada
dasarnya, media adalah sebagai alat komunikasi yang digunakan dalam proses
belajar mengajar. Sebagai alat komunikasi, media pembelajaran menurut Oemar
Hamalik (1994:54) memiliki fungsi yang luas di antaranya:
a. Fungsi edukatif media komunikasi, yakni bahwa
setiap kegiatan media komunikasi mengandung sifat mendidik karena di dalamnya
memberikan pengaruh pendidikan.
b. Fungsi
sosial media komunikasi, media komunikasi memberikan informasi aktual dan
pengalaman dalam berbagai bidang kehidupan sosial orang.
c. Fungsi ekonomis media komunikasi, media
komunikasi dapat digunakan secara intensif pada bidang-bidang pedagang dan
industri.
d. Fungsi
politis media komunikasi, dalam bidang politik media komunikasi dapat berfungsi
terutama politik pembangunan baik material maupun spiritual.
e. Fungsi seni dan budaya media komunikasi,
perkembangan ke bidang seni dan budaya dapat tersebar lewat media komunikasi.
Sedangkan
menurut Arif Sadiman, (1993:16-17),
media pembelajaran memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu
bersifat verbalistik (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).
b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya
indera, seperti misalnya:
1) Obyek yang terlalu besar bisa digantikan oleh
realita, gambar, film, atau model.
2) Obyek yang kecil dibantu oleh proyektor mikro,
film bingkai, film atau gambar.
3) Gerak yang terlalu lamban atau terlalu cepat,
dapat dibantu dengan timelapse atau hagh speed photograpy.
4) Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa
lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto atau
pun secara verbal.
5) Obyek yang terlalu kompleks (missal
mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram dan lain-lain.
6) Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa
bumi, iklim dan lain-lain) dapat divisualisasikan dalam bentuk film, film
bingkai, gambar dan lain-lain.
c.
Penggunaan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi dapat diatasi
sikap pasif anak didik, dalam hal ini media pembelajaran berguna untuk:
1. Menimbulkan kegairahan belajar.
2. Memungkinkan belajar interaksi yang lebih
langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan.
3. Memungkinkan anak didik belajar
sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.
d. Dengan
sifatnya yang unik pada tiap siswa, ditambah lagi dengan lingkungan dan
pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan
sama untuk setiap siswa, maka akan banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya
itu harus diatasi sendiri, apalagi bila latar belakang lingkungan guru dengan
siswa juga berbeda. Masalah ini, dapat diatasi dengan kemampuan dalam:
1) Memberikan rangsangan yang sama.
2) Mempersamakan pengalaman.
3) Menimbulkan persepsi yang sama.
Dari
uraian di atas, jelaslah bahwa fungsi media pembelajaran sangat berpengaruh
terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam pendidikan.
2.3.2 Peran Media Pembelajaran
Untuk
mengetahui peranan media dalam pembelajaran. Kita dapat menganalisis model
sistem pengembangan pembelajaran. Dalam
model pengembangan pembelajaran, interaksi guru dan siswa dengan menggunakan
media dan sumber-sumber belajar siswa (media) dapat digambarkan sebagai
berikut.
Pengajaran
dilakukan untuk memfasilitasi pembelajaran, melalui penataan informasi dan
lingkungan. Proses transmisi informasi dari suatu sumber ke suatu tujuan
disebut komunikasi. Karena pembelajaran biasanya bergantung pada penyerapan
informasi baru, pengajaran yang efektif tidak akan terlaksana kecuali terjadi
komunikasi. Oleh karena itu kita perlu mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan
komunikasi sehingga media pengajaran dapat digunakan secara efektif.
Banyak
model visual dan matematis telah dikembangkan untuk menjelaskan proses
komunkasi. Model yang disederhanakan berguna untuk mengidentifikasi dan
menganalisis tahap-tahap penting komunikasi pengajaran. Model tersebut adalah
sebagai berikut: suatu pesan (misalnya ciri-ciri fisik gelombang transversal)
dipilih oleh sumber informasi (guru atau siswa). Pesan itu dikirim melalui saluran atau medium (misalnya kata-kata yang
diucapkan, gambar gelombang di papan tulis, atau bahan tercetak). Pesan itu
kemudian diterima siswa atau guru, merangsang pikirannya, lalu ia melakukan interpretasi
terhadap pesan itu.
Model
di atas berlaku juga dalam situasi saat siswa sendiri yang memilih isi pesan.
Sebagai contoh, bila siswa pergi ke perpustakaan untuk memilih bahan yang akan
dipelajari, pesan itu ada di dalam bahan itu, selanjutnya diterima dan
diinterpretasikan siswa.
Hal
penting dalam proses komunikasi, khususnya komunikasi pengajaran adalah umpan
balik, yakni respon penerima terhadap pesan yang dikirim. Setelah menerima dan
menginterpretasi pesan itu, penerima itu menjadi sumber dan mengirimkan
pesannya sendiri kembali ke sumber aslinya, yang menjadi penerima. Kita umumnya
berpikir umpan balik dalam kaitannya dengan evaluasi. Namun tersedia berbagai
metode lain bagi guru untuk mengetahui bagaimana siswa menerima pelajaran.
Pengamatan terhadap ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan jawaban-jawaban diskusi,
di samping pekerjaan rumah dan jawaban tes harian, seluruhnya merupakan bentuk
umpan balik. Guru seringkali cenderung menyalahkan siswa apabila pengajarannya
kurang berhasil. Padahal masalah sebenarnya mungkin karena pengajarannya tidak
dirancang dan/atau tidak disampaikan dengan baik.
Pada
tahun 1964, Edgar Dale mengembangkan “kerucut pengalaman”. Kerucut pengalaman
itu dimulai dari pebelajar sebagai partisipan dalam pengalaman sesungguhnya,
menuju pebelajar sebagai pengamat atas suatu kejadian tak langsung (melalui
beberapa medium), dan akhirnya pebelajar itu mengamati simbul-simbul yang
mewakili kejadian itu (Nur, 2000). Dale
menyatakan bahwa pebelajar dapat mengambil manfaat dari kegiatan yang lebih
abstrak, asalkan mereka telah membangun sejumlah pengalaman lebih konkrit untuk
memaknai penyajian realitas yang lebih abstrak tersebut. Gambar 4-4
memperlihatkan kerucut pengalaman Dale tersebut, disertai rumusan Bruner di
sampingnya.
Berdasarkan
penjelasan di atas sangat jelas terlihat bahwa media mempunyai peranan yang
sangat penting dalam pembelajaran. Media pembelajaran dapat mengatasi
keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap
peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan
kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan
sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke
obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke peserta didik.
Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun bentuk gambar –
gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial.
Selain
itu, media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang
tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik
tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena : (a) obyek terlalu besar; (b)
obyek terlalu kecil; (c) obyek yang bergerak terlalu lambat; (d) obyek yang
bergerak terlalu cepat; (e) obyek yang terlalu kompleks; (f) obyek yang
bunyinya terlalu halus; (f) obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi.
Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan
kepada peserta didik.
Peranan
yang lain dari media dalam pembelajaran adalah
a) Media
pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan
lingkungannya.
b) Media
menghasilkan keseragaman pengamatan
c) Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar,
konkrit, dan realistis.
d) Media membangkitkan keinginan dan minat
baru.
e) Media membangkitkan motivasi dan merangsang
anak untuk belajar.
f) Media memberikan pengalaman yang
integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak
2.4
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
Pemilihan dan Pembuatan Media Pembelajaran
2.4.1 Faktor yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan Media Pembelajaran
Menurut
Arif Sardiman (1993:84) ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
pemilihan media, antara lain:
a. Tujuan intruksional yang akan dicapai.
b. Karakteristik siswa atau sasaran.
c. Jenis rangsangan belajar yang diinginkan.
d. Keadaan latar belakang atau lingkungan.
e. Kondisi tempat.
f. Luasnya jangkuan yang ingin dicapai.
Sedangkan
menurut Oemar Hamalik (1993:6), dalam memilih dan menggunakan media
pembelajaran sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu, yakni:
a. Tujuan mengajar.
b. Bahan pelajaran.
c. Metode mengajar.
d. Tersedianya alat yang dibutuhkan.
e. Jalan pelajaran.
f. Penilaian hasil belajar.
g. Pribadi guru.
h. Minat dan kemampuan siswa.
i. Situasi pengajaran yang sedang
berlangsung.
Hal
ini sebagaimana ungkapan Ely (Arif Sadiman, 1994:85), bahwa pemilihan media
seyogyanya tidak terlepas dari konteksnya, bahwasannya media merupakan komponen
dari sistem intruksional secara keseluruhan. Karena itu, meskipun tujuan dan
isinya sudah diketahui, tetapi faktor-faktor lain seperti karakteristik siswa,
strategi belajar mengajar, organisasi kelompok belajar, alokasi waktu dan
sumber serta prosedur penilaiannya juga perlu dipertimbangkan, media apa saja
yang ada, berapa harganya, berapa lama diperlukan untuk mendapatkannya dan
format apa yang memenuhi selera pemakai (missal siswa dan guru).
2.4.2 Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
Media Pembelajaran
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pembuatan media pembelajaran, antara lain:
a) Penataan unsur Visual.
Prinsip-prinsip
pembuatan media visual dasar atau media grafis (semua bahan ilustratif yang
digunakan untuk menyampaikan pesan) yang digunakan baik untuk untuk media
visual yang tidak diproyeksikan maupun diproyeksikan yaitu kesederhanaan,
kesatuan, penekanan, dan keseimbangan serta dilengkapi dengan garis, bentuk,
warna, tekstur, dan ruang.
b) Kesederhanaan
Isi
media sebaiknya ringkas, sederhana, dan dibatasi pada hal-hal yang penting
saja. Konsep tergambar dengan jelas, tulisan jelas, sederhana, dan mudah
dibaca.
c) Kesatuan
Maksud
kesatuan di sini adalah adanya hubungan antara unsur-unsur visual dalam
kesatuan fungsional secara keseluruhan. Kesatuan ini dapat dinyatakan dengan
unsur-unsur yang saling menunjang. Kesatuan dapat pula ditunjukkan dengan
alur-alur tertentu, seperti garis, anak panah, bentuk, warna, dan sebagainya.
d) Penekanan
Penekanan
pada bagian-bagian tertentu diperlukan untuk memusatkan perhatian. Penekanan
dapat ditunjukkan melalui penggunaan ukuran tertentu, warna tertentu, dan
sebagainya.
e) Keseimbangan
Ada
dua macam keseimbangan, yakni keseimbangan formal (ditunjukkan dengan pembagian
secara simetris) dan keseimbangan informal (ditunjukkan dengan pembagian
asimetris).
Penerapan
prinsip-prinsip di atas dapat lebih berhasil jika ditunjang dengan unsur-unsur
visual seperti: garis, bentuk, tekstur, ruang, dan warna. Garis dalam media
visual dapat menghubungkan unsur-unsur bersama dan akan membimbing siswa untuk
mempelajari media dalam urutan tertentu. Bentuk yang tidak biasa dapat
menimbulkan suatu perhatian khusus pada sesuatu yang divisualkan. Ruang terbuka
diiringi dengan unsur-unsur visual dan kata-kata akan mencegah rasa berjejal
dalam suatu media. Tekstur, memberi sentuhan rasa tertentu, dapat dipakai
sebagai pengganti warna, memberi penekanan, pemisahan, atau untuk meningkatkan
kesatuan. Warna merupakan unsur tambahan yang sangat penting dalam media visual,
dapat memberikan penekanan, pemisahan, atau kesatuan. Akan tetapi pemilihan
warna harus digunakan dengan hati-hati untuk memberikan pengaruh terbaik.
Penggunaan terlalu banyak warna akan mengganggu pandangan dan dapat menimbulkan
salah persepsi pada pesan yang dibawakan.
f) Optimalkan Komponen Pemicu (Triger)
Apa
yang dimaksud dengan komponen pemicu (triger)? Yang dimaksud dengan komponen
pemicu dalam multimedia pembelajaran meliputi judul, tujuan pembelajaran dan
appersepsi yang menarik dan menantang.
g) Sulap Judul menjadi Lebih Menarik dan
Menantang
Judul,
merupakan titik awal sebagai penarik perhatian pengguna. Tapi, banyak pembuat
multimedia pembelajaran yang kurang memperhatikan hal ini. Sering dijumpai,
judul dinyatakan dengan kalimat yang kaku. Padahal, judul dapat dirumuskan
dalam kalimat yang lebih menantang dan menarik. Coba bandingkan contoh rumusan
judul berikut ini! Daripada kita menggunakan judul “TATA SURYA”, akan lebih
menarik jika kita rubah menjadi “SEPERTI APAKAH KEADAAN DI LUAR ANGKASA?”
· Daripada kita menggunakan judul “BIAYA,
PENERIMAAN DAN RUGI/LABA”, tentu akan lebih menarik jika kita sulap menjadi
“CARA MUDAH MENGHITUNG RUGI LABA”;atau
· Daripada kita menggunakan judul
“INTEGRAL”, akan lebih menarik jika diganti dengan “MENGHITUNG LUAS
BENTU-BENTUK TIDAK BERATURAN”.
h) Modifikasi Tujuan Pembelajaran
Beberapa
kelemahan yang sering saya temui dari multimedia pembelajaran adalah (a) tidak
adanya tujuan pembelajaran; dan (b) walaupun ada, tidak dinyatakan dengan
redaksi yang jelas, realistis, dapat diukur dan menantang/menarik perhatian
pengguna. Mengapa? Karena pengembang selalu terpaku pada rumusan kompetensi
dasar atau indikator yang telah ada dalam kurikulum. Padahal, secara kreatif
redaksi kompetensi dasar atau indikator dalam kurikulum dapat diperhalus dengan
kalimat yang tidak hanya lebih jelas, realistis, dan dapat diukur, tapi juga
menarik serta menantang.
Pengguna
(user) perlu diberitahu manfaat ayang akan diperoleh dari multimedia
pembelajaran. dePorter dkk, mengistilahkannya dengan istilah AMBAK (Apa
Manfaatnya BAgi Ku?). Dengan rumusan tujuan yang jelas, siswa mengetahui
manfaat dan arah yang jelas saat menggunakan media tersebut. Perlu diperhatikan
bahwa media pembelajaran juga berkaitan dengan kerangka waktu. Dengan tujuan
yang jelas, maka pencapaian tujuan dapat disesuaikan dengan kerangka waktu yang
ada dan relevan dengan kebutuhan pengguna. Demikian pula dengan manfaat dari
media pembelajaran harus memberikan peluang bagi pengguna untuk ‘merasakan’
kegunaan lain selain sebagai media pembelajaran pokok. Oleh karena itu
kalimat-kalimat ajakan dan sapaan psikologis yang dapat memberikan ikatan
emosional (engagement) bagi pengguna menjadi perlu, sehingga memunculkan
interaktifitas yang tinggi dari multimedia tersebut. Coba bandingkan contoh
rumusan tujuan pembelajaran berikut!
“Setelah
mempelajari media ini, siswa akan dapat menjelaskan terjadinya jantung
koroner.”
Dengan tidak
mengurangi makna inti, rumusan tujuan pembelajaran tersebut dapat kita sulap sedikit
menjadi:
“Dalam waktu 15
menit, Anda (Kamu) akan mampu menjelaskan hal-hal yang dapat menyebabkan
terjadinya jantung koroner dengan baik.”
i) Berikan Appersepsi yang Kontekstual
Kotentektual
memiliki makna, mengaitkan apa yang telah diketahui atau dialami pengguna
dengan apa yang akan dipelajari dalam multimedia pembelajaran. Kontekstualitas
dalam apersepsi menjadi penting, karena kita mencoba ‘menarik’ mereka ke dunia
yang kita ciptakan dalam media, melalui hal-hal yang dianggap paling ‘akrab’
dengan pengguna. Disinilah diperlukan kalimat atau narasi penghubung dari ‘dua
dunia’ yang mungkin berbeda. Dengan menyatukan kedua dunia ini, maka pengguna
‘merasa diajak’ berkomunikasi dengan media kita. Jika perlu gunakan, bahasa
yang ‘menantang’ dan sedikit ‘memprovokasi’ dalam artian positif. Mari kita
perhatikan contoh appersepsi berikut: “Selamat datang dalam software
pembelajaran fisika. Dalam software pembelajaran ini, kamu akan mempelajari
tentang impuls, momentum dst…..”
(Catatan: contoh
kalimat atau narasi seperti ini biasanya muncul sebagai kalimat pembuka)
Tentunya
akan lebih baik jika dibuat lebih kontekstual dengan materi yang akan dibahas
dalam multimedia tersebut. Perhatikan contoh yang satu ini:
”Anda tentu
pernah bermain bola basket. Bagaimana bola basket dapat memantul dengan
sempurna? Begitu pula halnya dengan bola volley atau bola sepak. Bagaimana hal
tersebut bisa terjadi? Topik ini akan membahas tuntas pertanyaan tersebut. …
dst.”
(Catatan:
Appersepsi seperti ini bisa dalam bentuk teks atau divisualisasikan dalam
bentuk narasi (audio), animasi plus narasi, atau bahkan video)
BAB
III
SIMPULAN
Dari pemaparan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan,
yakni:
3.1 Media pembelajaran merupakan suatu sarana
untuk terciptanya suatu proses belajar mengajar yang dapat menunjang
efektivitas keberhasilan belajar siswa.
3.2 Media pembelajaran tidak hanya digunakan
dalam kelas saja, akan tetapi tidak menutup kemungkinan digunakan di luar
proses belajar mengajar.
3.3 Macam-macam media pembelajaran dapat
dikelompokkan dalam 1) Media audio visual gerak; 2) Media audio visual diam; 3)
Media audio semi gerak.; 4) Media visual gerak; 5) Media visual diam; 6) Media
visual semi gerak; 7) Media audio; 8) Media cetak.
3.4 Media dalam pembelajaran memiliki fungsi dan
peran yang sangat penting, diantaranya media pembelajaran dapat mengatasi
keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik;
3.5 Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
pemilihan media, antara lain: 1) Tujuan intruksional yang akan dicapai; 2)
Karakteristik siswa atau sasaran; 3) Jenis rangsangan belajar yang diinginkan;
4) Keadaan latar belakang atau lingkungan; 5) Kondisi tempat; 6) Luasnya
jangkuan yang ingin dicapai.
3.6 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan media pembelajaran, antara lain: 1) Penataan unsur Visual; 2)
Kesederhanaan; 3) Kesatuan; 4) Penekanan; 5) Keseimbangan; 6) Optimalkan
Komponen Pemicu (Triger), 8) Sulap Judul menjadi Lebih Menarik dan Menantang;
9) Modifikasi Tujuan Pembelajaran; 10) Berikan Appersepsi yang Kontekstual
DAFTAR
PUSTAKA
Darajat, Zakiah
1992. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:
Bumi Aksara
Hamalik, Oemar
1994. Media Pendidikan, Bandung:
Citra Adtya Bakti
Mudhofir, 1993 Teknologi Intruksional, Bandung: Remaja
Rosda Karya
Podjiastuti,
Sri. 2000. Media Pembelajaran.
Surabaya: Unipress.
Rohani, Ahmad
1991 Pengelolaan Pelajaran, Jakarta:
Rineka Cipta
Sadiman, Arif
1993. Media Pendidikan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Sudjana, Nana 1995. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar