Rabu, 01 April 2020

UPAKARA NGAWIWIT DALAM RITUAL SUBAK DI BALI

UPAKARA NGAWIWIT DALAM RITUAL SUBAK DI BALI

Oleh:
JENI JASMONY
19.1.052


KATA PENGANTAR

Om Swastiastu

Puja dan Puji syukur saya Panjatkan Kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, Asung kerta wara nugrahanya saya telah dapat menyelesaikan makalah dengan tema Upakara Ngewiwit Pengempon Krama Subak di Bali. Dengan terselesainya makalah ini, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Pengurus dan Krama Subak di Desa Tegallinggah, Yang telah banyak memberikan informasi dan masukan karena terbatasnya pengetahuan dan pengalaman dibidang upakara khususnya Ngewiwit, besar harapan saya kepada pembaca agar tak segan - segan memberikan  saran dan kritikan yang berguna sangat kami harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini dan semoga karya tulis ini dapat bermanfaat  sendiri dan juga para pembaca. Terimakasih


Amlapura, 30 Maret 2020


 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1     LATAR BELAKANG
1.2     RUMUSAN MASALAH
1.3     TUJUAN MAKALAH

BAB 2. PEMBAHASAN
     Jenis Upakara Ngewiwit
2.2     Tata Cara Pelaksanaan upakara Ngewiwit

BAB 3. PENUTUP
     Kesimpulan
3.2     Saran



BAB 1.
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dalam Kehidupan Agama Hindu Khususnya di Bali terkait dengan Pengempon atau Krama Subak telah muncul keinginan Umatnya untuk melestarikan budaya adat lokal secara turun temurun yang salah satunya akan saya coba tulis dalam bentuk Makalah  Pentingnya Upakara Ngewiwit dalam Ritual Krama Subak sebelum melakukan proses pola tanam khususnya pola tanam Padi. Upacara yang berasal dari kata sansekerta, Upa dan Cara, Upa berarti Sekeliling atau menunjuk segala dan Cara berarti Gerak atau Aktifitas. Sehingga Upacara dapat diartikan dan dimaknai Gerakan Sekeliling Kehidupan Manusia dalam upaya menghubungkan diri dengan Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa. Aktifitas ini dilakukan berlandaskan atas kesepakatan pararem atau desa kala Patra diamana pengempon subak itu berada.
Rumusan Masalah
Beranjak dari latar belakang tersebut di atas, maka sebagai konsekuensinya akan menimbulkan beberapa permasalahan yang semestinya di kemukakan dan perlu  mendapatkan perhatian untuk dapat di kaji lebih mendalam yaitu:
Apakah tujuan dari upkara tradisional ngewiwit
Pelengkapan Upakara apa saja yang di pergunakan untuk ngewiwit

1.3 Tujuan Makalah
Untuk dapat memberikan kontribuksi Khususnya kepada generasi muda terhadap keberlangsungan demi lestarinya warisan budaya bali yang dapat di laksanakan oleh karma subak melalui upakara ngewiwit 


BAB 2.
PEMBAHASAN
2.1     Jenis Upakara Ngewiwit
Upakara Ngewiwit merupakan sarana atau media krama subak dalam memohon  kesejahteraan untuk bercocok tanam, yang mana Upakara ini biasanya dilaksanakan saat akan terjadi tibakan pola tanam padi di petakan sawah pengempon tempek yang bertujuan untuk ngawit upasaksi memohon kehadapan Dewi Sri atau Dewi Kesuburan yang berstana di Pura Ulun Suwi selaku mani festasi dari Ida SangHyang Widhi Wasa sehingga segala apa yang di tanam bisa hidup berbunga serta berbuah dengan hasil yang melimpah. Sarana Upacara ini yang di kenal dengan Ngewiwit merupakan media umat krama subak selaku umat beragama Sebagai bentuk sujud syukur bakti dan keiklasan atas segala karunianya kepada para petani sehingga kesejahteraan petani bisa hidup sejahtera cukup sandang pangan dan papan. Di Bali Upakara di Populerkan dengan Istilah Banten, yang dimana Banten artinya wali. Maka dari itu Upakara Ngewiwit yang berarti mengandung pengertian Simbolis dan Filosofis, bahwa banten itu merupakan Wakil dari pada isi Alam semesta yang ciptakan oleh Hyang Widhi / Tuhan Yang Maha Esa.
Banten memiliki banyak Jenis dan bentuknya serta bermacam – macam bahannya, banten kelihatannya unik dan rumit. Banten mengandung arti Simbolik dan Filosofis yang tinggi serta berpadu dengan Seni Rupa dan Seni Rias yang mengagumkan sebagai Ungkapan Rasa Syukur Umatnya Kepada Sang Pencipta. Faktor Seni dalam Banten mempunyai arti penting karena dapat menuntun Pikiran kearah keindahan menuju ketenangan Jiwa. Ketenangan Jiwa inilah faktor yang sangat penting untuk mencapai pemusatan pikiran dalam menuju Hyang Widhi, maka dari itu faktor Seni dalam Keagamaan adalah Positif karena berperan sebagai unsur penunjang pelaksanaan Upacara Agama.
Didalam Upacara ini masih terdapat berbagai variasi, baik mengenai pengertianya, Upakaranya maupun Tata caranya. Adanya variasi itu memang bukan tanpa alasan karena Agama Hindu yang bersifat Fleksibel dan Elastis dalam Arti, dapat dilaksanakan menurut Desa Kala Patra atau Tempat Waktu dan Keadaan, Berlandaskan pada Catur Dresta serta dalam wujud : Nista, Madya dan Utama yaitu Kecil, Sedang dan Besar, namun adanya suatu pedoman yang dapat dijadikan pegangan adalah sangat perlu untuk menghindari terjadinya perbedaan – perbedaan yang mendasar
Upakara Nista atau kecil saran Upakara yang di pakai sederhana yang mana Upakara ini di lakukan di are persawahan saja dengan tempat suci nya berupa sanggah Cucukan yang persembahannya di tujukan kepada Dewi Sri selaku manisfestasinya Ida Sanghyang widhi wasa Tuhan yang Maha Esa selaku Dewi Kesuburan.

Upakara Madia atau sedang di lakuakan oleh krama subak dengan sarana Upakara Pejatian , Tapakan dan Caru yang di puput oleh pemangku yang mana Upakara ini di laksanakan di Pura Ulun Suwi dengan di hadiri oleh krama pengempon yang mana dalam ritual ini krama memohon kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa secara bersama sama melalui tuntunan dan arahan dari pemangku Ulun Suwi untuk selanjutnya Air Suci (Tirta) selanjutnya di bawa ke sawah untuk di Percikan ke sawah masing masing krama subak pengempon.

Upakara Utama atau besar prosesnya melibatkan semua unsur yang ada dalam stuktur organisasi subak. mengingat Upakara ini sangatlah besar untuk itu perlu adanya persiapan yang matang dalam hal penyajianya. Biasanya sarana prasarana upakara yang di haturkan berupa pejati,suci, Dandanan ,caru manca,Prayascita dan Durrmangala,  yang di puput oleh seorang rohaniawan (pedanda) dan di saksikan oleh semua karma subak pengemponnya.
2.2  Tata Cara pelaksanaan Ngewiwit
Upacara Ngewiwit di laksanakan oleh krama Subak sesuai kesepakatan atau pararem atau bisa di sebut juga sebagai Awig-awig menurut Desa kala patra yang berlaku. Upakara ini di laksanakan oleh Krama subak di Pura Hulun Suwi dan di masing- masing petak sawah krama subak yang selanjutnya karma subak melakukan kegiatan pola tanam di areanya masing masing baik itu penanamam Bibit langsung atau dengan mempergunakan alat mesin pertanian (translater).


BAB 3.
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Upacara Ngewiwit merupakan Upacara tradisional yang di laksanakan oleh umat Hindu di Bali secara berkala menurut pola tanam padi di masing masing tempek . setiap Upacara Ngewiwit di lakukan dari ( tempek yang ada di hulu , tempek yang ada di tengah dan tempek yang ada di hilir) penyelenggaran Upakara Ngewiwit bisa kecil, sedang dan besar menurut situasi kondisi keuangan masing masing krama subak.
3.2 saran
harapan saya makalah ini bermanfaat untuk generasi muda dalam melestarikan pelestarian budaya adat bali guna menjadikan suatu hal yang lebih baik di kemudian hari.
 Masukan dan kritik yang membangun tetap kami harapkan,karena makalah ini jauh dari sempurna


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar