Jumat, 27 Maret 2020

ARTIKEL KASTA DALAM AGAMA HINDU

Oleh:

I KOMANG ARTHA SUSILA ADI SUPUTRA

PRODI : AGAMA HNIDU
NPM : 19.1.159
HARI/TANGGAL : JUMAT, 27 MARET 2020


1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasta merupakan suatu sistem pembagian atau pengelompokan masyarakat
berdasarkan fungsi yang dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika
seseorang tersebut bekerja sebagai seorang pendeta atau menjalankan fungsi
fungsi kependetaan maka dia akan berfungsi sebagai kasta brahmana, jika orang
tersebut bekerja sebagai pemimpin di masyarakat maka dia akan berfungsi sebagai
kasta ksatriya, atau jika seseorang bekerja sebagai seorang pejabat penting lainnya
dia akan disebut sebagai orang yang menjalankan kasta waisya, dan jika seseorang
yang melaksanakan pekerjaan sehari-harinya sebagai buruh atau tenaga lepas dari
seseorang maka ia dikatakan sebagai seseorang yang menjalankan fungsi sebagai
kasta sudra (Anak Agung Gde Ika.1987:57)
Sampai saat ini umat Hindu di Indonesia khususnya di Lampung masih
mengalami polemik.Hal ini menyebabkan ketidaksetaraan status sosial diantara
masyarakat Hindu. Masalah ini muncul karena pengetahuan dan pemahaman yang
dangkal tentang ajaran Agama Hindu dan kitab suci Weda yang merupakan
pedoman yang  paling ampuh bagi umat Hindu agar  menjadi manusia yang
beradab yaitu memiliki kemampuan bergerak (bayu), bersuara (sabda) dan
berpikir (idep) dan berbudaya yaitu menghormati sesama ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa tanpa membedakan asal usul keturunan, status sosial, dan ekonomi.
Zaman dahulu, kasta sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Hindu, Selama
berabad-abad penduduk Bali telah diajari bahwa kasta yang tinggi harus lebih
dihormati, begitu juga dalam perkawinan, sedapat mungkin perkawinan itu
dilakukan di antara warga se-klen atau setidak-tidaknya antara orang-orang yang
dianggap sederajat dalam kasta. Perkawinan adat bali itu bersifat endogami klen.
Orang-orang se-klen adalah orang-orang yang setingkat kedudukannya dalam adat
dan agama, dan demikian juga dalam kasta, sehingga dengan berusaha untuk
kawin dalam batas klen-nya, terjagalah kemungkinan-kemungkinan akan
ketegangan-ketegangan dan noda-noda keluarga yang akan terjadi akibat
perkawinan antar-kasta yang berbeda derajatnya. Dalam hal ini terutama harus
dijaga agar anak wanita dari kasta tinggi jangan sampai menikah dengan seorang
pria yang lebih rendah derajat kastanya. Karena suatu perkawinan serupa itu akan
membawa malu kepada keluarga serta menjatuhkan gengsi seluruh kasta dari anak
wanita itu. Dahulu apabila terjadi perkawinan campuran yang demikian, maka
wanita itu akan dinyatakan keluar dari dadia-nya, dan secara fisik suami-istri akan
dihukum buang (maselog) untuk beberapa lama, ke tempat yang jauh dari tempat
asalnya, semenjak tahun 1951 hukum semacam itu tidak pernah dijalankan lagi,
dan pada waktu ini perkawinan campuran antar-kasta sudah relative lebih banyak
dilaksanakan (Koentjaraningrat:2004).
Tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada warga masyarakat yang memiliki
pandangan bahwa dalam kehidupan masyarakat Bali sistem kekeluargaan yang

diatur menurut garis keturunan tidak menunjukkan stratifikasi sosial yang sifatnya
vertikal, dalam arti ada satu kasta yang lebih tinggi dari kasta yang lain. Seiring
perkembangan zaman, aturan tersebut sudah tidak berlaku lagi, biasanya
pernikahan ini terjadi secara sembunyi-sembunyi atau biasa disebut sebagai
"ngemaling" atau kawin lari sebagai alternatifnya. Pengaruh dari perkawinan beda
kasta itu sendiri ialah timbulnya berbagai masalah yang bersumber dari tradisi
yang menyimpang dari Weda. Misalnya dalam kegiatan sosial masyarakat,
mereka yang berkasta lebih tinggi lebih dihormati, selain perbedaan dalam
menggunakan bahasa,kasta juga mempengaruhi tatanan upacara adat dan agama,
seperti pernikahan, dan tempat sembahyang. Pada Pura-Pura besar (Pura Besakih),
semua kasta bisa sembahyang dimana saja, tetapi pada Pura-Pura tertentu yang
lebih kecil, ada pembagian tempat sembahyang antara satu kasta dengan kasta
yang lain agar tidak tercampur. Perkawinan yang ideal bagi masyarakat Bali pada
umumnya adalah perkawinan endogami klen dalam catur warna artinya orang Bali
diharapkan menikah dengan warga se-klen, dan dengan tahapan-tahapan upacara
yang sudah disiapkan oleh pihak keluarga, dan pendeta yang akan memimpin
upacara keagamaan dalam perkawinan tersebut (nanasara.1998:22)

Kabupaten Lampung Selatan yang merupakan salah satu kabupaten yang ada di
Lampung, memiliki sebuah desa yang bernama Balinuraga, Sebagai sebuah
komunitas sosial masyarakat bila berbicara masalah perkawinan, di Desa
Balinuraga terjadi perkawinan beda kasta baik yang dilakukan oleh pihak pria
maupun wanita. Adapun yang menikah dengan kasta yang berbeda hampir dua
puluh pasangan di desa Balinuraga. Timbulnya istilah kasta dalam masyarakat
Hindu adalah karena adanya proses sosial (perkembangan masyarakat) yang
mengaburkan pengertian warna. Pengaburan pengertian warna ini melahirkan
tradisi kasta yang membagi tingkatan seseorang di masyarakat berdasarkan
kelahiran dan status keluarganya.Adapun penerimaan masyarakat berbeda-beda,
ada yang mau menghormati ada yang bersikap biasa saja.

Desa Balinuraga Kecamatan Way Panji Lampung Selatan merupakan daerah yang
penduduknya cukup majemuk. Sebagai daerah yang strategis, maka daerah ini
menjadi sebuah tempat  pertemuan berbagai suku dan bangsa dan berinteraksi
tinggi. Hal yang menarik untuk dikaji disini adalah masyarakat suku Bali yang
cukup unik, karena dilihat dari sudut pandang apapun, suku yang pada awalnya
berada di pulau Bali ini sangat menarik.Masyarakat suku Bali termasuk
masyarakat yang terbuka dan bertoleransi tinggi.Dalam artian tidak menutup diri
dan cukup religius.Upacara perkawinan bagi masyarakat Bali merupakan suatu
persaksian baik kepada Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) maupun
kepada masyarakat luas, bahwa kedua mempelai mengikat dan mengikrarkan diri
sebagai pasangan suami istri yang sah (Anak Agung G. O. N, 1997:57).

Disamping itu ditinjau segi rohaniah, upacara perkawinan ini merupakan
pembersihan diri terhadap kedua mempelai, terutama terhadap kebebasan dari
pengaruh buruk sehingga dapat diharapkan memberi keturunan yang baik dan
sempurna. Pengertian perkawinan menurut Undang-undang perkawinan Republik
Indonesia No. 1 Th. 1974 adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.

Perkawinan merupakan suatu fase yang amat penting dalam kehidupan orang Bali,
karena dengan itu barulah dianggap sebagai warga penuh dari masyarakat dan
baru sesudah itulah ia memperoleh hak-hak dan kewajiban sebagai warga
kelompok atau kerabat (Koentjaraningrat:1987).

B. Analisis Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, penulis mengidentifikasikan masalah
sebagai berikut :
1. Faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan beda kasta pada
masyarakat Bali di Desa Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabupaten
Lampung Selatan.
2. Dampak bagi masyarakat (Bali) yang menikah beda kasta di desa
Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung Selatan.
3. Pengaruh perkawinan beda kasta terhadap sistem kasta pada masyarakat
Bali di desa Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung
Selatan.

2. Pembatasan Masalah
Mengingat cakupan yang begitu luas dalam penelitian ini, penulis hanya
membahas faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan beda kasta pada
masyarakat Bali di desa Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabupaten
Lampung Selatan Propinsi Lampung. Diharapkan dengan pembatasan masalah
tersebut, peneliti dapat menyusun sebuah penelitian yang sesuai dengan tujuan
yang hendak dicapai oleh peneliti.

3. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan penulisan lebih lanjut maka rumusan  masalah sangat
penting untuk dibuat, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan beda kasta pada
masyarakat bali di Desa Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabupaten
Lampung Selatan”.

C. Tujuan, Kegunaan, dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mempunyai tujuan, yaitu :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan beda
kasta pada masyarakat bali di desa Balinuraga Kecamatan Way Panji
Kabupaten Lampung Selatan.

2. Kegunaan Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak
pihak yang membutuhkan :
1. Diharapkan penelitian ini dapat memberi informasi wujud ragam
budaya dan bagi setiap pembaca dapat meningkatkan pemahaman
mengenai Faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan beda kasta
pada masyarakat Bali di daerah tersebut.
2. Bagi peneliti, para pembaca dan institusi terkait lainnya, hasil penelitian
ini dapat digunakan sebagai tambahan wawasan dan tambahan
informasi mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan beda
kasta pada  masyarakat bali di daerah tersebut .

3. Kepada seluruh generasi muda hendaknya tetap melestarikan dan
mempertahankan kebudayaan yang beraneka ragam sifatnya, sehingga
kebudayaan tersebut tidak akan pernah musnah karena kemajuan zaman

3. Ruang Lingkup Penelitian
1. Objek Penelitian : Faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan beda
kasta pada masyarakat Bali.
2. Subjek Penelitian  : Masyarakat Balinuraga
3. Tahun Penelitian  : 2013
4. Tempat Penelitian  :Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabuaten
Lampung Selatan
5. Bidang Ilmu  : Kebudayaan


REFERENSI  Anak Agung, Gde Ika. 1987. Tuntunan Dasa Agama Hindu. Hanoman Sakti. Jakarta.  Koentjaraningrat.2004. Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia. Djambatan. Jakarta. Nanasara.1998. Sistem Kasta 22.scribd.com Op. Cit. Halaman 57 Op. Cit. Halaman 290




1 komentar: