Jumat, 27 Maret 2020

Galungan, Perkuat budaya “Manyama Braya”


Oleh : Ni Nyoman Wahyuni
Npm : 191048

  
Pendahuluan
Makalah ini saya buat berdasarkan dari hasil wawancara dari tetangga disekitar rumah.di sini saya mencoba membuat makalah mengenai galungan yang memperkuat budaya manyama braya.intinya di dalam setiap kita melakukan kegiatan keagamaan  selalu mengikuti konsep norma yang mengatur kehidupan dalam peradaban, sejak jaman dikenalnya kebudayaan yang terkenal dengan konsep Tri Hita Karana yang masih bertahan hingga kini walaupun berada dalam konsep konsep perubahan social yang selalu berdinamika sebagai salah satu ciri atau karakter peradaban.


 Galungan, Perkuat budaya “Manyama Braya”
Setiap 210 hari sesuai dengan kalender Hindu di Bali tepatnya pada hari Buda kliwon Wuku Dungulan,umat hindu merayakan hari kemenangan dharma melawan adharma. Hari raya ini dikenal dengan nama Galungan yang prosesi pelaksanaannya berkaitan dengan tumpek wariga.pada saat tumpek wariga segala jenis tanaman diberikan sesaji dan didoakan agar pada saat galungan mampu memberikan hasil, daun, bunga dan buah yang dapat dimanfaatkan.berkaitan dengan hal tersebut maka perayaaan Tumpek Wariga memberikan pemahaman tentang bentuk pengendalian diri dan kesadaran umat dalam melestarikan alam lingkungannya.
Dari tahapan pengendalian diri dan kesadaran tersebut dapat terbina rasa saling menghargai,menghormati dan menyanyangi berlandaskan konsep TRI HITA KARANA, Umat hindu diharapkan mampu menjaga hubungan yang harmonis dengan tuhan<parahyangan> . Hubungan yang harmonis dengan sesame umat manuisia <pawongan> dan hubungan yang harmonis dengan alam lingkungan <palemahan>
Dalam proses persiapan perayaan galungan dan bhuana alit melalui perayaan hari raya sugian jawa dan sugian bali.perayaan sugian jawa sebagai bentuk penyucian bhuana agung atau alam semesta agar senantiasa harmonis mampu menjadi wadah kehiupan bagi seluruh mahluk dalam suasana yang damai dan tentram.perayaan sugian bali sebagai bentuk penyucian bhuana alit atau  manusia dan mahluk hidup lainnya,agar mampu hidup secara harmonis dalam suasana yang damai dan tentram sebagai persiapan untuk merayakan kemenangan dhrama yang merupakan kemenangan seluruh kehidupan yang ada.
Perayaan hari raya galungan dimulai dari reite paing wuku dungulan yang disebut dengan hari panyekeban.pada hari ini segala jenis buah buahan biasanya pisang disekep<disimpan>agar cepat matang dan dapat dipersembahkan pada hari raya galungan.buah buahan yang diperoleh  ada yang  berasal dari hasil kebun ada juga dari hasil membeli.diharapkan bila membeli buah berasal dari umat sedarma sebagai wujud menyama braya ,karena dengan buahnya dibeli maka mereka mendapatkan rejeki yang biasa dipergunakan untuk merayakan galungan.disamping itu sebagai wujud memelihara rasa menyame braye.bila memiliki hasil panen buah yang melimpah di kebun sendiri disamping diperjual belikan dapat juga didarmakan kepada sanak keluarga,tetangga dan juga teman maupun sahabat.denganemikian maka rasa menyama braya dapat terpelihara dengan baik sebagai upaya menciptakan kehidupan yang harmonis. Selanjutnya,pada hari some pon wuku dunggulan disebut sebagi hari penyajaan ngalungan. Pada hari ini  umat hindu disibukkan dengan aktifitas membuat jajan sebagai sarana banten yang dihaturkan saat galugan.dalama aktifitas pembuatan jajan ini diharapkan terwujud rasa menyame braya yaitu pembuatan jajan dilakukan dengan sanak keluarga dan dikerjakan secara bersama sama untuk memupuk rasa sagilik saguluk  salumglumg sabayantaka.
Setelah hari penyajaan keesokan harinya yaitu hari angara wage wuku dungulan dilakukan kegiatan pemotongan hewan  <panampahan> .Pada hari ini umat hindu membuat aneka jenis makanan khas bali seperti lawar, sate, jukut ares, marus tum dan  pemotongan hewan dilakukan dengan cara mepatungan <gotong royong> untuk membeli hewan yang akan dipotong <di tampah> dan juga proses pemotongan dan pembagian dagingnya dilakukan secara bersama sama dan merata.dari kegiatan ini akan terpelihara rasa manyama braya diantara umat begitu juga saat mengolah daging menjadi makanan di sana ,memasak tertanam nilai-nilai kebersamaan  dan kekeluargaan dari proses mengolah memasak dan juga adanya kegiatan makan bersama sebagai ungkapan syukur dan juga kebersamaan. setelahkegiatan tersebut, maka pada saatsore harinya dilakukan kegiatan memasang penjor yang dapat juga dilakukan secara bersama sama dengan rasa manyama braya.
Puncak kegiatan perayaan hari raya galungan dilakukan pada hari budha kliwon wuku dungulan.pada hari ini umat hindu mempersembahkan sesaji <banten> dan melakukan persembahyangan sebagai wujud sradha dan bakti di sanggah kemulan atau merajan. pura paibon kahyangan tiga dan juga pura yang ada di sekitar wilayah tempat tinggal.perayaan ini sebagai ungkapan syukur atas segala anugrah yang telah diberikan dan juga wujud dari kemenangan dharma melawan adharma.pemaknaan yang lebih mendalam adalah bagaimana umat hindu mampu menang melawan sifat sifat individualistik,materialistic  dan kapitalis yang mulai merongrong dan menguasai di zaman skarang.bahkan rasa kebersamaan dalam wujud menyame beraya sudah mulai luntur,begitu juga paras paros di antara umat sudah mulai menipis.sepatutnya perayaan  galungan inilah dijadikan sebagai momen untuk membangun kembali rasa manyama braya yang sudah mulai luntur seiring berjalannya waktu.
Tatanan kehidupan yang berlandaskan filsafat tri hita karana bukan hanya sebatas wacana,tetapi mampu wujudkan dan diimplementasikan dalam perayaan galungan ini.Rasa sradha dan bakti kepada ida sang yang whidi wasa smakin ditingkatkan untuk mewujudkan sukerta tata prahyangan.Rasa paras paros,pakede pakenyem,sagilik saguluk salunglung sabayantaka berlandaskan rasa menyama braya dengan sanak keluarga,tetangga,teman sahabat semakin dipererat untuk mewujudkan sukerta tata pawongan

Daftar  Pustaka
Dari hasil wawancara bersama warga disekitar rumah




Tidak ada komentar:

Posting Komentar