DASA MALA
OLEH:
I KADEK NUARTA
NPM. 19.1.120
STKIP AGAMA HINDU
AMLAPURA
2020
KATA
PENGANTAR
Asung Kerta Wara Nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena
atas Karunia-Nyalah kami dapat menyusun makalah Pendidikan Agama Hindu ini yang
kami beri judul tentang “Dasa Mala”.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan
masih banyak memiliki kekurangan. Maka dengan rendah hati kami mengharapkan
kritikan dan saran dari teman-teman atau guru bidang studi yang sudah membaca
makalah ini, karena saran dari guru bidang studi dan teman-teman akan kami
jadikan sebagai motivasi untuk menyempurnakan makalah yang akan kami buat
selanjutnya.
Menanga,
30 Maret 2020
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR .................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah ....................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Dasa
Mala.................................................................................. 2
2.2 Bagian-bagian
Dasa Mala............................................................................. 2
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................ 5
3.2 Saran......................................................................................................... 5
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dasa Mala merupakan sumber dari kedursilaan, yaitu
bentuk perbuatan yang bertentangan dengan susila, yang cenderung kepada
kejahatan. Semua perbuatan yang bertentangan dengan susila hendaknya kita
hindari dalam hidup ini agar terhindar dari penderitaan.
1.2 Rumusan
Masalah
Dari latar belakang diatas, adapun yang menjadi
rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini, sebagai berikut :
1.
Apa Pengertian Dasa Mala?
2.
Apa Bagian-bagian Dasa Mala?
1.3 Tujuan
Adapula tujuan lain penulis dalam pembuatan makalah
ini adalah, sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui Pengertian
2.
Untuk mengetahui Bagian-bagian Dasa Mala
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Dasa Mala
Dalam
Kitab Bhagawadgita telah disebutkan bahwa pada dasarnya kecederungan budhi
manusia ada dua jenis yaitu Daiwa Sampad dan Asuri Sampad. Asuri sampad adalah
kecenderungan-kecenderungan untuk berbuat tidak baik (Asubha Karma).
Banyal perilaku yang tidak baik yang perlu kita hindari, dan bahkan dalam
ajaran agama Hindu perbuatan-perbuatan yang tidak baik digolongkan Adharma dan
merupakan musuh dalam diri manusia. Ada beberapa kelompok musuh di dalam diri
manusia yaiti : Tri Mala, Sad Ripu, Sad Atatayi, Sapta Timira dan Dasa Mala.
Dasa Mala adalah sepuluh macam sifat-sifat yang kotor/tidak baik, yang perlu
kita hindari karena tergolong Asubha Karma.
Dasa Mala merupakan sumber dari kedursilaan, yaitu
bentuk perbuatan yang bertentangan dengan susila, yang cenderung kepada
kejahatan. Semua perbuatan yang bertentangan dengan susila hendaknya kita
hindari dalam hidup ini agar terhindar dari penderitaan.
1.2 Bagian-Bagian Dasa Mala
Adapun pembagian dari Dasa Mala tersebut adalah
sebagai berikut :
a.
Tandri artinya yang malas, suka makan dan
tidur saja, tidak tulus, hanya ingin melakukan kejahatan sikap malas adalah
sikap yang dibenci oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena sikap ini merupakan
pintu penghalang untuk mencapai tujuan hidup. Misi kita hidup ke dunia ini
adalah melakukan kerja. Jika ada orang yang lahir ke dunia ini tidak mau
melakukan pekerjaan (malas) mala sia-sialah dia hidup, ia tidak akan bisa
mencapai Kesempurnaan hidup. Hilangkan sifat bermalas-malas karena tidak
ada tujuan yang dapat dicnapai dengan hanya berdiam diri, bahkan sifat malas
akan makin menjauhkan Atma dengan Paramatma. Oleh karena itu hilangkanlah sifat
malas itu lakukanlah tugas dan kewajiban sehingga kita bisa mencapai tujuan
yang diinginkan.
b.
Kleda artinya berputus asa, suka
menunda dan tidak mau memahami maskud orang lain. Sifat putus asa, suka
menunda-nunda suatu pekerjaan tergolong sikap yang didominasi oleh sifat-sifat
tamas. Orang yang dalam kehidupannaya lebih banyak dikuasai oleh sifat-sifat
tamas akan menyebabkan Atma jatuh ke alam neraka. Apabila sifat tamas ini lebih
unggul dari sattwam dari rajas, maka Atma akan menjelma menjadi binatang dan
tumbuh-tumbuhan. Oleh karena kleda ini merupakan penghapang untuk maju/untuk
mencapai Kesempurnaan hidup, maka kita harus mengendalikannya. Jangan
cepat terputus asa dalam melakukan pekerjaan, jangan suka menunda-nuda waktu
untuk melakukan tugas dna kewajiban karena hidup kita hanya sebentar.
c.
Leja artinya berpikiran gelap,
bernafsu besar dan gembira melakukan kejahatan. Pikrian paling menentukan
kualitas perilaku manusia dalam kehidupan di dunia ini. Pikirkanlah yang
mengatur gerak sepuluh indria sehingga disebut Raja Indria. Kalai Raja Indria
tidak baik maka indria tidak baik maka indria yang lain pun menjadi tidak baik
pula. Oleh karena itu marilah jaga kesucian pikiran kita jangan sampai ternoda
dan menjadi gelap. Pikiran gelap, pikiran yang dikuasai oleh gejolak hawa nafsu
sangat merugikan diri kita maupun orang lmain. Upayakan untuk menjaga pikiran
agar tidak gelap/tidak dikuasai oleh hawa nafsu. Ada tiga cara untuk menjaga
kesucian pikiran yaitu :
1.
Si tan engin adengkya ri drbyaning len,
artinya tidak menginginkan milik orang lain.
2.
Si tan krodha ring sarwa sattwa, artinya
tidak membenci semua mahluk.
3.
Si mamituha ring haning
karmaphala, artinya orang yang amat yakin pada kebenaran hukum karmaphala.
d.
Kitula artinya
menyakiti orang lain, pemabuk dan peniru Menyakiti dan membunuh mahluk lain,
lebih-lebih manusia merupakan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama.
Kutila juga berarti pemabuk. Orang yang suka mabuk maka pikirannya akan menjadi
gelap. Pikiran yang gelap akan membuat orang tersebut melakukan hal-hal yang
bersifat negatif termasuk menyakiti orang lain, menipu dan sebagainua. Di dalam
pergaulan ini akan membawa pahala buruk baik pada kehidupan sekarang maupun
pada kehidupan yang akan datang. Oleh sebab itu marilah kita ubah himsa karma
menjadi ahimsa karma. Ahimsa (tanpa kekerasan) berarti menghilangkan yang
menyebabkan mahluk lain menderita, agar kehidupan kita menjadi tenang, tentram
dan bahagia.
e.
Kubaka artinya
pemarah, suka mencari-cari kesalahan orang lain, berkata sembarangan dan keras
kepala. Bila kita emosi atau marah, kita mengeluarkan cairan adrenalin dalam
darah kita. Ini memiliki pengaruh penurunan kekebalan pada badan kita sehingga
kita akan menjadi sakot. Sebaliknya bila kita dipenuhi dengan kasih sayang dan
kedamaian dalam pikiran, maka kita akan mengeluarkan cairan endorfin yang dapat
menambah sistem kekebala tubuh sehingga dapat mencegah penyakit. Kita harus
mengatasi kemarahan dan kebencian yang ada dalam diri kita dengan mengendalikan
emosi sehingga kedamaian hidup dapat tercapai.
f.
Metraya adalah
suka berkata menyakiti hati, sombong, irihati dan suka menggoda istri orang
lain. Perkataan yang diucapkan dengan maksud jahat akan dapat menyakiti orang
lain bahkan bisa menyebabkan kematian baik kepada orang lain maupun kepada diri
sendiri (Wasita nimittanta pati kepangguh). Oleh sebab itu martilah kendalikan
kata-kata kita agar terdengar manis dan mengejutkan, lemah-lembut, ospan,
sehingga dapat menyenangkan orang lain dan diri sendiri (Wasita nimittanta
manemu laksmi. Ada empat macam pengendalian kata-kata yaitu :
1.
Tidak suka mencaci maki
2.
Tidak berkata kasar pada orang lain
3.
Tidak memfitnah
4.
Tidak ingkar janji (tidak berbohong)
g.
Megara artinya
berbuat jahat, berkata manis tetapi pamrih. Perbuatan jahat tergolong asubha
karma dan perbuatan ini akan merupakan penghalang untuk mencapai
tujuan rohani.
Ada tiga macam pengendalian perbuatan agar
tercapai tujuan keharmonisan, yaitu :
1.
Tidak menyiksa/membunuh mahluk lain
2.
Tidak melakukan kecurangan terhadap
harta benda orang lain (tidak mencari)
3.
Tidak berzina
h.
Ragastri artinya
bernafsu dan suka memperkosa Ragasti merupakan sifat-sifat yang bertentangan
dengan ajaran agama. Sifat-sifat seperti itu sifat-sifat asuri
sempat/sifat-sifat keraksasaan. Memperkosa kehormatan orang lain adalah
perbuatan terkutuk dan hina. Sifat-sifat suka memperkosa harus dihindari untuk
menjaga agar tidak terjadi kemerosotan moral. Jika ragastri dibiarkan maka akan
menambah banyak terjadi perbuatan tuna susila.
i.
Bhaksa Bhuana artinya
suka menyakiti orang lain, penipu, dan hidup berpoya-poya Berpoya-poya berarti
mempergunakan harta melebihi batas normal. Hal ini tidak baik dan melanggar
dharma, yang dapat berakibat tidak baik pula. Sering kita lihat di masyarakat ,
bahwa kekayaan yang berlimpah jika penggunaannya tidak didasari oleh dharma
pada akhirnya justru menyebabkan orang akan masuk neraka, seperti mabuk,
mencari wanita penghibur dan sebagainya, selain menuntun budi pekerti kita
berpla hidup sederhana akan bisa juga meningkatkan kesejahteraan dan
kebahagiaan baik lahir maupun batin.
j.
Kimharu artinya
penipu dan pencuri terhadap siapa saja tidak pandang bulu, pendengki dan
irihari. Sifat dengki dari iri hati merupakan salah satu sifat yang kurang baik
(Asubha Karma). Sifat Ini patut dihilangkan dari diri seseorang itu. Bahkan
saking kuatnya sifat dengki dan iri hati bercokol pada diri seseorang,
diperlukan upaya yang kuat pula untuk mengalahkannaya. Karena itu dia katakana
sebagai salah satu musuh dalam diri manusia out. Ingat Sadi Ripu (musuh yang
enam jumlahnya dalam diri manusia itu, yang patut dikalahkan yaitu, Kama, Loba
Krodha, Mada, moha dan Matsarya). Matsarya adakah sifat dengki dan iri hati
juga termasuk salah satu sifat kurang simpatik tetapi juga kurang baik. Bisa
juga tidak etis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap agama di dunia ini pasti mempunyai tempat suci
untuk beribadah. Banyak tempat beribadah di bangun untuk di buat memuja Tuhan.
Pura merupakan tempat suci bagi Umat Hindu. Pada mulanya istilah Pura yang
berasal dari kata Sanskerta itu. Sebelum dipergunakan kata Pura untuk manamai
tempat suci atau tempat pemujaan dipergunakanlah kata “Kahyangan atau Hyang”.
berarti kota atau benteng yang sekarang berubah arti menjadi tempat pemujaan
Hyang Widhi.
B. Saran
Demikian makalah ini dibuat. Kritik dan sarannya
sangat saya harapkan demi perbaikan makalah ini selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar