Adat, Tradisi, Agama, Budaya Hindu Bali

Minggu, 15 Desember 2019

MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA HINDU DI INDIA



MAKALAH SEJARAH AGAMA HINDU
 SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA HINDU DI INDIA





Nama : Ni Nyoman Sintia Meriani
NPM : 19.1.007






PRODI AGAMA HINDU
STKIP AGAMA HINDU AMLAPURA
TAHUN AKADEMIK 2019/2020



KATA PENGANTAR

  Puji syukur saya panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa karena atas perkenan dari Beliau lah saya bisa menyelesaikan makalah ini . Dengan judul makalah “SEJARAH AGAMA HINDU DI INDIA”
Adapun makalah ini saya susun atas dasar kelengkapan tugas mata kuliah Agama Hindu. Dan agar para mahasiswa juga dapat mengetahui tentang sejarah Agama Hindu, dan bagaimana perkembangannya di India dari awal sampai saat sekarang ini, serta teori teori yang muncul dari para ahli sejarah Agama Hindu. Dalam penyusunan makalah ini, saya menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan di dalamnya, maka untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari para pembaca dalam kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa dalam membantu proses belajar sejarah dan perkembangan Agama Hindu di India.























DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar  belakang ..................................................................................................................
1.2 Rumusan masalah ..............................................................................................................
1.3 Tujuan ...............................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Agama Hindu di India
2.2 Perkembangan Zaman Weda
2.3 Perkembangan Zaman Brahmana
2.4 Perkembangan Zaman Upanisad
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA


















BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perkembangan agama Hindu tidak dapat lepas dari peradaban lembah Sungai Indus, di India. Di Indialah mulai tumbuh dan berkembang agama dan budaya Hindu . Dari tempat tersebut mulai menyebarkan agama Hindu ke tempat lain di dunia. Orang pribumi sendiri agama Hindu disebut Sanatama Dharma, yang berarti agama yang kekal. Dengan ini orang Hindu manyatakan keyakinan, bahwa agama tidaklah terikat zaman, agama ada bersamaan dengan hidup, sebab agama adalah makanan rohani manusia.  Agama Hindu tumbuh bersamaan dengan kedatangan bangsa Arya (cirinya kulit putih, badan tinggi, hidung mancung) ke Mohenjodaro dan Harappa melalui celah Kaiber (Kaiber Pass) pada SM dan mendesak bangsa Dravida (berhidung pesek, kulit gelap) dan bangsa Munda sebagai suku bangsa asli yang telah mendiami daerah tersebut. Bangsa Dravida disebut juga Anasah yang berarti berhidung pesek dan Dasa yang berarti raksasa. Bangsa Arya sendiri termasuk dalam ras Indo Jerman. Awalnya bangsa Arya bermata pencaharian sebagai peternak kemudian setelah menetap mereka hidup bercocok tanam. Bangsa Arya merasa ras mereka yang tertinggi sehingga tidak mau bercampur dengan bangsa Dravida. Sehingga bangsa Dravida menyingkir ke selatan Pegunungan Vindhya . Agama Hindu sebenarnya adalah suatu bidang keagamaan dan kebudayaan yang meliputi zaman sejak kira-kira 1500 SM hingga sekarang. Dalam perjalanan berabad-abad itu agama Hindu berkembang sambil berubah dan terbagi-bagi, sehingga agama ini memiliki ciri-ciri yang bermacam-macam
Rumusan Masalah
Bagaimana perkembangan Agama Hindu di India?
Bagaimana perkembangan keagamaan pada zaman weda?
Bagaimana perkembangan keagamaan pada zaman brahmana?
Bagaimana perkembangan keagamaan pada zaman upanisad?

Tujuan
Untuk mengetahui perkembangan Agama Hindu di India
Untuk mengetahui perkembangan keagamaan pada zaman weda
Untuk mengetahui perkembangan keagamaan pada zaman brahmana
Untuk mengetahui perkembangan keagamaan pada zaman upanisad

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ikhtisar Perkembangan Agama Hindu di India
Sumber-sumber pokok Sejarah Perkembangan Agama Hindu di India adalah kitab-kitab suci Hindu yang terhimpun dalam Weda Sruti, Weda Smerti, Itihasa, Upanisad dan sebagainya. Pertumbuhan filsafat keagamaan (Darsana) dan perkembangan pelaksanaan keagamaan di India, tidak dapat melepaskan diri dari sumber-sumber tersebut, sehingga perkembangan agama senantiasa bersifat religius, dalam arti dijiwai dan bernafaskan keagamaan. Agama Hindu merupakan sumber kekuatan batin yang menjiwainya.
Agama Hindu merupakan salah satu Agama tertua di dunia, Perkembangan Agama Hindu di India dimulai pada peradaban lembah sungai Sindhu ( 3000 SM-2000 SM ), dimana pada masa tersebut sudah terdapat suatu peradaban yang sangat maju yang dibangun oleh penduduk asli India, yang kemudian diketahui bahwa penduduk asli tersebut adalah suku bangsa Dravida yang memiliki ciri-ciri: beerkulit hitam, berhidung pesek, berambut keriting dan berbadan pendek. Terdapat dua meninggalan arkeologis yang sangat penting yaitu penemuan situs mahenjodaro dan Harappa, peninggalan-peninggalan situs ini membuktikan bahwa pada penduduk bangsa Dravida memiliki suatu peradaban yang sangat tinggi dan terstruktur. Agama bangsa Dravida atau Agama lembah sungai Sindhu memberikan pengaruh yang sangat besar bagi Agama dan kebudayaan Weda yang berkembang belakangan, bersamaan dengan datangnya bangsa Arya ke India. Kebudayaan lembah sungai Sindhu perlahan-lahan mempengaruhi kebudayaan bangsa Arya sehingga terjadi akulturasi antara kebudayaan lembah sungai Sindhu dengan kebudayaan bangsa Arya (kebudayaan Agama Weda), walaupun pada akhirnya kebudayaan Wedalah yang lebih mendominasi. Pengaruh peradaban sungai Sindhu terhadap Agama Weda dapat dijelaskan melalui ciri-ciri penting Agama bangsa Dravida, sebagai berikut:
Pemujaan kepada Dewi Ibu (Mother Goddness)




Ciri-ciri yang sangat menonjol dalam kepercayaan bangsa Dravida adalah pemujaan pada Dewi Ibu ( Mother Goddness), bukti adanya ciri pemujaan ini tersebar di sekitar lembah sungai Sindhu, bahkan meluas jauh dari lembah sungai Sindhu. Dewi Ibu (Mother Goddness) digambarkan sebagai wanita gemuk yang  telanjang dengan posisi mengangkang, tengkurap, terlentang dan berdiri, dari tubuhnya keluar tumbuh-tumbuhan. Bangsa Dravida percaya bahwa Dewi Ibu (Mother Goddness) merupakan sumber dari semua ciptaan selain itu juga dipercaya sebagai dewi kesuburan, penguasa tumbuh-tumbuhan, penguasa dan pemberi kekuatan magis.
  Pemujaan kepada Dewa Purusha (Male God)
Bersama dengan pemujaan kepada Dewi Ibu ( Mother Goddness) juga dipuja dewa laki-laki atau Dewa Purusha (Male God) dalam salah satu materai (seal). Ditemukan sebuah ukiran yang berwujud manusia bertanduk dua memakai ikat kepala dan dikelilingi oleh beberapa binatang. Wujud ukiran tersebut menyerupai orang yang sedang bermeditasi atau beryoga, wujud ini di anggap sebagai cikal bakal shiwa sebagai shiwa yogiswara. Wujud orang yang bermeditasi yang ditemukan di lembah sungai Sindhu sangat sesuai dengan sebutan Shiwa Mahayogi atau Shiwa Yogiswara dalam Agama Hindu. Kemudian, sebagai Pasupati dapat dijelaskan dengan adanya binatang-binatang disekitarnya. Perwujudan dewa laki-laki sebagai Dewa Pasupati juga dapat dilihat dari dua buah tanduk dan jata, yang mengingatkan dengan konsep trisula. Eksistensi yang serupa dewa pasupati atau dewa  shiwa kemudian diperkuat dengan bukti ditemukan sebuah batu yang menyerupai lingga (Mujamdar, 1998:25)
  Pemujaan Lingga (Ithy-Phallicism)
Pemujaan lingga merupakan penemuan penting dari kebudayaan lembah sungai Sindhu, kepercayaan ini dianggap lebih primitive dari pemujaan patung (iconic worship). Bukti adanya pemujaan pada lingga ini ditandai dengan penemuan batu berbentuk pallus (alat kelamin laki-laki) yang berbentuk kerucut dan silinder. Wujud lingga ini banyak dipuja oleh umat Hindu sampai sekarang (Rajeev, 1990:12)
 Pemujaan kepada pohon dan binatang
Pemujaan kepada pohon ditandai dengan ditemukannya bukti berupa gambar-gambar pohon bersama-sama dengan dengan wujud manusia dengan atribut-atributnya. Terdapat beberapa pohon yang dilukiskan dalam materai (seal) antara lain: pohon pipal, beringin, akasia (Luniya, 2002:31). Sementara itu tanda-tanda adanya pemujaan pada binatang ditandai dengan adanya gambar-gambar seperti ular, lembu, harimau, kerbau, badak, gajah, dan binatang aneh bertanduk satu (unicorn) (Mahajan, 2001:69). Terdapat beberapa pendapat mengenai kemungkinan tujuan dan fungsi pemujaan kepada binatang ini, antara lain: (a) sebagai pemujaan kepada pohon atau binatangitu sendiri (animism dan dinamisme), (b) sebagai kendaraan dewa tertentu, (c) sebagai simbol-simbl yang berkaitan dengan dewa tertentu . pendapat ini dapat dipahami karena binatang-binatang yang dipuja oleh orang-orang di lembah sungai Sindhu ini memiliki keserupaan ddengan wahaa dewa-dewa yang dipuja dalam kesusastraan Weda berikutnya. Seperti misalnya, lembu sebagai wahana Dewa Shiwa, harimau sebagai wahana Dewi Duga, gajah sebagai wahana Dewa Indra.
  Pemujaan pada Patung dan Arca (Iconism)
Pemujaan terhadap patung meerupakan salah satu yang terpenting dalam kebudayaan lembah sungai Sindhu yang tidak dikenal dalam Agama Weda (Luniya,  2001:33). Bukti adanya pemujaan patung ini ditandai dengan ditemukannya sebuah patung yang menyerupai seorang yogi, dengan ciri-ciri mata memicing melihat ujung hidung (Mahajan, 2002:63).
2.2  Perkembangan Keagamaan pada Zaman Weda
Kedatangan bangsa Arya di India merupakan awal di mulainya Zaman Weda. Kedatangan bangsa Arya ini disertai dengan pertempuran–pertempuran melawan Bangsa Drawida. Dalam Rigweda disebutkan bahwa bangsa Arya menjumpai penduduk yang kecil badannya, berkulit hitam, berhidung pesek, dan tinggal di pur atau yang lazim dikenal rumah benteng. Bangsa Arya menyebut bangsa Drawida dengan nama dasyu yang berati budak. Dan dengan sebutan itu menunjukan bahwa bangsa Arya telah menaklukkan bangsa Drawida.
Pada dasarnya keagamaan pada jaman Weda sesungguhnya adalah kebudayaan bangsa Arya yang sumber utamanya terdapat pada:
Rigweda, yang berisi 1028 sukta atau syair–syair pujian terhadap dewa–dewa.
Samaweda, sebagian berisi syair–syair dari Rigweda tetapi seluruhnya berisi tanda–tanda nada untuk dapat dilagukan.
Yajurweda, berisi doa–doa untuk mengantar saji–saji (sesajen) yang disampaikan kepada dewa dengan diiringi pengajian Rigweda dan nyanyian Samaweda.
Keagamaan jaman Weda mengenal banyak sekali dewa. Selanjutnya dewa–dewa ini masing–masing dihubungkan dengan tenaga alam, yang menguasai dan mempengaruhi kehidupan manusia. Bahkan tenaga alam itu yang dipuja–puja sebagai dewa, yang disertai segala sifat kemanusiaan. Sedangkan nama dewa itu diambil dari nama tenaga alam ini sendiri diantaranya:
Agni adalah dewa api
Wayu  adalah dewa angin
Surya adalah dewa matahari.
Candara adalah dewa bulan
Marut adalah dewa badai
Dan dewa–dewa lain adalah waruna dewa angkasa, parjanya dewa hujan, indra dewa perang, acwin dewa kembar yang menjadi dewa kesahatan, usa dewa fajar, dan sebagainya.
Yang mendapat pemujaan paling banyak adalah indra dan agni. Dalam tradisinya biasanya para dewa diberikan sesaji–sesaji yang menjadi kebajiban setiap keluarga, terutama ditujukan untuk mendapatkan anugrah yang nyata dari dewa adalah apa–apa yang erat sekali hubungannyadengan keperluan hidup sehari–hari seperti, kekayaan akan ternak, harta dan anak, kebebasaan dari suatu kesengsaraan, kesehatan, hujan, juga hasil dalam suatu usaha kemenangan dalam perang, dan sebagainya.
 Pada zaman ini tidak diajar kepada umat untuk membuat dan menyembah patung melaikan sembayang di tempat terbuka. Didalam memuja dan memuji seorang dewa, maka dewa yang bersangkutan ini digambarkan sebagai dewa satu–satunya yang ada, seakan–akan tidak ada dewa–dewa yang lain. Sehingga terdapat kesan bahwa keagamaannya bersifat monoteisme. Sifat mematahkan kenyataan bahwa pada jaman weda ini mempercayai banyak dewa (politeisme), di namakan henoteisme.

2.2 Perkembangan Keagamaan pada Zaman Brahmana.
Brahmana adalah kitab–kitab suci yang menguraikan dan menjelaskan hal–hal tentang sesaji dan upacaranya. Kata Brahmana berasal dari kata “Brahman” yang berarti Do’a yaitu ucapan-ucapan suci yang diucapkan oleh Brahmana pada waktu pelaksanaan upacara. Memang pada Zaman Brahmana ini yang keagamaanya berpusat kepada sesaji. Tiap sesaji diletakkan dengan cermat dan sesuai dengan peraturannya, dan bila peletakan sesaji itu melenceng maka hukum sesaji itu tidak sah. Dengan demikian golongan pendeta menjadi golongan utama pada zaman ini. Para pendeta tersebut tidak hanya memegang kekuasaan agama (brahma) tetapi juga memegang kekuasaan kenegaraan (ksatria) dan juga rakyat biasa (wis). Serta pada zaman ini pembagian kasta sangat tegas yakni terdapat 4 kasta:
Brahmana yang terdiri dari golongan pendeta
Ksatria yang terdiri dari golongan raja dan bangsawan.
Waisya yang terdiri dari pedagang dan buruh menengah
Sudra yang terdiri dari para petani, buruh kecil, dan budak.
Pada aturannya hanyalah kaum brahmana yang mampu melakukan dan meletakkan sesaji pad tempatnya dengan benar. Dengan fakta tersebut maka kaum Brahmana beranggapan bahwa dewa–dewapun tergantung kepada mereka. Sebab kaum brahma beranggapan bahwa dewa tidalah berarti tanpa adanya sesaji. Dengan anggapan demikian maka mereka tidak hanya menguasai keselamatan manusia tetapi juga keselamatan para dewa. Merekapun juga berkedudukan sebagai dewa di dunia yaitu dewa yang menguasai sesaji dan sesaji itulah yang menguasai segalanya.
Mengingat pentingnya sesaji dan upacara–upacara yang begitu rumit maka dibuatlah kitab penuntun yang disebut Kalpasutra. Kitab ini mempunyai dua macam sesuai dengan macam sesaji itu sendiri yaitu:
Grhyasutra yaitu penuntun sesaji sesaji kecil dalam lingkungan keluarga.
Crautasutra yaitu sesaji –sesaji besar dalam lingkungan raja dan negara.
Saji kecil dilakukan oleh keluarga sendiri guna keselamatan anggotanya. Diselenggarakan setiap hari dengan sembanyang sehari–hari. Dan juga pada waktu yang menyangkut kehidupan keluarga seperti kelahiran, pemberian nama kepada anak, perkawinan dan kematian jadi serupa dengan selamatan.
Saji besar yang disertai dengan api unggun umumnya hanya dilakukan oleh para raja guna keselamatan negara dan rakyatnya. Di antara sesaji besar yang terkenal adalah Rajasurya yaitu upacara penobatan raja dan Acwamedha atau saji kuda yang ditandai oleh melepaskan kuda supaya pergi sesuka hatinya, sengan diiringi oleh para tentara. Hal ini dimaksutkan setiap jengkal tanah yang di lalui oleh kuda itu merupakan kekuasaan sang raja yang melepaskan.
Pada Zaman Brahmana, Agama Hindu berkembang sampai ke India Tengah yaitu di Dataran Tinggi Dekan dan Lembah Yamuna. Di tempat ini pula ditulis peraturan-peraturan mengenai tuntunan tentang kehidupan (tata susila). Peraturan dan tuntunan ini ditulis berdasarkan Kitab Weda Sruti, sehingga isinya tidak perlu di ragukan kebenarannya. Selama kurun waktu Zaman Brahmana kegiatan keagamaan ditekankan pada pembuatan persembahan sesaji, sehingga periode ini disebut dengan Zaman Brahmana

2.3 Perkembangan Keagamaan pada Zaman Upanisad
Ajaran-ajaran Upanisad dapat disebut Monisme yang bersifat idealis, artinya ajarannya mengajarkan bahwa segala sesuatu dapat dikembalikan kepada suatu asas. Adapun asas yang satu itu adalah Brahman dan Atman. Brahman adalah asas alam semesta dan Atman adalah asas manusia. Berbeda dengan Zaman Weda yang pola keagamaannya berkisar kepada pemujaan dewa maupun tenaga alam guna mendapatkan keberuntungan pada Zaman Upanisad ini keagamaan dibalikkan dari soal lahir menjadi soal batin. Bukan upacara maupun sesajen yang dipentingkan melainkan pengetahuan batin yang lebih tinggi yang dapat membuka tabir rahasia alam gaib itulah yang menjadi pokok pandangan hidup. Pedeoman hidup yang disebut triwarga, terdiri atas Dharma (kewajiban-kewajiban agama dan masyarakat), artha (usaha-usaha untuk mengumpulkan harta) dan kama (usaha-usaha untuk mendapatkan kesenangan dan kenikmatan), tidak lagi dianggap mencukupi dan tidak lagi dicita-citakan. Timbulah cita-cita yang lebih luhur lagi yaitu moksa. Cita-cita ini berpangkal pada kepercayaan, bahwa hidup itu berlangsung berulang kali. Setelah mati, manusia itu akan hidup kembali, dan tiap hidup baru itu ditentukan sifat dan kedudukannya oleh perbuatan-perbuatan (karma) dalam hidupnya yang lalu. Hukum karma ini menimbulkan sangsara, yaitu lingkaran yang merangkaikan hidup-mati-lahir kembali-hidup lagi-mati lagi dan seterusnya. Maka cita-cita yang luhur itu ialah berusaha untuk melepaskan diri dari samsara, membebaskan diri dari hukum karma, agar menjadi sempurna dan tidak dilahirkan lagi.
Arus baru dalam pandangan hidup ini erat sekali hubungannya dengan kehidupan para wanaprastha. Banyak para petapa kewajiban-kewajiban agama dan masyarakat), artha (usaha-usaha untuk mengumpulkan harta) dan kama (usaha-usaha untuk mendapatkan kesenangan dan kenikmatan), tidak lagi dianggap mencukupi dan tidak lagi dicita-citakan. Timbullah cita-cita yang lebih luhur lagi yaitu moksa. Cita-cita ini berpangkal pada kepercayaan, bahwa hidup itu berlangsung berulang kali. Setelah mati, manusia itu akan hidup kembali, dan tiap hidup baru itu ditentukan sifat dan kedudukannya oleh perbuatan-perbuatan (karma) dalam hidupnya yang lalu. Hukum karma ini menimbulkan sangsara, yaitu lingkaran yang merangkaikan hidup-mati-lahir kembali-hidup lagi-mati lagi dst. Maka cita-cita yang luhur itu ialah berusaha untuk melepaskan diri dari samsara, membebaskan diri dari hukum karma, agar menjadi sempurna dan tidak dilahirkan lagi.
Arus baru dalam pandangan hidup ini erat sekali hubungannya dengan kehidupan para wanaprastha. Banyak para petapa yang sudah jauh dalam ilmu kebatinannya, dilingkungi oleh murid-murid yang datang berguru, karena ingin pula mengetahui seluk beluk hidup dalam hubungannya dengan maksud daripadanya yang sebenarnya.
Arti kata Upanisad adalah (duduk di bawah menghadap), yaitu menghadap kepada guru untuk menerima ajaran. Karena apa yang dibentangkan dalam hutan dan kesunyian itu bukan soal sehari-hari, lagipula sangat pelik dan berbahaya, maka ajaran itu bersifat rahasia. Dalam Upanisad, yaitu kitab-kitab yang berisi ajaran-ajaran itu, tiap hal selalu dimulai dengan kata-kata (iti rahasyam). Isi Upanisad dapt diringkas dalam satu pokok, ialah atmawidya yaitu pengetahuan tentang atman atau jiwa.
Alam ini beserta segala isinya banyak sekali ragam dan bentuknya. Ada manusia, ada binatang, ada benda, dan masing-masing beraneka warna pula jenis dan macamnya. Kenyataannya ialah, bahwa manusia nantinya mati, dan lenyap-hancur, akhirnya lenyap. Jadi adanya semua itu hanyalah untuk sementara, yaitu hanya dalam keadaan, tempat dan batas waktu tertentu.
Pada zaman ini Agama hindu yang berkembang di dataran tinggi dekan dan lembah Sungai Yamuna, terus meluas ke lembah sungai Gangga adalah daerah yang di huni oleh penduduk dengan sumber kehidupan beraneka ragam, namun yang utama adalah berdagang. Dengan pola pikir perekonomian penduduk lembah sungai gangga tidak menginginkan praktek kehidupan beragama secara upacara yang berlebihan.

























BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Perkembangan agama Hindu di India, pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 fase, yakni Jaman Weda, Jaman Brahmana, Jaman Upanisad dan Jaman Budha. Dari peninggalan benda-benda purbakala di Mohenjodaro dan Harappa, menunjukkan bahwa orang-orang yang tinggal di India pada jamam dahulu telah mempunyai peradaban yang tinggi. Salah satu peninggalan yang menarik, ialah sebuah patung yang menunjukkan perwujudan Siwa. Peninggalan tersebut erat hubungannya dengan ajaran Weda, karena pada jaman ini telah dikenal adanya penyembahan terhadap  Dewa-dewa. Jaman Weda dimulai pada waktu bangsa Arya berada di Punjab di Lembah Sungai Sindhu, sekitar 2500 s.d 1500 tahun sebelum Masehi, setelah mendesak bangsa Dravida kesebelah Selatan sampai ke dataran tinggi Dekkan. bangsa Arya telah memiliki peradaban tinggi, mereka menyembah Dewa-dewa seperti Agni, Varuna, Vayu, Indra, Siwa dan sebagainya. Walaupun Dewa-dewa itu banyak, namun semuanya adalah manifestasi dan perwujudan Tuhan Yang Maha Tunggal. Tuhan yang Tunggal dan Maha Kuasa dipandang sebagai pengatur tertib alam semesta, yang disebut “Rta”. Pada jaman ini, masyarakat dibagi atas kaum Brahmana, Ksatriya, Vaisya dan Sudra.

3.2 Saran
Demikianlah makalah ini saya susun, agar dapat berguna bagi para pembaca dan dapat mngetahui bagaimana sejarah Agama Hindu dan perkembangan nya di India. Saya sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah kami ini, untuk itu saran yang mmbangun sangat saya harapkan demi terwujudnya makalah yang sempurna.














DAFTAR PUSTAKA

Sintia, Ni Nyoman (20019) Pendidikan Agama Hindu 1 Karangasem STKIP
Wikipedia (2019) http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Hindu




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar