Adat, Tradisi, Agama, Budaya Hindu Bali

Minggu, 15 Desember 2019

MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA HINDU DI INDIA



MAKALAH SEJARAH AGAMA HINDU
 SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA HINDU DI INDIA





Nama : Ni Nyoman Sintia Meriani
NPM : 19.1.007






PRODI AGAMA HINDU
STKIP AGAMA HINDU AMLAPURA
TAHUN AKADEMIK 2019/2020



KATA PENGANTAR

  Puji syukur saya panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa karena atas perkenan dari Beliau lah saya bisa menyelesaikan makalah ini . Dengan judul makalah “SEJARAH AGAMA HINDU DI INDIA”
Adapun makalah ini saya susun atas dasar kelengkapan tugas mata kuliah Agama Hindu. Dan agar para mahasiswa juga dapat mengetahui tentang sejarah Agama Hindu, dan bagaimana perkembangannya di India dari awal sampai saat sekarang ini, serta teori teori yang muncul dari para ahli sejarah Agama Hindu. Dalam penyusunan makalah ini, saya menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan di dalamnya, maka untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari para pembaca dalam kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa dalam membantu proses belajar sejarah dan perkembangan Agama Hindu di India.























DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar  belakang ..................................................................................................................
1.2 Rumusan masalah ..............................................................................................................
1.3 Tujuan ...............................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Agama Hindu di India
2.2 Perkembangan Zaman Weda
2.3 Perkembangan Zaman Brahmana
2.4 Perkembangan Zaman Upanisad
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA


















BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perkembangan agama Hindu tidak dapat lepas dari peradaban lembah Sungai Indus, di India. Di Indialah mulai tumbuh dan berkembang agama dan budaya Hindu . Dari tempat tersebut mulai menyebarkan agama Hindu ke tempat lain di dunia. Orang pribumi sendiri agama Hindu disebut Sanatama Dharma, yang berarti agama yang kekal. Dengan ini orang Hindu manyatakan keyakinan, bahwa agama tidaklah terikat zaman, agama ada bersamaan dengan hidup, sebab agama adalah makanan rohani manusia.  Agama Hindu tumbuh bersamaan dengan kedatangan bangsa Arya (cirinya kulit putih, badan tinggi, hidung mancung) ke Mohenjodaro dan Harappa melalui celah Kaiber (Kaiber Pass) pada SM dan mendesak bangsa Dravida (berhidung pesek, kulit gelap) dan bangsa Munda sebagai suku bangsa asli yang telah mendiami daerah tersebut. Bangsa Dravida disebut juga Anasah yang berarti berhidung pesek dan Dasa yang berarti raksasa. Bangsa Arya sendiri termasuk dalam ras Indo Jerman. Awalnya bangsa Arya bermata pencaharian sebagai peternak kemudian setelah menetap mereka hidup bercocok tanam. Bangsa Arya merasa ras mereka yang tertinggi sehingga tidak mau bercampur dengan bangsa Dravida. Sehingga bangsa Dravida menyingkir ke selatan Pegunungan Vindhya . Agama Hindu sebenarnya adalah suatu bidang keagamaan dan kebudayaan yang meliputi zaman sejak kira-kira 1500 SM hingga sekarang. Dalam perjalanan berabad-abad itu agama Hindu berkembang sambil berubah dan terbagi-bagi, sehingga agama ini memiliki ciri-ciri yang bermacam-macam
Rumusan Masalah
Bagaimana perkembangan Agama Hindu di India?
Bagaimana perkembangan keagamaan pada zaman weda?
Bagaimana perkembangan keagamaan pada zaman brahmana?
Bagaimana perkembangan keagamaan pada zaman upanisad?

Tujuan
Untuk mengetahui perkembangan Agama Hindu di India
Untuk mengetahui perkembangan keagamaan pada zaman weda
Untuk mengetahui perkembangan keagamaan pada zaman brahmana
Untuk mengetahui perkembangan keagamaan pada zaman upanisad

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ikhtisar Perkembangan Agama Hindu di India
Sumber-sumber pokok Sejarah Perkembangan Agama Hindu di India adalah kitab-kitab suci Hindu yang terhimpun dalam Weda Sruti, Weda Smerti, Itihasa, Upanisad dan sebagainya. Pertumbuhan filsafat keagamaan (Darsana) dan perkembangan pelaksanaan keagamaan di India, tidak dapat melepaskan diri dari sumber-sumber tersebut, sehingga perkembangan agama senantiasa bersifat religius, dalam arti dijiwai dan bernafaskan keagamaan. Agama Hindu merupakan sumber kekuatan batin yang menjiwainya.
Agama Hindu merupakan salah satu Agama tertua di dunia, Perkembangan Agama Hindu di India dimulai pada peradaban lembah sungai Sindhu ( 3000 SM-2000 SM ), dimana pada masa tersebut sudah terdapat suatu peradaban yang sangat maju yang dibangun oleh penduduk asli India, yang kemudian diketahui bahwa penduduk asli tersebut adalah suku bangsa Dravida yang memiliki ciri-ciri: beerkulit hitam, berhidung pesek, berambut keriting dan berbadan pendek. Terdapat dua meninggalan arkeologis yang sangat penting yaitu penemuan situs mahenjodaro dan Harappa, peninggalan-peninggalan situs ini membuktikan bahwa pada penduduk bangsa Dravida memiliki suatu peradaban yang sangat tinggi dan terstruktur. Agama bangsa Dravida atau Agama lembah sungai Sindhu memberikan pengaruh yang sangat besar bagi Agama dan kebudayaan Weda yang berkembang belakangan, bersamaan dengan datangnya bangsa Arya ke India. Kebudayaan lembah sungai Sindhu perlahan-lahan mempengaruhi kebudayaan bangsa Arya sehingga terjadi akulturasi antara kebudayaan lembah sungai Sindhu dengan kebudayaan bangsa Arya (kebudayaan Agama Weda), walaupun pada akhirnya kebudayaan Wedalah yang lebih mendominasi. Pengaruh peradaban sungai Sindhu terhadap Agama Weda dapat dijelaskan melalui ciri-ciri penting Agama bangsa Dravida, sebagai berikut:
Pemujaan kepada Dewi Ibu (Mother Goddness)




Ciri-ciri yang sangat menonjol dalam kepercayaan bangsa Dravida adalah pemujaan pada Dewi Ibu ( Mother Goddness), bukti adanya ciri pemujaan ini tersebar di sekitar lembah sungai Sindhu, bahkan meluas jauh dari lembah sungai Sindhu. Dewi Ibu (Mother Goddness) digambarkan sebagai wanita gemuk yang  telanjang dengan posisi mengangkang, tengkurap, terlentang dan berdiri, dari tubuhnya keluar tumbuh-tumbuhan. Bangsa Dravida percaya bahwa Dewi Ibu (Mother Goddness) merupakan sumber dari semua ciptaan selain itu juga dipercaya sebagai dewi kesuburan, penguasa tumbuh-tumbuhan, penguasa dan pemberi kekuatan magis.
  Pemujaan kepada Dewa Purusha (Male God)
Bersama dengan pemujaan kepada Dewi Ibu ( Mother Goddness) juga dipuja dewa laki-laki atau Dewa Purusha (Male God) dalam salah satu materai (seal). Ditemukan sebuah ukiran yang berwujud manusia bertanduk dua memakai ikat kepala dan dikelilingi oleh beberapa binatang. Wujud ukiran tersebut menyerupai orang yang sedang bermeditasi atau beryoga, wujud ini di anggap sebagai cikal bakal shiwa sebagai shiwa yogiswara. Wujud orang yang bermeditasi yang ditemukan di lembah sungai Sindhu sangat sesuai dengan sebutan Shiwa Mahayogi atau Shiwa Yogiswara dalam Agama Hindu. Kemudian, sebagai Pasupati dapat dijelaskan dengan adanya binatang-binatang disekitarnya. Perwujudan dewa laki-laki sebagai Dewa Pasupati juga dapat dilihat dari dua buah tanduk dan jata, yang mengingatkan dengan konsep trisula. Eksistensi yang serupa dewa pasupati atau dewa  shiwa kemudian diperkuat dengan bukti ditemukan sebuah batu yang menyerupai lingga (Mujamdar, 1998:25)
  Pemujaan Lingga (Ithy-Phallicism)
Pemujaan lingga merupakan penemuan penting dari kebudayaan lembah sungai Sindhu, kepercayaan ini dianggap lebih primitive dari pemujaan patung (iconic worship). Bukti adanya pemujaan pada lingga ini ditandai dengan penemuan batu berbentuk pallus (alat kelamin laki-laki) yang berbentuk kerucut dan silinder. Wujud lingga ini banyak dipuja oleh umat Hindu sampai sekarang (Rajeev, 1990:12)
 Pemujaan kepada pohon dan binatang
Pemujaan kepada pohon ditandai dengan ditemukannya bukti berupa gambar-gambar pohon bersama-sama dengan dengan wujud manusia dengan atribut-atributnya. Terdapat beberapa pohon yang dilukiskan dalam materai (seal) antara lain: pohon pipal, beringin, akasia (Luniya, 2002:31). Sementara itu tanda-tanda adanya pemujaan pada binatang ditandai dengan adanya gambar-gambar seperti ular, lembu, harimau, kerbau, badak, gajah, dan binatang aneh bertanduk satu (unicorn) (Mahajan, 2001:69). Terdapat beberapa pendapat mengenai kemungkinan tujuan dan fungsi pemujaan kepada binatang ini, antara lain: (a) sebagai pemujaan kepada pohon atau binatangitu sendiri (animism dan dinamisme), (b) sebagai kendaraan dewa tertentu, (c) sebagai simbol-simbl yang berkaitan dengan dewa tertentu . pendapat ini dapat dipahami karena binatang-binatang yang dipuja oleh orang-orang di lembah sungai Sindhu ini memiliki keserupaan ddengan wahaa dewa-dewa yang dipuja dalam kesusastraan Weda berikutnya. Seperti misalnya, lembu sebagai wahana Dewa Shiwa, harimau sebagai wahana Dewi Duga, gajah sebagai wahana Dewa Indra.
  Pemujaan pada Patung dan Arca (Iconism)
Pemujaan terhadap patung meerupakan salah satu yang terpenting dalam kebudayaan lembah sungai Sindhu yang tidak dikenal dalam Agama Weda (Luniya,  2001:33). Bukti adanya pemujaan patung ini ditandai dengan ditemukannya sebuah patung yang menyerupai seorang yogi, dengan ciri-ciri mata memicing melihat ujung hidung (Mahajan, 2002:63).
2.2  Perkembangan Keagamaan pada Zaman Weda
Kedatangan bangsa Arya di India merupakan awal di mulainya Zaman Weda. Kedatangan bangsa Arya ini disertai dengan pertempuran–pertempuran melawan Bangsa Drawida. Dalam Rigweda disebutkan bahwa bangsa Arya menjumpai penduduk yang kecil badannya, berkulit hitam, berhidung pesek, dan tinggal di pur atau yang lazim dikenal rumah benteng. Bangsa Arya menyebut bangsa Drawida dengan nama dasyu yang berati budak. Dan dengan sebutan itu menunjukan bahwa bangsa Arya telah menaklukkan bangsa Drawida.
Pada dasarnya keagamaan pada jaman Weda sesungguhnya adalah kebudayaan bangsa Arya yang sumber utamanya terdapat pada:
Rigweda, yang berisi 1028 sukta atau syair–syair pujian terhadap dewa–dewa.
Samaweda, sebagian berisi syair–syair dari Rigweda tetapi seluruhnya berisi tanda–tanda nada untuk dapat dilagukan.
Yajurweda, berisi doa–doa untuk mengantar saji–saji (sesajen) yang disampaikan kepada dewa dengan diiringi pengajian Rigweda dan nyanyian Samaweda.
Keagamaan jaman Weda mengenal banyak sekali dewa. Selanjutnya dewa–dewa ini masing–masing dihubungkan dengan tenaga alam, yang menguasai dan mempengaruhi kehidupan manusia. Bahkan tenaga alam itu yang dipuja–puja sebagai dewa, yang disertai segala sifat kemanusiaan. Sedangkan nama dewa itu diambil dari nama tenaga alam ini sendiri diantaranya:
Agni adalah dewa api
Wayu  adalah dewa angin
Surya adalah dewa matahari.
Candara adalah dewa bulan
Marut adalah dewa badai
Dan dewa–dewa lain adalah waruna dewa angkasa, parjanya dewa hujan, indra dewa perang, acwin dewa kembar yang menjadi dewa kesahatan, usa dewa fajar, dan sebagainya.
Yang mendapat pemujaan paling banyak adalah indra dan agni. Dalam tradisinya biasanya para dewa diberikan sesaji–sesaji yang menjadi kebajiban setiap keluarga, terutama ditujukan untuk mendapatkan anugrah yang nyata dari dewa adalah apa–apa yang erat sekali hubungannyadengan keperluan hidup sehari–hari seperti, kekayaan akan ternak, harta dan anak, kebebasaan dari suatu kesengsaraan, kesehatan, hujan, juga hasil dalam suatu usaha kemenangan dalam perang, dan sebagainya.
 Pada zaman ini tidak diajar kepada umat untuk membuat dan menyembah patung melaikan sembayang di tempat terbuka. Didalam memuja dan memuji seorang dewa, maka dewa yang bersangkutan ini digambarkan sebagai dewa satu–satunya yang ada, seakan–akan tidak ada dewa–dewa yang lain. Sehingga terdapat kesan bahwa keagamaannya bersifat monoteisme. Sifat mematahkan kenyataan bahwa pada jaman weda ini mempercayai banyak dewa (politeisme), di namakan henoteisme.

2.2 Perkembangan Keagamaan pada Zaman Brahmana.
Brahmana adalah kitab–kitab suci yang menguraikan dan menjelaskan hal–hal tentang sesaji dan upacaranya. Kata Brahmana berasal dari kata “Brahman” yang berarti Do’a yaitu ucapan-ucapan suci yang diucapkan oleh Brahmana pada waktu pelaksanaan upacara. Memang pada Zaman Brahmana ini yang keagamaanya berpusat kepada sesaji. Tiap sesaji diletakkan dengan cermat dan sesuai dengan peraturannya, dan bila peletakan sesaji itu melenceng maka hukum sesaji itu tidak sah. Dengan demikian golongan pendeta menjadi golongan utama pada zaman ini. Para pendeta tersebut tidak hanya memegang kekuasaan agama (brahma) tetapi juga memegang kekuasaan kenegaraan (ksatria) dan juga rakyat biasa (wis). Serta pada zaman ini pembagian kasta sangat tegas yakni terdapat 4 kasta:
Brahmana yang terdiri dari golongan pendeta
Ksatria yang terdiri dari golongan raja dan bangsawan.
Waisya yang terdiri dari pedagang dan buruh menengah
Sudra yang terdiri dari para petani, buruh kecil, dan budak.
Pada aturannya hanyalah kaum brahmana yang mampu melakukan dan meletakkan sesaji pad tempatnya dengan benar. Dengan fakta tersebut maka kaum Brahmana beranggapan bahwa dewa–dewapun tergantung kepada mereka. Sebab kaum brahma beranggapan bahwa dewa tidalah berarti tanpa adanya sesaji. Dengan anggapan demikian maka mereka tidak hanya menguasai keselamatan manusia tetapi juga keselamatan para dewa. Merekapun juga berkedudukan sebagai dewa di dunia yaitu dewa yang menguasai sesaji dan sesaji itulah yang menguasai segalanya.
Mengingat pentingnya sesaji dan upacara–upacara yang begitu rumit maka dibuatlah kitab penuntun yang disebut Kalpasutra. Kitab ini mempunyai dua macam sesuai dengan macam sesaji itu sendiri yaitu:
Grhyasutra yaitu penuntun sesaji sesaji kecil dalam lingkungan keluarga.
Crautasutra yaitu sesaji –sesaji besar dalam lingkungan raja dan negara.
Saji kecil dilakukan oleh keluarga sendiri guna keselamatan anggotanya. Diselenggarakan setiap hari dengan sembanyang sehari–hari. Dan juga pada waktu yang menyangkut kehidupan keluarga seperti kelahiran, pemberian nama kepada anak, perkawinan dan kematian jadi serupa dengan selamatan.
Saji besar yang disertai dengan api unggun umumnya hanya dilakukan oleh para raja guna keselamatan negara dan rakyatnya. Di antara sesaji besar yang terkenal adalah Rajasurya yaitu upacara penobatan raja dan Acwamedha atau saji kuda yang ditandai oleh melepaskan kuda supaya pergi sesuka hatinya, sengan diiringi oleh para tentara. Hal ini dimaksutkan setiap jengkal tanah yang di lalui oleh kuda itu merupakan kekuasaan sang raja yang melepaskan.
Pada Zaman Brahmana, Agama Hindu berkembang sampai ke India Tengah yaitu di Dataran Tinggi Dekan dan Lembah Yamuna. Di tempat ini pula ditulis peraturan-peraturan mengenai tuntunan tentang kehidupan (tata susila). Peraturan dan tuntunan ini ditulis berdasarkan Kitab Weda Sruti, sehingga isinya tidak perlu di ragukan kebenarannya. Selama kurun waktu Zaman Brahmana kegiatan keagamaan ditekankan pada pembuatan persembahan sesaji, sehingga periode ini disebut dengan Zaman Brahmana

2.3 Perkembangan Keagamaan pada Zaman Upanisad
Ajaran-ajaran Upanisad dapat disebut Monisme yang bersifat idealis, artinya ajarannya mengajarkan bahwa segala sesuatu dapat dikembalikan kepada suatu asas. Adapun asas yang satu itu adalah Brahman dan Atman. Brahman adalah asas alam semesta dan Atman adalah asas manusia. Berbeda dengan Zaman Weda yang pola keagamaannya berkisar kepada pemujaan dewa maupun tenaga alam guna mendapatkan keberuntungan pada Zaman Upanisad ini keagamaan dibalikkan dari soal lahir menjadi soal batin. Bukan upacara maupun sesajen yang dipentingkan melainkan pengetahuan batin yang lebih tinggi yang dapat membuka tabir rahasia alam gaib itulah yang menjadi pokok pandangan hidup. Pedeoman hidup yang disebut triwarga, terdiri atas Dharma (kewajiban-kewajiban agama dan masyarakat), artha (usaha-usaha untuk mengumpulkan harta) dan kama (usaha-usaha untuk mendapatkan kesenangan dan kenikmatan), tidak lagi dianggap mencukupi dan tidak lagi dicita-citakan. Timbulah cita-cita yang lebih luhur lagi yaitu moksa. Cita-cita ini berpangkal pada kepercayaan, bahwa hidup itu berlangsung berulang kali. Setelah mati, manusia itu akan hidup kembali, dan tiap hidup baru itu ditentukan sifat dan kedudukannya oleh perbuatan-perbuatan (karma) dalam hidupnya yang lalu. Hukum karma ini menimbulkan sangsara, yaitu lingkaran yang merangkaikan hidup-mati-lahir kembali-hidup lagi-mati lagi dan seterusnya. Maka cita-cita yang luhur itu ialah berusaha untuk melepaskan diri dari samsara, membebaskan diri dari hukum karma, agar menjadi sempurna dan tidak dilahirkan lagi.
Arus baru dalam pandangan hidup ini erat sekali hubungannya dengan kehidupan para wanaprastha. Banyak para petapa kewajiban-kewajiban agama dan masyarakat), artha (usaha-usaha untuk mengumpulkan harta) dan kama (usaha-usaha untuk mendapatkan kesenangan dan kenikmatan), tidak lagi dianggap mencukupi dan tidak lagi dicita-citakan. Timbullah cita-cita yang lebih luhur lagi yaitu moksa. Cita-cita ini berpangkal pada kepercayaan, bahwa hidup itu berlangsung berulang kali. Setelah mati, manusia itu akan hidup kembali, dan tiap hidup baru itu ditentukan sifat dan kedudukannya oleh perbuatan-perbuatan (karma) dalam hidupnya yang lalu. Hukum karma ini menimbulkan sangsara, yaitu lingkaran yang merangkaikan hidup-mati-lahir kembali-hidup lagi-mati lagi dst. Maka cita-cita yang luhur itu ialah berusaha untuk melepaskan diri dari samsara, membebaskan diri dari hukum karma, agar menjadi sempurna dan tidak dilahirkan lagi.
Arus baru dalam pandangan hidup ini erat sekali hubungannya dengan kehidupan para wanaprastha. Banyak para petapa yang sudah jauh dalam ilmu kebatinannya, dilingkungi oleh murid-murid yang datang berguru, karena ingin pula mengetahui seluk beluk hidup dalam hubungannya dengan maksud daripadanya yang sebenarnya.
Arti kata Upanisad adalah (duduk di bawah menghadap), yaitu menghadap kepada guru untuk menerima ajaran. Karena apa yang dibentangkan dalam hutan dan kesunyian itu bukan soal sehari-hari, lagipula sangat pelik dan berbahaya, maka ajaran itu bersifat rahasia. Dalam Upanisad, yaitu kitab-kitab yang berisi ajaran-ajaran itu, tiap hal selalu dimulai dengan kata-kata (iti rahasyam). Isi Upanisad dapt diringkas dalam satu pokok, ialah atmawidya yaitu pengetahuan tentang atman atau jiwa.
Alam ini beserta segala isinya banyak sekali ragam dan bentuknya. Ada manusia, ada binatang, ada benda, dan masing-masing beraneka warna pula jenis dan macamnya. Kenyataannya ialah, bahwa manusia nantinya mati, dan lenyap-hancur, akhirnya lenyap. Jadi adanya semua itu hanyalah untuk sementara, yaitu hanya dalam keadaan, tempat dan batas waktu tertentu.
Pada zaman ini Agama hindu yang berkembang di dataran tinggi dekan dan lembah Sungai Yamuna, terus meluas ke lembah sungai Gangga adalah daerah yang di huni oleh penduduk dengan sumber kehidupan beraneka ragam, namun yang utama adalah berdagang. Dengan pola pikir perekonomian penduduk lembah sungai gangga tidak menginginkan praktek kehidupan beragama secara upacara yang berlebihan.

























BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Perkembangan agama Hindu di India, pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 fase, yakni Jaman Weda, Jaman Brahmana, Jaman Upanisad dan Jaman Budha. Dari peninggalan benda-benda purbakala di Mohenjodaro dan Harappa, menunjukkan bahwa orang-orang yang tinggal di India pada jamam dahulu telah mempunyai peradaban yang tinggi. Salah satu peninggalan yang menarik, ialah sebuah patung yang menunjukkan perwujudan Siwa. Peninggalan tersebut erat hubungannya dengan ajaran Weda, karena pada jaman ini telah dikenal adanya penyembahan terhadap  Dewa-dewa. Jaman Weda dimulai pada waktu bangsa Arya berada di Punjab di Lembah Sungai Sindhu, sekitar 2500 s.d 1500 tahun sebelum Masehi, setelah mendesak bangsa Dravida kesebelah Selatan sampai ke dataran tinggi Dekkan. bangsa Arya telah memiliki peradaban tinggi, mereka menyembah Dewa-dewa seperti Agni, Varuna, Vayu, Indra, Siwa dan sebagainya. Walaupun Dewa-dewa itu banyak, namun semuanya adalah manifestasi dan perwujudan Tuhan Yang Maha Tunggal. Tuhan yang Tunggal dan Maha Kuasa dipandang sebagai pengatur tertib alam semesta, yang disebut “Rta”. Pada jaman ini, masyarakat dibagi atas kaum Brahmana, Ksatriya, Vaisya dan Sudra.

3.2 Saran
Demikianlah makalah ini saya susun, agar dapat berguna bagi para pembaca dan dapat mngetahui bagaimana sejarah Agama Hindu dan perkembangan nya di India. Saya sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah kami ini, untuk itu saran yang mmbangun sangat saya harapkan demi terwujudnya makalah yang sempurna.














DAFTAR PUSTAKA

Sintia, Ni Nyoman (20019) Pendidikan Agama Hindu 1 Karangasem STKIP
Wikipedia (2019) http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Hindu




















Selasa, 03 Desember 2019

Kitab Suci Veda dan Bagin-bagiannya

MAKALAH WEDA

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam agama Hindu ada kepercayaan bahwa agama itu “diwahyukan” melalui “orang-orang yang melihat”, yang disebut Resi, karena Resi adalah orang-orang yang telah “mendengar”, pengetahuan yang sering disebut “Sruti”. Apa yang didengar biasanya dijadikan teks atau bacaan yang adakalanya disebut dengan mantra-mantra yang sangat dipentingkan dalam melakukan meditasi, juga sering dikatakan sebagai “kemampuan menyelamatkan akal pikiran”.
Kitab dalam agama Hindu adalah tulisan keagamaan yang paling tua dan paling besar didunia. Sangatlah sulit untuk mengklasifikasikan dan menyatakan kapan kitab-kitab ini ditulis dengan benar karena terdapat banyak penulis yang terlibat dalam kurun waktu ribuan tahun dan juga kebiasaan yang ada pada zaman dahulu bahwa seorang penulis tidak akan menuliskan nama mereka pada hasil karyanya yang juga mempersulit masalah ini.
Namun, semua itu tidak menyurutkan niat penulis untuk membuat makalah ini, dan untuk memudahkan pembaca dalam memahami materi tersebut, penulis berusaha menerangkan sesuai kemampuan penulis.

Rumusan Masalah 
Apa yang dimaksud dengan Weda ?
Bahasa apa yang digunakan dalam Kitab Suci Weda ?
Berapa umur Kitab Suci Weda ?
Bagaimana sifat-sifat dari Kitab Weda tersebut ?
Mengapa Weda dikatakan sebagai Wahyu Tuhan ?
Siapa saja Sapta Resi penerima Wahyu Tuhan tersebut ?
Mengapa Weda dikatakan sebagai Sumber Hukum Hindu ?
Bagaimana pengkodifikasian Weda tersebut ?

Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pengertian Weda.

Untuk mengetahui bahasa yang digunakan dalam Kitab Suci Weda.
Untuk mengetahui umur Kitab Suci Weda.
Untuk mengetahui sifat-sifat dari Kitab Weda.
Untuk mengetahui Weda sebagai Wahyu Tuhan.
Untuk mengetahui Sapta Resi penerima Wahyu Tuhan.
Untuk mengetahui Weda sebagai Sumber Hukum Hindu.
Untuk mengetahui pengkodifikasian Weda

Manfaat Penulisan
Agar mengetahui pengertian Weda.
Agar mengetahui bahasa yang digunakan dalam Kitab Suci Weda.
Agar mengetahui umur Kitab Suci Weda.
Agar mengetahui sifat-sifat dari Kitab Weda.
Agar mengetahui Weda sebagai Wahyu Tuhan.
Agar mengetahui Sapta Resi penerima Wahyu Tuhan.
Agar mengetahui Weda sebagai Sumber Hukum Hindu.
Agar mengetahui pengkodifikasian Weda.

BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Weda
Wahyu yang diturunkan oleh Hyang Widhi melalui para Rsi, dikumpulkan atau dihimpun menjadi suatu kitab suci. Kitab suci yang diyakini sebagai wahyu yang diturunkan oleh Hyang Widhi disebut Weda. Kata Weda dapat dikaji melalui dua pendekatan, yaitu berdasarkan etimologi  (akar katanya) dan berdasarkan semantic(pengertiannya). Weda sebagai wahyu yang diturunkan Agama Hindu, secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta, dari akar kata "Wid" yang berarti mengetahui atau pengetahuan. Dari kata Weda yang ditulis dengan huruf A (panjang) berarti pengetahuan kebenaran sejati atau kata-kata yang diucapkan dengan aturan-aturan tertentu yang dijadikan sumber ajaran Agama Hindu. Secara semantic Weda berarti kitab suci yang mengandung kebenaran abadi, ajaran suci atau kitab suci bagi umat Hindu. Maharsi Sanaya mengatakan bahwa Weda adalah wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang mengandung ajaran yang luhur untuk kesempurnaan umat manusia serta menghindarkannya dari perbuatan jahat.
Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna berasal dari Sang Hyang Widhi yang didengarkan oleh Para Maha Rsi melalui pawisik (wahyu), sehingga weda disebut Sruti yang berarti Sabda Suci atau pawisik yang didengarkan sehingga weda itu sebagian besar adalah nyanyian-nyanyian dari Hyang Widhi yang berbentuk puisi, dalam Weda disebut Chandra. Orang yang menghayati dan mengamalkan Weda akan mendapatkan kerahayuan atau ketenangan lahir batin.

Bahasa Weda
Sebagai wahyu Tuhan Yang Maha Esa maka timbul sebuah pertanyaan, bahasa apakah yang dipergunakan ketika wahyu itu turun dan demikian pula ketika Weda itu dituliskan.


Dapat kita lihat pada kenyataannya bahwa setiap agama memiliki bahasa wahyunya tersendiri, biasanya bahasa kitab suci mereka adalah bahasa dimana wahyu tersebut diterima atau diturunkan. Begitu pula sebaliknya yang terjadi pada agama Hindu, kitab suci Weda menggunakan bahasa Sansekerta. Karena Maha Rsi penerima wahyu Weda tersebut menggunakan bahasa sansekerta. Sampai saat ini bahasa sansekerta juga digunakan dalam penulisan susastra Hindu.
Istilah bahasa sansekerta adalah bahasa yang dipopulerkan oleh Maharsi bernama Panini yang hidup pada abad ke VI sebelum masehi. Pada waktu itu Maharsi Panini mencoba menulis sebuah kitab Vyakarana (tata bahasa) yang kemudian terkenal dengan nama Astadhayayi yang terdiri dari delapan Adhyaya atau bab yang mencoba mengemukakan bahwa bahasa yang digunakan dalam Weda adalah bahasa dewa-dewa. Bahasa dewa-dewa yang demikian dikenal dengan “Daivivak” yang berarti bahasa atau “sabda dewata”.
Kemudian atas jasa Maharsi Patanjali yang menulis kitab “Bahasa” dan merupakan buku kritik yang menjelaskan kitab Maharsi Panini yang ditulis pada abad ke II sebelum masehi, makin terungkaplah nama Daivivak untuk menamai bahasa yang digunakan dalam penulisan karya sastra seperti Itihasa (Sejarah), Purana (cerita-cerita kuno/mitologi). Penulis yang tampil setelah Maharsi Panini adalah Maharsi Katyayana. Katyayana hidup di abad ke V sebelum masehi. Katyayana dikenal juga dengan nama Vararuci dan di Indonesia salah satu karya dari Maharsi Vararuci yaitu Sarasamuccaya telah diterjemahkan kedalam bahasa Jawa Kuno pada masa kerajaan Majapahit.
Dengan perkembangannya yang pesat sesudah diturunkannya Weda, kemudian para ahli Sansekerta membedakan bahasa Weda kedalam tiga kelompok, yakni:
Bahasa Sansekerta Weda (Vedic Sanskrit) yakni bahasa sansekerta yang digunakan dalam Weda yang umumnya jauh lebih tua dibandingkan dengan bahasa sansekerta yang kemudian digunakan dalam berbagai susastra Hindu seperti dalam Itihasa, Purana, Dharmasastra,dll.


Bahasa Sansekerta Klasik (Classical Sanskrit) yakni bahasa sansekerta yang digunakan dalam karya sastra (susastra Hindu) seperti Itihasa (Ramayana dan Mahabharata), Purana (18 Mahapurana dan 18 Upapurana), Smrti (kitab-kitab Dharmasastra), kitab-kitab Agama (Tantra), dan Darsana yang berkembang sesudah Weda.
Bahasa Sansekerta Campuran (Hybrida Sanskrit) dan untuk di Indonesia oleh para ahli menamai sansekerta kepulauan (Archipelago Sanskrit). Baik sansekerta campuran maupun sansekerta kepulauan keduanya ini tidak murni menggunakan kosa kata atau tata bahasa Sansekerta sebagaimana yang digunakan dalam kedua kelompok sebelumnya (Sansekerta Weda dan Sansekerta Klasik). Contoh sansekerta campuran dapat dijumpai di India terutama pada masyarakat yang tidak menggunakan bahasa sansekerta (kini menjadi bahasa Hindi) seperti di India Timur atau Selatan, sedangkan di Indonesia dapat kita lihat dari Sruti, Stava atau Puja yang digunakan oleh para pandita di Bali.

Umur Kitab Suci Weda
Umat Hindu meyakini bahwa Weda itu tidak berawal dan tidak berakhir dalam pengertian waktu. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum itu atau tidak ada sesuatu yang lebih awal dari Weda. Weda berarti sudah ada sebelum pengertian waktu itu ada. Dalam hal ini Weda telah ada saat Brahman ada, yaitu sebelum alam semesta ini diciptakan. Brhadaranyaka Upanisad menyatakan:
“Sa yathardraidhagner abhyahitat prtag viniscaranti, evam va are symahato bhuttasya nihsvasitam eta dyad rgvedo yayur Wedah samavedo ‘tharvangirasa itihasah puran avidya upanisadah slokah sutrany anuvyakhyani vyakhyani asyaivaiatani sarvani nihsvasitani”
Artinya :


(seperti juga sinar api yang dihidupkan dengan minyak campur air, berbagai asap  akan keluar dan menyebar, begitu juga Rg Weda, Yajur Weda, samaWeda, AtharvaWeda (Atharvangirasa), Itihasa, Purana dan ilmu pengetahuan, Upanisad, sloka, sutra (aphorisme), penjelasan, komentar-komentar. Daripada-Nya semuanya dinafaskan)
Brhadaranyaka Upanisad II.4.20.
Pada mulanya Weda diterima secara lisan dan disampaikan pula secara lisan, karena mengingat pada saat Weda itu diturunkan belum dikenal tentang tulisan. Setelah manusia mengenal tulisan barulah wahyu tersebut di paparkan dalam bentuk mantra-mantra oleh Maharsi Wyasa atau Krsnadwipayana, beliau menyusun atau menuliskan kembali ajaran Weda tersebut kedalam empat himpunan (Samhita) yang dibantu oleh empat orang siswanya.

Sifat - Sifat Weda
          Sifat Weda yang utama adalah anadi ananta, artinya Weda itu bersifat abadi. Karena Weda adalah sabda Tuhan yang diterima oleh Para Maha Rsi. Walaupun usia Weda sudah sangat tua, namun ajaran yang terkandung didalamnya ternyata sangat relevan dengan perkembangan zaman. Lebih jauh dapat ditegaskan sifat Weda itu adalah sebagai berikut :
Weda itu tidak berawal, karena Weda merupakan sabda Tuhan yang telah ada sebelum alam diciptakan olehNya.
Weda tidak berakhir karena ajaran Weda berlaku sepanjang zaman, mengingat Weda tidak berawal dan berakhir sehingga Weda disebut anadi ananta (abadi).
Weda berlaku sepanjang zaman, maksudnya dari manusia pada zaman prasejarah sampai manusia modern, dari manusia dengan kecerdasan tinggi maupun rendah. Weda akan memberikan penjelasan mengenai Tuhan dan Alam Semesta ini, sesuai dengan kemampuan daya pikir manusia sendiri.


9
Weda itu disebut Apauruscyam¸ artinya Weda itu tidak disusun oleh manusia melainkan diperoleh atau diterima oleh orang-orang suci atau para maharsi. Oleh karena itu, Weda bukan agama budaya dan bukan hasil ciptaan manusia.
Weda mempunnyai keluwesan, tidak kaku namun tidak berubah inti dan hakikatnya. Weda dapat diumpamakan sebagai bola karet yang melengket, kemanapun ia digelindingkan, maka tanah yang dilalui itu akan melengket, memberikan warna baru pada bola karet itu, namun inti karet itu sedikitpun tidak berkurang, demikian pula bentuknya yang bundar hanya warna yang berubah sesuai dengan daerah yang dilalui.

Weda, Wahyu Tuhan Yang Maha Esa
Seperti halnya setiap ajaran agama memberikan tuntunan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia lahir dan batin dan diyakini pula bahwa ajaran itu bersumber pada ajaran Weda yang merupakan wahyu atau sabda Tuhan Yang Maha Esa yang disebut dengan Sruti yang artinya didengar. Weda sebagai himpunan sabda atau wahyu berasal dari Apauruseyam (bukan dari Purusa atau Manusia), sebab para Rsi penerima wahyu hanya berfungsi sebagai instrument (sarana) dari Tuhan Yang Maha Esa untuk menyampaikan ajaran suci-Nya.
“Tasmad yajnat sarvahuta rcah samani yajnire, chandamsi yajnire tasmadd yajus tasmad ajayata”
Artinya :
(Dari Tuhan Yang Maha Agung dan kepada-Nya umat manusia mempersembahkan berbagai Yajna daripadaNyalah muncul Rg Weda dan Sama Weda. daripadaNyalah muncul Yajur Weda dan Atharva Weda).
Yajur Weda XXXI.7.
 “Rsayo mantradrastarah Rsirdarsanat stoman dadarsety aupamanyavah yadenan tapasyamanan brahmasvayambhu abhyanarsat tad Rsinam Rsitvamiti vijnayate”
Artinya :

(Para rsi adalah mereka yang memperoleh mantra. Kata rsi berarti drasta. Acarya Upamanyu menyatakan: mereka yang karena ketekunan melakukan tapa memperoleh dan merealisasikan mantra Weda disebut Rsi)
Nirukta II.11
Dari uraian tersebut, maka jelaslah bahwa para Maha Rsi adalah mereka yang menerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa karena kesucian pribadi, hati, dan pikiran mereka yang dapat merekaam sabda suci-Nya. Kata Maha Rsi berasal dari urat kata drs yang artinya melihat atau memandang, dalam pengertian yang lebih luas berarti memperoleh atau menerima. Oleh karena itu seorang Rsi disebut denganmantradrastra (mantra drestah iti Resih). Ada beberapa cara seorang Rsi memperoleh wahyu, yaitu melalui:
Svaranada, yakni gema yang diterima para Rsi dan gema tersebut berubah menjadi sabda atau wahyu dan disampaikan kepada para siswa kerohanian didalam asrama (pasraman)
Upanisad, pikiran para Rsi dimasuki oleh sabda Brahman sehingga yang diterima oleh para siswa dari guru adalah sabda Brahman. Guru menyampaikan ajaran-Nya itu dalam suasana pendidikan dalam garis perguruan parampara yang disebut Upanisad, yakni duduk dibawah dekat guru untuk menerima ajaran suci-Nya.
Darsana, yakni manusia berhadapan dengan dewa-dewa seperti ketika Arjuna berhadapa dengan Hyang Siva atau Indra dalam suatu pandangan memakai mata batin (mata rohani).
Avatara, yakni manusia berhadapan dengan AvataraNya seperti halnya Arjuna menerima wejangan suci Bhagavadgita dan Sri Krisna, sang Purna Avatara.
Demikianlah Weda adalah wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang diterima oleh para Rsi dan merupakan sember ajaran agama Hindu yang bersifat kekal abadi (Anadi dan Ananta).

Sapta Rsi Penerima Wahyu Weda
Sepintas telah dijelaskan tentang para Rsi menerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang kemudian terhimpun dalam kitab suci Weda. Dalam agama Hindu orang-orang suci penerima wahyu disebut Rsi atau Maha Rsi, kata ini berarti yang memandang, melihat atau yang memperoleh wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Dalam perkembanganya kita jumpai berbagai sebutan terhadap orang-orang suci antara lain : Muni, Sadhu, Swami, Yogi, Sannyasi, Acarya, Upadhyaya dan lain-lain dan di Indonesia pada zaman dahulu kita mengenal istilah Mpu atau Bhujangga, kini para Pandita dari golongan Vaisnava di Bali disebut pula dengan Rsi.
Untuk membedakan Rsi penerima wahyu Weda dengan Rsi para pandita dewasa ini, maka untuk yang pertama disebut Maharsi atau kadangkala dapat disebut Rsi. Maharsi ini dapat disebut sebagai nabi bagi umat Hindu dan jumlahnya tidaklah seorang, melainkan cukup banyak.
Seorang Maharsi adalah tokoh pemikir dan pemimpin agama, ia juga seorang ”Jnanin”, filosuf dan pejuang dalam bidang agama. Ia rendah hati dan tahan uji, ia memiliki pandangan yang luas dan mampu menatap masa depan, mampu mengendalikan indrianya, suka melakukan tapa, brata, yoga, samadhi, karena itu ia senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai pemimpin agama ia adalah pengayom yang memberikan keteduhan dan kesejukan kepada siapa saja yang datang untuk memohon bimbingannya.
Dengan sifat-sifat tersebut di atas, seorang Rsi adalah seorang rohaniawan, agamawan dan sekaligus seorang pemimpin dalam bidang agama. Di dalam kitab-kitab Purana kita jumpai pengelompokkan Rsi ke dalam 3 katagori, yaitu :
DevaRsi,
BrahmaRsi,
RajaRsi.
Disamping pengelompokan ke dalam 3 katagori tersebut di atas, kitab Matsya Purana dan Brahmanda Purana menyebutkan 5 kelompok Rsi, sebagai berikut :
BrahmaRsi, tugasnya mempelajari dan mengajarkan Weda, jadi fungsinya sebagai pandita.


SatyaRsi, gelar para Rsi yang mempunyai asal-usul langsung dari Tuhan Yang Maha Esa pada permulaan penciptaan dunia ini
DevaRsi, dikaitkan dengan mantra-mantra dalam kitab suci ini seperti Marici, Bhrgu, Angira, Pulastya, Pulaha, Kratu, Daksa, Atri dan Vasistha.
SrutaRsi,
RajaRsi.
Pengelompokkan ini merupakan penyempurnaan pengelompokan sebelumnya dengan menambahkan 2 kelompok baru, yaitu Satya Rsi dan Sruta Rsi. Di Bali pada masa pemerintahan Dharma Udayana Varmadeva, Mpu Rajakrta menjabat Senapati Kuturan dan kemudian nama ini populer menjadi Mpu Kuturan yang merintis Kahyangan Tiga dengan desa Pakraman di daerah ini. Seorang Brahma Rsi menurut kitab Brahmanda Purana tugasnya mempelajari dan mengajarkan Weda, jadi fungsinya sebagai pandita. Kelompok Deva Rsi dikenal pula dengan nama Prajapati. Di dalam kitab Brahmanda Purana disebutkan adanya 9 Prajapati, yaitu : Marici, Bhrgu, Angira, Pulastya, Pulaha, Kratu, Daksa, Atri dan Vasistha. Di antara 9 Prajapati itu ada pula yang disebut-sebut namanya dalam kitab Rg Weda, sebagai Rsi yang dikaitkan dengan mantra-mantra dalam kitab suci ini. Adapun 4 kelompok lainnya (Brahma, Satya, Sruta dan Raja Rsi) di dalam Brahmanda Purana masing-masing disebutkan berturut-turut : Sonaka, Sananda, Sanatana dan Sanatkumara.
Disamping nama-nama yang telah disebutkan di atas, terdapat pula keterangan lain yang menyebutkan kelompok Sapta Rsi penerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang terhimpun dalam Weda. Weda sebagai Sabda suci atau pawisik Sang Hyang Widhi yang diterima oleh Para Maha Rsi. Keterangan ini dapat dijumpai pada sebuah Kitab Nirupta. Para Maha Rsi sebagai penerima Sabda Suci atau Pawisik (Mantra Drestah Iti Resih) artinya orang-orang yang melihat atau mendapat mantra-mantra itu.
Menurut kitab-kitab Purana maupun Manavadharmasastra, nama-nama SaptaRsi dikaitkan dengan jangka waktu tertentu.

Satu jangka waktu atau Yuga manusia dibimbing oleh adanya Sapta Rsi disamping Rsi-Rsi lainnya. SaptaRsi atau Sapta Maharsi ini merupakan pengembala utama umat manusia dan penerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Adapun SaptaRsi dan keluarga (Gotra) dari Sapta (Maha) Rsi, yang paling banyak disebut adalah: Grtsamada, Visvamitra, Vamadeva, Atri, Bharadvaja, Vasistha dan Kanva. Untuk mengenal lebih jauh tentang masing-masing dari para Rsi itu serta kaitannya dengan turunnya Weda dapat dijelaskan hal-hal penting sebagai berikut:
Rsi Grtsamada
Maharsi Grtsamada adalah Maharsi yang banyak dihubungkan dengan turunnya mantra-mantra Weda, terutama Rg Weda mandala II. Dari beberapa catatan diketahui bahwa Grtsamada adalah keturunan dari Sunahotra, keluarga Angira, adapula penjelasan lain yang menyatakan bahwa Grtsamada adalah keturunan Bhrgu. Dengan demikian sejarahnya tidak diketahui dengan pasti, sedang di dalam Mahabharata, ia disebutkan keturunan Maharsi Sonaka dan  dinyatakan sebagai keturunan Bharadvaja.
Rsi Visvamitra
Maharsi Visvamitra adalah Maharsi kedua yang banyak disebut-sebut namanya dan dikaitkan dengan seluruh Rg Weda mandala III. Kitab mandala III Rg Weda ini terdiri dari 58 Sukta. Setelah diadakan penelitian, ternyata tidak semua Sukta itu dikaitkan dengan nama Visvamitra karena diantara mantra-mantra itu ada menyebutkan Maharsi lainnya, seperti Kusika, Isiratha dan lain-lain. Visvamitra adalah putra Rsi Musika. Disamping itu dijumpai pula nama Rsi Jamadagni sebagai Maharsi yang dikaitkan dengan mandala III Rg Weda.
Rsi Vamadeva
Maharsi Vamadeva banyak dihubungkan dengan kitab Rg Weda Mandala IV. Di dalam kitab-kitab Purana diceritakan bahwa Vamadeva sempat mengadakan dialog dengan deva Indra dan Aditi, suatu hal yang tidak dapat dibayangkan oleh pikiran kita.

Kecuali kita memberikan penafsiran bahwa maksudnya adalah untuk menjelaskan bahwa Vamadeva memperoleh kesempurnaan selagi beliau masih muda. Maharsi Vamadeva disebut memberikan petunjuk untuk mencapai kesempurnaan sejati.
Rsi Atri
Maharsi Atri pada umumnya banyak dikaitkan dengan turunnya mantra-mantraRg Weda mandala V. Di dalam Matsya Purana, nama Atri tidak saja sebagai nama keluarga, tetapi juga sebagai nama pribadi. Dinyatakan bahwa dalam keluarga Atri yang tergolong Brahmana dijumpai pula beberapa nama dari keluarga Atri seperti : Saryana, Udvalaka, Sona, Sukratu, Gauragriva dan lain-lain. Dalam cerita lainnya dikemukakan pula informasi bahwa Maharsi Atri banyak dikaitkan dengan keluarga Angira. Bila kita baca dengan teliti Rg Weda mandala V, tampaknya tidak hanya Maharsi Atri yang menerima wahyu untuk mandala ini, tetapi juga Druva, Prabhuvasu, Samvarana, Gauraviti, Putra Sakti dan lain-lain. Dikemukakan pula bahwa di antara keluarga Atri, 36 Rsi tergolong penerima wahyu. Kemungkinan nama-nama itu adalah keturunan dari Maharsi Atri.
Rsi Bharadvaja
Rsi Bharadvaja adalah Maharsi yang banyak dikaitkan dengan turunnya mantra-mantra dari Rg. Weda Mandala VI, kecuali ada beberapa saja yang diturunkan melalui Sahotra dan Sarahotra. Adapun nama-nama lain, seperti Nara, Gargajisva adalah nama Rsi penerima wahyu dari keluarga Bharadvaja. Di dalam kitab-kitab Purana dijelaskan bahwa Bharadvaja adalah putra Brihaspati, cerita ini belum dapat dipastikan kebenarannya karena disamping keterangan lain yang mengatakan bahwa Samyu dengan Bharadvaja masih dalam satu keluarga.
Rsi Vasistha
Nama Vasistha sering digunakan sebagai nama keluarga kadang kala sebagai nama pribadi. Rsi Vasistha banyak dikaitkan dengan turunnya mantra-mantra Rg Weda mandala VII. Salah seorang keturunan Rsi Vasistha adalah Rsi Sakti yang juga terkenal sebagai penerima wahyu. Di dalam kitab Mahabharata nama Vasistha disamakan dengan Visvamitra.

Di dalam kitab Matsya Purana, dinyatakan bahwa Rsi Vasistha mengawini Arundhati, saudara perempuan Devarsi Narada. Dari padanya lahir seorang putra bernama Sakti.
Rsi Kanva
Maharsi Kanva merupakan Maharsi penerima wahyu dan banyak dikaitkan dengan Rg Weda mandala VIII. Mandala ini isinya bermacam-macam Sukta. Kanva adalah nama pribadi dan juga nama keluarga. Mandala VIII dinyatakan diterima oleh keluarga Sakuntala. Disamping Rsi Kanva terdapat pula nama-nama Rsi lainnya seperti Kasyapa, putra Marici. Maharsi Kanva mempunyai putra bernama Praskanva. Nama-nama Rsi yang lain yang juga dapat dijumpai dalam mandala VIII adalah: Gosukti, Asvasukti, Pustigu, Bhrgu, Manu, Vaivasvata, Niopatithi dan sebagainya. Adapun mandala IX dan X Rg Weda merupakan mandala yang paling lengkap. Mandala ini memuat pokok-pokok ajaran agama Hindu yang sangat penting dan sangat bermanfaat untuk diketahui.
Disamping Sapta Rsi tersebut diatas masih banyak lagi Maha Rsi lain sebagian penerima Wahyu atau pawisik yang berjasa dalam mengelompokkan Weda serta berjasa menyusun dalam penulisan Kitab Suci Weda. Dalam tradisi Hindu disebutkan bahwa Maha Rsi terbesar yang sangat banyak jasanya dalam mengkodifikasikan atau menghimpun Weda adalah Bhagawan Wyasa, dimana beliau dibantu oleh empat orang siswanya atau muridnya yaitu :
1.    Maha Rsi Pulana yang juga disebut Paila,sebagai penyusun Reg Weda
2.    Maha Rsi Waisampayana sebagai penyusun Yajur Weda
3.    Maha Rsi Jaimini sebagai penyusun Sama Weda
4.    Maha Rsi Sumantu sebagai penyusun Atharwa Weda
Keempat Weda tersebut diatas disebut Catur Weda Samhita. Disamping menghimpun Catur Weda Samhita tersebut, Maha Rsi Wyasa juga sebagai penyusun kitab Mahabharata, Purana, Bhagawadgita, dan Brahmasutra. Maha Rsi Wyasa dikenal pula dengan nama Kresna Dwipayana Wyasa, Bhagawan Wyasa dan Wyasadewa.

Weda sebagai Sumber Hukum Hindu
Maharsi Manu, peletak dasar hukum Hindu menjelaskan bahwa Weda adalah sumber dari segala Dharma :
”Vedo ’khilo dharma mulam smrti sile ca tad vidam, acarasca iva sadhunam atmanas tustir eva ca”
Artinya :
 (Weda adalah sumber dari segala Dharma, yakni agama, kemudian barulah Smrti, disamping Sila (kebiasaan atau tingkah laku yang baik dari orang yang menghayati dan mengamalkan ajaran Weda) dan kemudian Acara yakni tradisi-tradisi yang baik dari orang-orang suci atau masyarakat yang diyakini baik serta akhirnya Atmatusti, yakni rasa puas diri yang dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa).
Manavadharmasastra II.6.
Berdasarkan kutipan di atas, kita mengenal sumber-sumber hukum Hindu menurut kronologisnya seperti berikut :
Weda (Sruti).
Dalam ajaran agama Hindu, Weda termasuk dalam golongan Sruti. Weda diyakini sebagai sastra tertua dalam peradaban manusia yang masih ada hingga saat ini. Setelah tulisan ditemukan, para Rsi menuangkan ajaran-ajaran Weda ke dalam bentuk tulisan.
Smrti (Dharmasastra).
Smrti (Dharmasastra) adalah Weda juga, karena kedudukannya dipersamakan dengan Weda (Sruti).
Sila (tingkah laku orang suci).
Acara (Sadacara).
Sadacara berasal dari bahasa Sansekerta, dari kata Sat dan Acara. Sat adalah Satya yang berarti kebenaran Weda dan Acara artinya tradisi yang baik.

’Acara ngarania prawrti kawarah sang hyang aji’’.
Artinya:
Acara adalah pelaksanaan ajaran pustaka suci agama.
Sarasamuscaya 177
Dari pemahaman ini Sadacara adalah ajaran Weda yang Sanatana Dharma itu diterapkan menjadi tradisi suci.

Atmatusti (Amanastuti).
Atmanastusti adalah tercapainya kepuasan diri dan kebahagiaan rohani baik dalam upacara yadnya maupun dalam berbagai kegiatan sehari-hari.
Pada intinya disebutkan bahwa Atmanastusti itu sebagai kepuasan diri atau setiap orang yang dapat dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk lebih menengakkan tentang kedudukan sumber-sumber hukum Hindu itu, lebih jauh sloka-sloka Manawadharmasastra menyatakan sebagai berikut :
”Srutistu Vedo dharma sastramtu vai smrtih, te sarvarthesvamimamsye tabhyam dharmohi nirbabhau”.
Artinya :
(Sesungguhnya Sruti (Wahyu) adalah Weda, demikian pula Smrti itu adalah Dharmasastra, keduanya tidak boleh diragukan dalam hal apapun, sebab keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber dari agama dan hukum Hindu).
Manavadharmasastra II.10.
Dari terjemahan sloka di atas, dapat ditegaskan bahwa ke lima sumber hukum Hindu itu kebenarannya tidak dapat dibantah. Kedudukan sloka II.6 dan II.10 di atas merupakan dasar yang harus dipegang teguh dalam hal kemungkinan timbulnya perbedaan pengertian mengenai penafsiran hukum yang terdapat di dalam berbagai kitab agama. Maka kedudukan yang pertama lebih tinggi dari sumber hukum berikutnya.



Pengkodifikasian Weda
Kitab Weda merupakan naskah suci pokok dari agama hindu. Berdasarkan materi dan luas ruang lingkup isinya, jenis buku Weda itu banyak jumlahnya. Weda mencakup berbagai aspek kehidupan yang menyangkut manusia. Maha Rsi Manu membagi jenis Weda kedalam dua kelompok besar, yaitu Weda Sruti dan Weda Smrti.
Pembagian dalam dua jenis Weda ini selanjutnya dipakai untuk menamakan semua jenis buku yang dikelompokkan sebagai kitab Weda secara tradisional.
Kelompok Weda Sruti isinya hanya memuat wahyu sedangkan kelompok Weda Smrti isinya adalah ingatan kembali terhadap Sruti. Jadi, Smrti merupakan buku pedoman yang isinya tidak bertentangan dengan Sruti Bila dibandingkan dengan ilmu politik, Sruti adalah UUD-nya Hindu sedangkan Smrti adalah UU pokok dan UU pelaksanaannya adalah Nibandha.
1). Weda Sruti
Weda Sruti adalah kelompok Weda yang ditulis oleh para Maha Rsi melaluipendengaran langsung dari wahyu Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Kelompok Weda Sruti menurut Bhagawan Manu merupakan Weda yang sebenarnya atau weda orisinil. Menurut sifat isinya, weda sruti dibagi menjadi tiga bagian antara lain :
Bagian mantra (Mantra Samhita)
Kitab Mantra atau Mantra Samhita umurnya sangat tua dan merupakan dokumen umat manusia tertulis yang tertua dan masih ada sampai sekarang. Kitab ini ditulis dalam bentuk syair atau prosa liris, bahasanya bahasa Sansekerta Weda (Wedic Sanskrit). Syair-syair tersebut terkumpul dalam empat himpunan mantra yang masing-masing disebut samhita. Keempat samhita tersebut disebut Catur Weda Samhita yang terdiri dari :
Rg. Weda atau Rg. Weda Samhita merupakan kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran-ajaran umum dalam bentuk pujaan (Rc atau Rcas) Arc =memuja. Rg. weda terdiri dari 10.552 mantra, isinya syair-syair pujaaan.

Kitab ini merupakan Weda yang tertua dan yang terpenting, isinya terdiri dari 10 mandala. Dan mandala yang ke-10 adalah mandala yang terpenting karena menunjukkan kebenaran yang mutlak. Pendeta penyajinya disebut Hort (Horti). Kitab Rg. Weda dikumpulkan dalam berbagai jenis resensi, seperti resensi Sakala, Baskala, Aswalayana, Sankhyayana, dan Madukeya.
Sama Weda atau Sama Weda Samhita merupakan kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran umum mengenai lagu-lagu pujaan atau saman yang dinyanyikan waktu upacara. Sama Weda terdiri dari 1.875 mantra. Kata sama berarti irama atau melodi. Pendeta penyajinya disebut Udgatr (Udgatri).
Bagian Arcika terdiri dari mantra-mantra pujaan yang bersumber pada Rg. Weda.
Bagian Uttararcika, yaitu himpunan mantra-mantra yang bersifat tambahan. Kitab ini terdiri dari beberapa buku nyanyian pujaan (gana). Dari kitab-kitab yang ada, yang masih dapat dijumpai antara lain Ranayaniya, Kutama, dan Jaiminiya (Talawakara).
Yajur Weda atau Yajur Weda Samhita merupakan kumpulan mantra-mantra yang memuat doa-doa pujaan atau pokok-pokok yadnya, yang terdiri dari 1.975 mantra. Pendeta penyajinya disebut Adwaryu. Yajur Weda terdiri dari mantra-mantra yang sebagian besar berasal dari Rg. Weda, ditambah dengan beberapa mantra tambahan baru. Tambahan ini umumnya berbentuk prosa. Menurut Bhagawan Patanjali, kitab ini terdiri dari 101 resensi yang sebagian besar sudah lenyap. Kitab ini terdiri atas dua aliran, yaitu :
Yajur Weda Hitam (Kresna Yajur Weda) yang terdiri atas beberapa resensi yaitu Katakhassamhita, Mapisthalakathasamhita, Maitrayamisamhita, dan Taithiriyasamhita (terdiri dari dua aliran, yaitu Apastamba dan Hiranyakesin).

Yajur Weda Putih (Sukla Yajur Weda juga dikenal Wajasaneyi Samhita). Kitab ini terdiri dari dua resensi, yaitu Kanwa dan Madhayandina.
Perbedaan pokok antara kedua Yajur Weda ini terletak pada penggunaan mantra. Mantra pada yajur weda putih diucapkan sebagai doa-doa dalam suatu upacara, sedangkan mantra pada Yajur Weda Hitam menguraikan tentang arti dari upacara itu sendiri.
Atharwa Weda atau Atharwa Weda Samhita terdiri dari 5.987 mantra. Diantara mantra-mantra itu banyak yang berbentuk prosa. Isinya adalah tuntunan hidup sehari-hari yang berhubungan dengan hidup keduniawian. Banyak mantranya bersifat magis (Atharwan).
Pendeta penyajianya disebut Brahmana. Kitab ini terdiri dari Resensi Saunaka dan Paipplada.
  Dari keempat kelompok Weda itu, tiga kelompok pertama sering disebut sebagai mantra yang berdiri sendiri. Oleh karena itu disebut Trayi weda atau Tri Weda.

Bagian Brahmana (Karma Kanda)
Setiap Kitab Suci Weda memilki kitab Brahmananya sendiri-sendiri. Kitab Reg Weda memiliki dua buah kitab Brahmana yaitu: Aetareya Brahmana dan Kausitaki Brahmana yang juga disebut Sankhyana Brahmana. Kitab yang pertama terbagi atas 40 bab, sedangkan kitab yang kedua terdiri dari 30 bab. Kitab Sama Weda memiliki beberapa kitab brahmana yaitu: Tandya Brahmana (Panca Wirusa), Sadwirusa Brahmana, Adbhuta Brahmana. Kitab Yajur Weda memiliki dua kitab brahmana yaitu: Taittiriya Brahmana (milik Sukla Yajur Weda). Kitab Atharwa Weda memiliki kitab Gopatha Brahmana.
Bagian Upanisad/Aranyaka (Jnana Kanda)
Kata Upanisad berarti duduk dibawah dekat seorang guru untuk menerima ajaran-ajaran yang bersifat rahasia. Pokok ajaran Upanisad berkisar pada dua asas yaitu Brahman dan Atman.

Upanisad-upanisad yang dipandang paling penting, yaitu: Isa Upanisad, Kena Upanisad, Katha upanisad, Aetareya Upanisad, Taiitiriya Upanisad, Kausitaki Upanisad dan Swetaswatara Upanisad.
Kitab Aranyaka merupakan kelanjutan dari kitab Brahmana. Kitab ini merupakan pedoman bagi orang yang sudah melaksanakan Wanasprasta. Kitab ini isinya interpretasi upacara-upacara keagamaan. Kitab ini disebut Rahasya Jnana karena isinya bersifat rahasia. Kitab-kitab  Aranyaka yaitu: Aetareya Aranyaka (milik Reg Weda). Tandra Aranyaka (Milik Sama Weda), Satapatha Aranyaka (milik Atharwa Weda). Menurut DR.G Sriniwasa Murti bahwa tiap-tiap sakha yaitu cabang ilmu dari kitab suci Weda merupakan satu Upanisad.
Dalam penelitian beliau dinyatakan bahwa kitab Catur Weda Samhita memiki 1.180 sakha yang perinciannya sebagai berikut: Reg Weda memiliki 21 sakha, Sama Weda memiliki 1.000 sakha, yajur Weda memilki 109 sakha dan Atarwa Weda memiliki 50 sakha. Jadi semestinya ada 1.180 sakha, namun berdasarkan catatan Muktikopanisad jumlah upanisad yang ada sebanyak 108 buah buku, setiap Weda dari Catur Weda memilki kitab Upanisad sebagai berikut:
Upanisad yang termasuk Reg Weda berjumlah 10 Upanisad yaitu: Aetareya, Kausitaki, Nada-Bindu, Atmaprabedha, Nirwana, Mudgala, Aksamalika, Tripura, Saubhaya, dan Brahwrca Upanisad.
Upanisad yang termasuk Sama Weda berjumlah 16 Upanisad yaitu: Kena, Chandogya, Aruni, Maitrayani, Maitreyi, Wajrasucika, Yogacudamani, Wasudewa, Mahat, Sanyasa, Awyakta, Kondika, Sawitri, Rudraksajabala, Darsana dan Jabali Upanisad.
Upanisad yang termasuk Yajur Weda:
Yajur Weda Hitam berjumlah 32 Upanisad sedangkan Yajur Weda Putih berjumlah 19 Upanisad .
Upanisad yang termasuk Atharwa Weda  Berjumlah 31 Upanisad.

2). Weda Smrti
Kitab Weda Smrti adalah kitab yang ditulis berdasarkan ingatan yang bersumber kepada Weda Sruti. Kitab ini dianggap sebagai kitab Hukum Hindu yang didalamnya memuat tentang sariat Hindu yang disebut Dharma. Kerena itu Kitab Smrti ini dinyatakan sebagai Kitab Dharmasastra. Dharma berarti hukum dan Sastra berarti ilmu. Keterangan lebih lanjut mengenai kitab Smrti dapat kita temukan dalam berbagai kitab seperti:
“Srutir wedah samakhyato, dharmasastram tu wai smrti”
Artinya:
Yang dimaksud dengan sruti sama dengan weda dan Dharmasastra itu sesungguhnya Smrti.
Kitab Sarassamuscaya 37.

Kitab Smrti artinya mengingat, sehingga istilah Smrti adalah untuk menyebutkan jenis kelompok Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Smrti dapat digolongkan kedalam dua kelompok, yaitu:
Kelompok Wedangga
Dilihat dari arti kata, Wedangga terdiri dari dua kata yaitu Weda adalah Kitab Suci dan Angga artinya badan (batang tubuh). Jadi, Wedangga artinya batang tubuh (badan) Weda. Kitab Wedangga tidak terpisah dari weda, karena isi dan idenya lahir dari Weda. Kitab ini akan memberikan penjelasan tentang hal-hal yang ada dalam Weda (badan Weda). Kelompok Wedangga terdiri dari 6 bagian yang disebut Sad Wedangga, yang terdiri dari:
Siksa (Phonetika)
Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang tata cara yang tepat dalam pengucapan mantra serta tinggi rendahnya tekanan suara. Buku-buku siksa ini disebut Pratisakhya yang dihubungkan dengan berbagai resensi Weda Sruti.

Wyakarana (Tata Bahasa)
Wyakarana sebagai suplemen batang tubuh Weda dianggap sangat penting dan menentukan karena untuk mengerti dan menghayati Weda Sruti, tidak mungkin tanpa bantuan pengertian dan bahasa yang benar. Asal mula teori pengajaran Wyakarana, bersumber pada kitab Pratisakhya.
Chanda (Lagu)
Chanda adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang disebut lagu. Peranan Chanda di dalam sejarah penulisan Weda karena dengan Chanda semua ayat-ayat itu dapat dipelihara turun temurun seperti nyanyian yang mudah diingat. Diantara berbagai jenis kitab Chanda, yang masih terdapat dewasa ini adalah dua buah buku, antara lain Nidana sutra dan Chandra sutra. Kitab terakhir itu dihimpun oleh Bhagawan Pinggala.
Nirukta (Sinonim dan Antonym)
 Kitab tertua dari jenis ini dihimpun oleh Begawan Yaska bernama Nirukta, ditulis pada tahun 800 SM. Kitab ini membahas tiga masalah yaitu:
Naighantukakanda, memuat kata-kata yang sama artinya.
Naidhamakanda (Aikapadika), memuat kata-kata yang berarti ganda.
Daiwatakanda menghimpun nama Dewa-Dewa yang ada di angkasa, bumi dan surga.
Jyotisa (Astronomi)
Kelompok Jyostisa merupakan pelengkap Weda yang isinya memuat pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan untuk pedoman dalam melakukan Yadnya. Isinya yang penting membahas peredaran tata surya, bulan dan benda angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh dalam pelaksanaan Yadnya. Satu-satunya buku Jyotisa yang masih kita jumpai ialah Jyostisa Wedangga yang penulisanyan sendiri tidak dikenal.
Kalpa (Ritual)
Kelompok kalpa ini merupakan kelompok Wedangga yang terbesar dan yang terpenting.

Kitab kalpa adalah jenis kitab Smrti (Wedangga) yang isinya berhubungan dengan kitab Brahmanda dan kitab-kitab mantra. Kalpa terdiri empat kitab yang kebanyakan isinya berhubungan dengan kitab-kitab Brahmana. Dan hanya sebagian kecil yang berhubungan dengan kitab-kitab mantra.

2. Kelompok Upaweda
Kitab-kitab Upa Weda merupakan kitab kelompok kedua dari Weda Smrti, setelah kitab-kitab Wedangga. Upa berarti dekat/sekitar dan Weda dapat diartikan pengetahuan suci/kitab suci. Upa Weda juga diartikan sebagai weda yang lebih kecil. Kitab Upa Weda memiliki fungsi sama pentingnya dengan kitab-kitab Smrti yang lainnya. Kitab Upa Weda terdiri dari bebrapa cabang ilmu, antara lain sebagai berikut :
a.    Itihasa
Kitab Itihasa dikelompokkan dalam kitab-kitab Upa Weda. Nama Itihasa pada mulanya diberikan oleh penulis kitab Mahabharata pada bagian Adi Parwa, yaitu Bhagawan Wyasa. Itihasa terdiri atas tiga kata yaitu Iti-ha-sa, yang artinya sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya.
Didalam kitab Adi Parwa terdapat kata "Jayo nametihaso yam srotatawyo wujigisuna".  Kitab Itihasa secara tradisional terdiri dari kitab Ramayana (terdiri dari 7 kanda) ditulis oleh Mpu Walmiki. Ramayana telah selesai ditulis sebelum tahun 500SM. Diduga ceritanya telah populer sejak 3100SM. Ramayana merupakan epos yang ditulis dalam bentuk stansa meliputi 24.000 buah stansa. Seluruh isi dikelompokkan kedalam tujuh kanda yaitu Bala Kanda, Ayodnya Kanda, Aranya Kanda, Kiskindha Kanda, Sundara Kanda, Yudha Kanda dan Uttara Kanda dan Mahabharata (terdiri dari 18 parwa). Mahabharata yang sering disebut dengan istilah "wiracarita" terdiri atas 100.000 ribu sloka dan dibagi menjadi 18 parwa, sehingga disebut asta dasa parwa. Menurut tradisi, kejadian Bharatayudha diperkirakan pada permulaan zaman Kaliyuga.

Kitab Mahabharata menceritakan kehidupan keluarga bharata dan isinya menggambarkan pecahnya perang saudara antara pandawa dengan korawa. Kitab ini meliputi 18 buah parwa, yaitu Adi Parwa, Sabha Parwa, Wana Parwa, Wirata Parwa, Udyoga Parwa, Bhisma Parwa, Drona Parwa, Karna Parwa, Satya Parwa, Sampti kaparwa, Stri Parwa, Santri Parwa, Amsasana Parwa, Aswamedhi Kaparwa, Asramawasi Kaparwa, Mausala Parwa, Mohaprasthani Kaparwa, Swargarohana Parwa. Parwa ke-12 merupakan parwa terpanjang yang meliputi 14.000 stana. Mahabharata ditulis oleh Bhagawan Wyasa, Mahabharata banyak menggambarkan kehidupan beragama, sosial, dan politik menurut ajaran agama Hindu, yang mirip dengan dharma sastra dan wisnu smrti.
Purana
Kitab Purana adalah bagian dari kitab-kitab Upaweda. Kitab Purana memuat ajaran suci dalam cerita-cerita kuno dan perumpamaan untuk memudahkan penerapan dan pengertian yang terkandung dalam kehidupan sehari-hari serta bagi mereka yang tingkat pikirannya belum tinggi. Sejarah penulisan Purana dimulai pada tahun 500 SM. Dan mencapai kesempurnaan pada tahun 600 SM, ketika Maharaja Harsa Wardana yang memerintah Negara Aryawarta.
Adapun jenis-jenis purana adalah yaitu Brahmanda Purana, Brahmawaiwarta Purana, Markandya Purana, Bhawisya Purana, Wamana Purana, Brahma Purana, Wisnu Purana, Narada Purana, Bhagawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana, Warana Purana, Matsya Purana, Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa Purana, Skanda Purana dan Agni Purana. Diantara Purana-purana tersebut, yang paling terkenal adalah Wisnu Purana dan Bhagawata Purana. Berdasarkan sifatnya, kedepan belas purana itu dibagi atas tiga bagian yaitu :
Satwika Purana, terdiri atas Wisnu Purana, Narada Purana, Bhagawata Purana, Garuda Purana, dan Waraha purana.
Rajasika Purana, terdiri atas Bhrahmanda Purana, Bhrahmawaiwarta Purana, Markandya Purana, Bhawisya Purana, Waruna Purana dan Brahma Purana.

Tamasika Purana, terdiri atas Matsya Purana, Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa Purana, Skanda Purana, dan Agni Purana.
Kitab-kitab purana sangat penting karena bermanfaat untuk memahami garis-garis besar isi Weda. Menurut Wisnu Purana III.6.24, suatu purana yang lengkap dan baik memuat lima macam pokok isi, meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.    Cerita tentang penciptaan dunia.
b.    Cerita tentang bagaimana tanda dan terjadinya pralaya.
c.    Cerita yang menjelaskan silsilah dewa-dewa dan bhatara.
d.   Cerita mengenai zaman manu atau manwantara.
e.  Cerita mengenai silsilah keturunan dan perkembangan dinasti surya wangsa dan candra wangsa.
c.     Artha Sastra
Kitab Artha Sastra berisikan tentang pokok-pokok pemikiran bidang ilmu politik atau ilmu pemerintahaan negara. Artha Sastra sebagai bagian dari kitab Upa Weda, ditulis oleh Bhagawan Brhaspati. Jejak beliau didalam tulis menulis kitab-kitab artha sastra diikuti oleh Maharsi Kautilya (Canakya).
Disamping Maharsi Kautilya yang mengikuti Bhagawan Brhaspati dalam menulis kitab-kitab Artha Sastra, ada juga Bahgawan lainnya seperti Bhagawan Usana, Bhagawan Parasara, Danding, Wisnugupta, Bharadwaja, dan Wisalaksa.
Kitab-kitab yang tergolong kitab Artha Sastra adalah Niti Sastra atau Rajadharma (Dandaniti). Jenis kitab Artha Sastra yang digubah di Indonesia adalah jenis Usana, Nitisastra, dan Sukraniti.
d.    Ayur Weda
Kitab Ayur Weda adalah kelompok kitab Upa Weda yang isinya menguraikan tentang bidang ilmu kedokteran atau kesehatan baik rohani maupun jasmani. Adapun nama kitab yang termasuk kelompok kitab ayur weda adalah kitab Caraka Samhita, Susruta Samhita, Kasyapa Samhita, Astanggahrdaya, Yogasara, dan Kama Sutra.
Pada umumnya kitab Ayur Weda erat sekali hubungannya dengan kitab-kitab Dharma Sastra dan Purana.

Ajaran umum yang menjadi hakikat isi seluruh kitab ini menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rohani dengan berbagai sistem sifatnya. Jadi ayur weda adalah filsafat kehidupan, baik etis maupun medis. Oleh karena itu, luas lingkup bidang isi ajaran yang dikodifikasikan didalam Ajur Weda ini meliputi bidang yang sangat luas dan merupakan hal-hal yang hidup. Berdasarkan materi yang terdapat dalam kitab Ayur Weda maka isi kitab Ayur Weda meliputi delapan bidang ajaran umum, yaitu sebagai berikut :
Salya adalah ajaran mengenai ilmu bedah.
Salkya adalah ajaran mengenai ilmu penyakit.
Kayakitsa adalah ajaran mengenai ilmu obat-obatan.
Bhuta Widya adalah ajaran mengenai ilmu psikoterapi.
Kaumara Bhrtya adalah ajaran mengenai ilmu pendidikan anak-anak dan merupakan dasar bagi ilmu jiwa anak-anak.
Agada Tantra adalah ajaran mengenai ilmu toksikologi.
Rasayamatantra adalah ajaran mengenai ilmu muhjizat.
Wajikarana Tantra adalah ajaran mengenai ilmu jiwa remaja.

Kitab Caraka Smhita merupakan bagian dari kitab Ayur Weda. Kitab tersebut memuat delapan bidang ajaran, antara lain sebagai berikut :
Sutrathana, isinya menguraikan tentang ilmu pengobatan.
Nidanasthana, isinya memuat tentang berbagai penyakit yang bersifat umum.
Wimanasthana, isinya menguraikan tentang ilmu pathologi.
Sarithana, isinya menguraikan tentang ilmu anatomi dan embriologi.
Indiyasthana, isinya menguraikan tentang materi diagnosa dan prognosa.
Cikitasasthana, isinya menguraikan tentang ajaran khusus mengenai pokok-pokok ilmu terapi.
Kalpasthana, isinya menguraikan tentang ajaran di bidang terapi secara umum.
Siddistana, isinya juga menguraikan tentang pokok-pokok di bidang terapi secara umum.

Berdasarkan catatan yang ada, kitab Kalpasthana dan kitab Siddistana telah diterjemahkan kedalam bahasa Arab dan Persia pada tahun 800 Masehi. Kitab Susruta Samhita ditulis oleh Bhagawan Susanta. Kitab ini isinya menguraikan tentang pentingnya ajaran umum dibidang ilmu bedah. Disamping itu, kitab Susruta Samhita juga mencatat berbagai macam alat-alat yang dapat dipergunakan dalam pembedahan. Kitab Yogasara dan Yogasastra ditulis oleh Bhagawan Nagarjuna. Kedua kitab ini isinya menguraikan tentang pokok-pokok ilmu yoga yang berhubungan dengan sistem anatomi dalam pembinaan kesehatan, baik jasmani maupun rohani. Kitab kama Sutra ditulis oleh Bhagawan Watsyayana pada abad ke-10 masehi. Kitab Kama Sutra berhubungan dengan kitab Wajikarana Tantra. Isinya menguraikan tentang ajaran ilmu jiwa remaja.
e.     Gandharwa Weda
Kitab Gandharwa Weda merupakan bagian dari kitab-kitab Upa Weda. Gandharwa Weda sebagai kitab Smrti, juga memiliki beberapa bagian kitab, seperti: Natya Sastra, Natya Wedagama, Dewa Dasa Sahasri, Rasarnawa, dan Rasaratnasamucaya. Kitab Gandharwa Weda isinya menguraikan tentang berbagai aspek cabang ilmu seni.
f.     Kama Sastra
Kitab Kama Sastra adalah termasuk kitab suci agama hindu pada bagian Smrti (Upa Weda). Kama Sastra sebagai bagian dari jenis kitab Upa Weda isinya menguraikan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan asmara, seni atau rasa indah. Didalam upaya untuk mewujudkan salah satu tujuan hidup, umat Hindu dipandang perlu untuk membangkitkan rasa indah tersebut. Kebangkitan dari rasa indah manusia terbentuk untuk berbakti kepada Sang Hayng Widhi, hendaknya dipedomani oleh Kama Sastra. Karena dengan demikian asmara dan rasa indah yang muncul itu tentu terarah/bernilai positif adanya. Diantara kitab-kitab Kama Sastra yang terkenal adalah karya dari Bhagawan Watsyayana.

g.    Agama
Kitab agama itu baru ada setelah agama hindu ada dan berkembang di dunia. menurut Weda, agama Hindu dapat dipelajari ole seluruh umat manusia. Hal ini termuat dalam kitab Yajur Weda sebagai berikut :
"Yaatkeram wacam kalyanin awadoni janebhyah,
Brahma Rajanyabhyam cudraya caryaya ca siwaya caranayaca"
Artinya :
Biar kutanyakan disini kitab suci ini kepada orang-orang banyak, kepada kaum Brahmana, Kaum Ksatrya, Kaum Sudra, dan Kaum Waisya dan bahkan kepada orang-orangKu dan kepada mereka (orang-orang asing) sekalipun.
(Yajur Weda XVI. 18)


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Weda sebagai wahyu yang diturunkan Agama Hindu, secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta, dari akar kata "Wid" yang berarti mengetahui atau pengetahuan. Kitab suci Weda menggunakan bahasa Sansekerta yang dipopulerkan oleh Maharsi bernama Panini yang hidup pada abad ke VI sebelum masehi. Weda berarti sudah ada sebelum pengertian waktu itu ada. Weda itu tidak berawal dan berakhir dan berlaku sepanjang jaman. Ajaran Weda yang merupakan wahyu atau sabda Tuhan Yang Maha Esa yang disebut dengan Sruti yang artinya didengar. Adapun Sapta Rsi dan keluarga (Gotra) dari Sapta (Maha) Rsi penerima wahyu adalah: Grtsamada, Visvamitra, Vamadeva, Atri, Bharadvaja, Vasistha dan Kanva. Sumber hukum Hindu menurut Kitab Manawa Dharmasastra adalah Sruti, Smrti, Sila, Acara, dan Atmanastuti. Dalam pengkodifikasi Weda terdapat Kelompok Weda Sruti isinya hanya memuat wahyu sedangkan kelompok Weda Smrti isinya adalah ingatan kembali terhadap Sruti. Jadi, Smrti merupakan buku pedoman yang isinya tidak bertentangan dengan Sruti Bila dibandingkan dengan ilmu politik, Sruti adalah UUD-nya Hindu sedangkan Smrti adalah UU pokok dan UU pelaksanaannya adalah Nibandha.

Saran
Demikian makalah ini kami buat semoga dapat bermanfaat bagi kami dan pembaca khususnya kritik dan saran bagi pembaca sangat kami harapkan untuk memperbaiki makalah kami berikutnya.


DAFTAR PUSTAKA
Bantas, I Ketut dan I Nengah Dana. 1986. Pendidikan Agama Hindu. Jakarta: Karunika Jakarta.
Midastra, I Wayan,dkk. 2007.Savitri Pendidikan Agama Hindu untuk SMP Kelas VIII. Denpasar: Tri Agung.
Bantas, I Ketut. 2002. Agama Hindu. Jakarta: Universitas Terbuka

































32

Minggu, 17 November 2019

Makalah tentang Weda

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam berbagai kesempatan melalui ceramah agama Hindu, dharma vacana, dharma tula, diskusi atau seminar, sebagian dari umat Hindu yang terpelajar menanyakan tentang kitab suci Veda. Mereka meyakini kitab suci Veda sebagai sumber ajaran agama Hindu, tetapi mereka belum pernah melihat bagaimana kitab suci Weda itu.

Kini perkembangan dunia modern sangat pesat, media komunikasi seperti televisi sangat bermanfaat bagi pengembangan atau penyampaian ajaran agama. Umat Hindu merasakan keterlambatan, ketidaksiapan dan kekurangan dalam memanfaatkan teknologi modern ini. Perkembangan dunia modern dalam era globalisasi ini, umat Hindu khususnya dan masyarakat pada umumnya ingin mengenal ajaran agamanya dan ajaran agama lain yang tidak dipeluknya lebih mendalam lagi. Untuk mendalami ajaran agama Hindu, kita harus merujuk pada kitab suci Weda, yang khususnya membahas tentang Itihasa dalam Kitab Suci Weda.

        1.2  Rumusan Masalah
1.2.1. Apa pengertian Weda ?
1.2.2. Apa saja bagian-bagian Weda?
1.2.3. Paparkan pengertian Itihasa!
1.2.4. Apa saja contoh cerita dari Itihasa ?

       1.3 Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui apa pengertian Weda
1.3.2.Untuk  mengetahui bagian-bagian Weda
1.3.3.Untuk mengetahui apa itu Itihasa sebagai bagian dari Weda
13.4. Untuk mengetahui contoh cerita dari Itihasa




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Weda
Pada tahun 1849 seorang sarjana Belanda R. Freiderich menulis tentang keberadaan Veda di pulau Bali. Para Pandita  memiliki lontar (manuscript) berupa 4 buah Samhita yang ditulis oleh Bhagavan Byasa (Maharsi Vyasa). Mereka merahasiakan isinya dan hanya mengajarkan kepada pandita sisya (murid)nya. R. Freiderich hanya diijinkan melihat sebuah lontar yaitu Brahmana Purana berbahasa Jawa Kuna. Kemudian sarjana Brumund dan Kern menemukan bahwa mantram-mantram berbahasa Sanskerta yang bercampur dengan bahasa Jawa Kuna itu adalah mantram ritual dan penjelasannya yang bersifat mistik dengan latar belakang Saivisme dengan warna Tantric.
Kata Veda berasal dari bahasa Sanskerta, berakar kata Vid yang artinya ilmu pengetahuan. Tetapi tidak semua ilmu pengetahuan dapat disebut sebagai Veda. Veda adalah ilmu pengetahuan yang mengandung tuntunan rohani agar manusia mencapai kesempurnaan hidup atau paravidya. Veda juga mengandung ilmu pengetahuan tentang ciptaan Brahman atau aparavidya untuk tujuan memuliakan hidup manusia dan alam semesta.
Veda disebut sebagai kitab suci Agama Hindu, karena berbentuk buku atau kitab disucikan oleh pemeluk agama Hindu, diyakini sebagai wahyu Tuhan, dan dipakai sebagai pedoman dasar hidup oleh umat Hindu dalam melakukan hidup bermasyarakat.Veda juga disebut sebagai mantra, terutama ketika diucapkan dengan hikmat oleh para Sulinggih. Perhatikan ketika ada Sulinggih atau Pandita yang sedang merapalkan mantra, maka Sulinggih itu disebut sebagai sedang ngaveda. Dalam konteks ini, Veda berarti pujastuti atau mantra.
Para Pandita dan sastrawan Indonesia mengenal nama Catur Veda yang disebut Sang Hyang Sruti melalui naskah-naskah Ramayana dan Mahabharata berbahasa Jawa Kuna. Dari 18 parva Mahabharata, hanya 9 parwa yang diwaris berbahasa Jawa Kuna.




Bagian-Bagian Weda
Weda Sruti
Weda Sruti adalah kelompok Weda yang ditulis oleh para Maha Rsi melalui pendengaran langsung dari Wahyu Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Kelompok Weda Sruti menurut Bhagawan Manu merupakan Weda yang sebenarnya atau Weda Orisinil. Menurut sifat isinya Weda ini dibagi atas 3 macam , antara lain :
Bagian Mantram
Bagian Brahmana (Karma Kanda)
Bagian Upanisad / Arnyaka (Jnana Kanda)
MANTRA
Bagian Mantra terdiri dari empat himpunan (Samhita) yang disebut Catur Weda Samhita, Yaitu :
Rg. Weda atau Rg. Weda Samhita
Sama Weda atau Sama Weda Samhita
Yajur Weda atau Yajur Weda Samhita
Arthawa Weda atau Artawa Weda Samhita
BRAHMANA
Bagian Kedua yang terpenting dari kitab Sruti adalah bagian yang disebut Brahmana atau Karma Kanda . Himpunan buku  buku ini disebut Brahmana. Tiap  tiap mantra (Rg. Weda, Sama Weda, Yajur Weda, dan Atharwa Weda) memiliki Brahmana. Brahmana berarti doa. Jadi, kitab Brahmana adalah kitab yang berisi himpunan doa  doa yang dipergunakan untuk keperluan upacara yadnya.
UPANISAD
Aranyaka atau Upanisad adalah himpunan mantra  mantra yang membahas berbagai aspek teori mengenai keTuhanan.

Weda Smrti
Smerti adalah Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Penyusunan ini didasarkan atas pengelompokan isi materi secara sistematis menurut bidang profesi. Secara garis besarnya Smerti dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni kelompok Wedangga (Sadangga), dan kelompok Upaweda.
Kelompok Wedangga:
Kata Wedangga, terdiri dari kata Weda dan Angga (bahasa sansekerta). Weda berarti ilmu pengetahuan suci dan angga berarti bagian atau anggota. Kelompok ini disebut juga Sadangga. Wedangga terdiri dari enam bidang Weda yaitu:
Siksa (Phonetika)
Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara tepat dalam pengucapan mantra serta rendah tekanan suara.
Adapun Kitab  kitab Pratishakya yang masih sampai saat ini adalah :
Rg. Weda Pratishakya
Taittriya Pratishakya Sutra
Wajasaneyi Pratisahya Sutra
Sama Pratisakhya Sutra
Atharwa Weda Pratisakhya Sutra

Wyakarana (Tata Bahasa)
Merupakan suplemen batang tubuh Weda dan dianggap sangat penting serta menentukan, karena untuk mengerti dan menghayati Weda Sruti, tidak mungkin tanpa bantuan pengertian dan bahasa yang benar.
Chanda (Lagu)
Adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang disebut lagu. Sejak dari sejarah penulisan Weda, peranan Chanda sangat penting. Karena dengan Chanda itu, semua ayat-ayat itu dapat dipelihara turun temurun seperti nyanyian yang mudah diingat.
Nirukta
Memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang terdapat di dalam Weda.


Kitab Nirukta hasil karya Begawan Yaska , isinya menguraikan tentang tiga macam suatu hal, yaitu sebagai berikut :
Memuat kata- kata yang memiliki arti sama atau Naighantuka Kanda
Memuat kata- kata yang memiliki arti ganda atau disebut Naighama Kanda
Memuat tentang nama  nama Dewa yang ada di angkasa , bumi , dan surga disebut Daiwatganda
Jyotisa (Astronomi)
Merupakan pelengkap Weda yang isinya memuat pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan untuk pedoman dalam melakukan yadnya, isinya adalah membahas tata surya, bulan dan badan angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh di dalam pelaksanaan yadnya.
Kalpa
Merupakan kelompok Wedangga (Sadangga) yang terbesar dan penting. Menurut jenis isinya, Kalpa terbagi atas beberapa bidang, yaitu bidang Srauta, bidang Grhya, bidang Dharma, dan bidang Sulwa.
Srauta memuat berbagai ajaran mengenai tata cara melakukan yajna, penebusan dosa dan lain-lain, terutama yang berhubungan dengan upacara keagamaan.
Grhyasutra, memuat berbagai ajaran mengenai peraturan pelaksanaan yajna yang harus dilakukan oleh orang-orang yang berumah tangga.
Dharmasutra adalah membahas berbagai aspek tentang peraturan hidup bermasyarakat dan bernegara. Dan Orang Suci yang menuliskan kitab Dharma Sutra Adalah :
Bhagawan Manu
Bhagawan Apastamba
Bhagawan Bhaudhayana
Bhagawan Harita
Bhagawan Wisnu
Bhagawan Wasistha
Bhagawan Waikanasa
Bhagawan Yajnawalkya
Bhagawan Parasara
Sulwasutra, adalah memuat peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat tempat peribadatan, misalnya Pura, Candi dan bangunan-bangunan suci lainnya yang berhubungan dengan ilmu arsitektur.
Kelompok Upaweda
Adalah kelompok kedua yang sama pentingnya dengan Wedangga. Kelompok Upaweda terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
Itihasa
Purana
Arthasastra
Ayur Weda
Gandharwaweda
Kama Sastra
Agama

Pengertian Itihasa
Itihasa merupakan jenis epos yang terdiri dari dua macam yaitu Ramayana dan Mahabharata. Kitan Ramayana ditulis oleh Rsi Walmiki. Seluruh isinya dikelompokkan kedalam tujuh Kanda dan berbentuk syair. Jumlah syairnya sekitar 24.000 syair. Adapun ketujuh kanda tersebut adalah Ayodhya Kanda, Bala Kanda, Kiskinda Kanda, Sundara Kanda, Yudha Kanda dan Utara Kanda. Tiap-tiap Kanda itu merupakan satu kejadian yang menggambarkan ceritra yang menarik. Di Indonesia cerita Ramayana sangat populer yang digubah ke dalam bentuk Kekawin dan berbahasa Jawa Kuno. Kekawin ini merupakan kakawin tertua yang disusun sekitar abad ke-8.
Disamping Ramayana, epos besar lainnya adalah Mahabharata. Kitab ini disusun oleh maharsi Wyasa. Isinya adalah menceritakan kehidupan  keluarga Bharata dan menggambarkan pecahnya perang saudara diantara bangsa Arya sendiri. Ditinjau dari arti Itihasa (berasal dari kata Iti, ha dan asa artinya adalah sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya) maka Mahabharata itu gambaran sejarah, yang memuat mengenai kehidupan keagamaan, sosial dan politik menurut ajaran Hindu. Kitab Mahabharata meliputi 18 Parwa, yaitu Adiparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa, Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa, Sauptikaparwa, Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa, Asramawasikaparwa, Mausalaparwa, Mahaprastanikaparwa, dan Swargarohanaparwa.
Diantara parwa-parwa tersebut, terutama di dalam Bhismaparwa terdapatlah kitab Bhagavad Gita, yang amat masyur isinya adalah wejangan Sri Krsna kepada Arjuna tentang ajaran filsafat yang amat tinggi.

Contoh Cerita Itihasa
Seperti pada penjelasan sebelumnya, Itihasa ini terbagi menjadi dua jenis yaitu cerita Ramayana dan Mahabharata. Cerita yang akan saya bahas yaitu cerita Ramayana.
Kisah Ramayana terdiri dari tujuh kitab yang disebut Saptakanda. Urutan kitab menunjukkan kronologi peristiwa yang terjadi dalam Wiracarita Ramayana. Berikut adalah ketujuh Kanda tersebut beserta ringkasan cerita masing-masing Kanda
Balakanda
Kitab Balakanda merupakan awal dari kisah Ramayana. Kitab Balakanda menceritakan Prabu Dasarata yang memiliki tiga permaisuri, yaitu: Kosalya, Kekayi, dan Sumitra. Prabu Dasarata berputra empat orang, yaitu: Rama, Bharata, Lakshmana dan Satrughna. Kitab Balakanda juga menceritakan kisah Sang Rama yang berhasil memenangkan sayembara dan memperistri Sita, puteri Prabu Janaka.
Ayodhyakanda
Kitab Ayodhyakanda berisi kisah dibuangnya Rama ke hutan bersama Dewi Sita dan Lakshmana karena permohonan Dewi Kekayi. Setelah itu, Prabu Dasarata yang sudah tua wafat. Bharata tidak ingin dinobatkan menjadi Raja, kemudian ia menyusul Rama. Rama menolak untuk kembali ke kerajaan. Akhirnya Bharata memerintah kerajaan atas nama Sang Rama.
Aranyakanda
Kitab Aranyakakanda menceritakan kisah Rama, Sita, dan Lakshmana di tengah hutan selama masa pengasingan. Di tengah hutan, Rama sering membantu para pertapa yang diganggu oleh para rakshasa. Kitab Aranyakakanda juga menceritakan kisah Sita diculik Rawana dan pertarungan antara Jatayu dengan Rawana.
Kiskindhakanda
Kitab Kiskindhakanda menceritakan kisah pertemuan Sang Rama dengan Raja kera Sugriwa. Sang Rama membantu Sugriwa merebut kerajaannya dari Subali, kakaknya. Dalam pertempuran, Subali terbunuh. Sugriwa menjadi Raja di Kiskindha. Kemudian Sang Rama dan Sugriwa bersekutu untuk menggempur Kerajaan Alengka.
Sundarakanda
Kitab Sundarakanda menceritakan kisah tentara Kiskindha yang membangun jembatan Situbanda yang menghubungkan India dengan Alengka. Hanuman yang menjadi duta Sang Rama pergi ke Alengka dan menghadap Dewi Sita. Di sana ia ditangkap namun dapat meloloskan diri dan membakar ibukota Alengka.
Yuddhakanda
Kitab Yuddhakanda menceritakan kisah pertempuran antara laskar kera Sang Rama dengan pasukan rakshasa Sang Rawana. Cerita diawali dengan usaha pasukan Sang Rama yang berhasil menyeberangi lautan dan mencapai Alengka. Sementara itu Wibisana diusir oleh Rawana karena terlalu banyak memberi nasihat. Dalam pertempuran, Rawana gugur di tangan Rama oleh senjata panah sakti. Sang Rama pulang dengan selamat ke Ayodhya bersama Dewi Sita.
Uttarakanda
Kitab Uttarakanda menceritakan kisah pembuangan Dewi Sita karena Sang Rama mendengar desas-desus dari rakyat yang sangsi dengan kesucian Dewi Sita. Kemudian Dewi Sita tinggal di pertapaan Rsi Walmiki dan melahirkan Kusa dan Lawa. Kusa dan Lawa datang ke istana Sang Rama pada saat upacara Aswamedha. Pada saat itulah mereka menyanyikan Ramayana yang digubah oleh Rsi Walmiki.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Veda adalah ilmu pengetahuan yang mengandung tuntunan rohani agar manusia mencapai kesempurnaan hidup atau paravidya. Veda juga mengandung ilmu pengetahuan tentang ciptaan Brahman atau aparavidya untuk tujuan memuliakan hidup manusia dan alam semesta.
Weda dibagi menjadi 2 bagian yaitu Weda Sruti dan Weda Smerti. Salah satu bagian Weda Smerti yaitu kelompok Upaweda yang salah satu bahasannya adalah Itihasa. Itihasa merupakan jenis epos yang terdiri dari dua macam yaitu Ramayana dan Mahabharata. Di dalam kedua epos ini terkandung makna dan nilai-nilai kehidupan yang dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Manfaat
 Sebagai  pengembangan  dan  menambah  wawasan  bagi  penulis  sebagai  seorang  umat Hindu sekaligus calon guru.  Dari  hasil pembahasan makalah ini diharapkan akan dapat belajar banyak tentang Weda dan Itihasa pada khususnya.
 Memberikan   pengetahuan   terhadap   pembaca tentang apa itu Weda, bagian-bagian Weda, serta pembahasan tentang Itihasa.











                                   

DAFTAR PUSTAKA


https://hindualukta.blogspot.com/2016/04/pengertian-weda-veda.html
https://hindualukta.blogspot.com/2018/10/pengertian-dan-bagian-bagian-upaweda.html
http://wiracaritabali.blogspot.com/2014/08/sapta-kanda-cerita-ramayana.html

Pengertian Weda

KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Atas Asung Kertha Wara Nugraha Ida  Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) pada akhirnya makalah ini tersusun dalam bentuk yang sederhana setelah banyak rintangan baik teknis maupun non tekhnis. Adapun judul makalah yang saya ambil adalah Weda.
Penyusun menyadari bahwa komposisi, struktur maupun materi yang terdapat dalam makalah ini masih jauh dari yang diharapkan, oleh karena itu penyusun menyadari beberapa kekurangan-kekurangan dan keterbatasan penulis . Oleh karena itu saran dan kritik dari semua pihak yang sifatnya membangun sangat diharapkan dalam perbaikan makalah ini.
Dengan selesainya makalah ini penyusun ingin menyampaikan terima kasih kepada Dosen kami yang telah banyak memberi petunjuk dalam pembuatan makalah ini, tak lupa juga kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman kami yang telah banyak memberikan  motivasi dan dorongannya sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Om Santi Santi Santi Om.

                                                         
Amlapura,  Oktober 2017


Penulis

DAPTAR ISI
Kata Pengantar f
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN 1
        1.1.Latar Belakang 1
        1.2.Rumusan Masalah 1
        1.3.Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
        2.1.Pengertian Weda 2
        2.2.Arti Kata Weda 2
        2.3.Bahasa Weda 3
        2.4.Kedudukan Kitab Suci Weda 4
BAB III PENUTUP 8
        3.1.Kesimpulan 8
        3.2.Saran 8
DAFTAR PUSTAKA 9

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam berbagai kesempatan melalui ceramah agama Hindu, dharma wacana, dharma tula, diskusi atau seminar, sebagian dari umat Hindu yang terpelajar menanyakan tentang kitab suci Veda. Mereka meyakini kitab suci Veda sebagai sumber ajaran agama Hindu, tetapi mereka belum pernah melihat bagaimana kitab suci Veda itu.

Kini perkembangan dunia modern sangat pesat, media komunikasi seperti televisi sangat bermanfaat bagi pengembangan atau penyampaian ajaran agama. Umat Hindu merasakan keterlambatan, ketidaksiapan dan kekurangan dalam memanfaatkan teknologi modern ini. Perkembangan dunia modern dalam era globalisasi ini, umat Hindu khususnya dan masyarakat pada umumnya ingin mengenal ajaran agamanya dan ajaran agama lain yang tidak dipeluknya lebih mendalam lagi. Untuk mendalami ajaran agama Hindu, kita harus merujuk pada kitab suci Veda.

1.2  Rumusan Masalah
 Apa pengertian Veda?
 Apa arti kata Veda?
 Bagaimana bahasa Veda?
4. Bagaimana Kedudukan Kitab Suci Veda?

1.3  Tujuan
 Untuk mengetahui pengertian Veda
 Untuk mengetahui arti kata Veda
 Untuk mengetahui bahasa Veda
4. Untuk mengetahui  Kedudukan Kitab Suci Veda



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Veda
Pada tahun 1849 seorang sarjana Belanda R. Freiderich menulis tentang keberadaan Veda di pulau Bali. Para Pandita  memiliki lontar (manuscript) berupa 4 buah Samhita yang ditulis oleh Bhagavan Byasa (Maharsi Vyasa). Mereka merahasiakan isinya dan hanya mengajarkan kepada pandita sisya (murid)nya. R. Freiderich hanya diijinkan melihat sebuah lontar yaitu Brahmana Purana berbahasa Jawa Kuna. Kemudian sarjana Brumund dan Kern menemukan bahwa mantram-mantram berbahasa Sanskerta yang bercampur dengan bahasa Jawa Kuna itu adalah mantram ritual dan penjelasannya yang bersifat mistik dengan latar belakang Saivisme dengan warna Tantric.
Terhadap mantram-mantram Sanskerta di Bali yang disebut Catur Veda tidak lain adalah Narayanatharvasiropanisad yang aslinya terdiri dari 5 bait mantram (syair) dan di Bali hanya dikenal 4 bait mantram yang masing-masing bait berakhir dengan :, etad Rgveda siro dhite etad Yajurveda siri dhite, etad Samaveda siro dhite, dan etad Atharvaveda siro dhite.
Tentang Narayana Upanisad yang disebut Catur Veda ini, Sylvain Levi menyatakan adalah 4 bait dari Narayana Upanisad yang pada tiap-tiap pada bagian akhir berisi kata sirah, sering disebut Catur Veda Sirah. Jadi pada masa silam di Bali (Indonesia) tidak terdapat kitab suci Veda. Tentang Gayatri Mantram para Padanda tidak pernah mendengar walaupun tiap hari mengucapkan mantram itu (dalam Suryasevana) sumber aslinya adalah Rgveda III.62.10, kita mengenal Brahma Gayatri, Rudra Gayatri, Gayatri Kavaca.
Para Pandita dan sastrawan Indonesia mengenal nama Catur Veda yang disebut Sang Hyang Sruti melalui naskah-naskah Ramayana dan Mahabharata berbahasa Jawa Kuna. Dari 18 parva Mahabharata, hanya 9 parwa yang diwaris berbahasa Jawa Kuna.

2.2  Arti Kata Veda
Kata Veda dapat dikaji dari 2 pendekatan yaitu etimologi dan semantik. Kata Veda berasal dari urat kata kerja Vid yang artinya mengetahui dan Veda berarti pengetahuan, dalam arti semantik berarti pengetahuan suci, kebenaran sejati, pengetahuan tentang ritual, kebijaksanaan yang tertinggi, pengetahuan spiritual sejati tentang kebenaran abadi, ajaran suci atau kitab suci sumber ajaran agama Hindu.

Svami Dayananda Sarasvati dalam bukunya Rgvedadi Bhasya Bhumika menyatakan kata Veda berasal dari 4 urat kata kerja:
Vid : mengetahui (Anadi, Set, Parasmaipada)  Vetti.
Vid : menjadi ada (Divadi, Anit)  Vidyate.
Vid : membedakan (Rudhadi, Anit)  Vinte.
Vidl : mencapai (Tudadi, Set)  Vidanti atau Vindate.
Maurice Winternitz di dalam bukunya A History of Indian Literature, volume I menyatakan bahwa Veda (Rgveda) adalah pustaka monumental tertua Indo-Eropa (1927). Demikian pula Bloomfield dalam bukunya The Religion of Veda menyatakan bahwa Veda (Rgveda) bukan saja monument tertua umat manusia, tetapi juga dokumentasi di Timur yang paling tua, dan memperlihatkan peradaban yang tinggi di antara mereka yang dapat dijumpai dalam mantra-mantra Veda (1908). Sarvepali Radhakrishnan mengatakan bahwa Veda mengandung makna kebijaksanaan  menunjukkan spiritual yang sejati dari yang dituju umat manusia.
Veda dalam bentuk tunggal (bahasa Inggris) berarti pengetahuan suci dalam bentuk jamak Vedas berarti dalam pengertian yang luas yakni seluruh kitab Sruti yang terdiri dari 4 Veda (Mantra Samhita), kitab-kitab Brahmana, Aranyaka dan kitab-kitab Upanisad. S. Radhakrishnan lebih jauh menyatakan tentang arti Veda: Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan dalam tahap kedua disebabkan oleh pengkajian yang lebih mendetail, sedang

2.3 Bahasa Veda
Veda sebagai wahyu Tuhan Yang Maha Esa diyakini kebenarannya oleh seluruh umat Hindu. Kebenaran Veda tidak diragukan lagi. Bahasa yang digunakan dalam Veda adalah bahasa masyarakat di tempat wahyu itu diturunkan yaitu bahasa Sanskerta dan bahasa ini tetap juga digunakan sampai berkembangnya susastra Veda pada jaman sesudah Veda itu dihimpun dalam 4 himpunan yang disebut Samhita dan dikenal dengan nama Catur Veda (Rgveda, Yajurveda, Samaveda, dan Atharvaveda).
Bahasa Sanskerta dipopulerkan oleh Maharsi Panini, pada waktu itu menulis sebuah kitab Vyakarana yaitu kitab tata bahasa Sanskerta yang terdiri dari 8 Adyaya atau bab yang terkenal dengan nama Astadhyayi yang mengemukakan bahwa bahasa yang digunakan dalam Veda adalah bahasa deva-deva yang dikenal dengan nama daivivak yang artinya bahasa atau sabda devata.
Maharsi Patanjali menulis kitab Bhasa dan merupakan buku kritik terhadap karya Panini yang ditulis pada abad ke II Sebelum Masehi yang mengungkap nama Daivivak untuk menamai bahasa yang digunakan dalam Veda termasuk kitab-kitab itihasa (sejarah), purana (sejarah kuna), smrti/dharmasastra (kitab-kitab hukum), kitab-kitab agama (pegangan bagi Sampradaya atau Paksa seperti Saivagama, Tantrayana, juga bahasa yang digunakan dalam kitab-kitab darsana (filsafat Hindu).
Maharsi Katyayana dikenal pula dengan nama Vararuci yang hidup pada abad ke V Sebelum Masehi, di Indonesia salah satu karyanya diterjemahkan dalam bahasa Jawa Kuno pada jaman Majapahit  yaitu kitab Sarasamuccaya sedang Maharsi Panini hidup pada abad ke VI Sebelum Masehi, pengaruh kitab Astadhyayi sangat besar dalam perkembangan bahasa Sanskerta. Para ahli membedakan bahasa Sanskerta ke dalam 3 kelompok:
Bahasa Sanskerta Veda (Vedic Sanskrit) bahasa Sanskerta yang digunakan jauh lebih tua.
Bahasa Sanskerta Klasik (Classical Sanskrit) bahasa Sanskerta yang digunakan dalam susastra Hindu seperti itihasa, puran, dharmasastra.
Bahasa Sanskerta Campuran (Hybrida Sanskrit) bahasa Sanskerta yang sudah mendapat pengaruh dari bahasa yang berkembang pada saat itu.
3.4  Kedudukan Kitab Suci Veda
1. Veda, Kitab Suci, Sumber Ajaran Hindu
Satu-satunya pemikiran yang secara tradisional yang kita miliki adalah yang mengatakan bahwa Veda adalah Kitab suci agama Hindu. Diyakini sebagai kitab suci karena sifat isinya dan yang menurunkan (mewahyukan) adalah Tuhan Yang Maha Esa yang disebut apauruseya.Sebagai kitab suci, Veda adalah sumber ajaran agama Hindu sebab dari Vedalah mengalir ajaran yang merupakan kebenaran agama Hindu. Dari kitab Veda (Sruti) mengalirlah ajarannya dan dikembangkan dalam kitab-kitab Smrti, Itihasa, Purana, Tantra, Darsana, dan Tatwa-tatwa. Veda adalah sumber ajaran agama, sumber tertingi dari semua sastra agama, berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, Veda diwahyukan pada permulaan adanya pengertian waktu.
Veda mengandung ajaran yang memberikan keselamatan di dunia ini dan akhirat nanti. Veda menuntun tindakan umat manusia sejak lahir sampai pada nafasnya yang terakhir. Ajaran Veda tidak terbatas hanya sebagai tuntunan hidup individual, tetapi juga dalam hidupbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Segala tuntunan hidup ditunjukan kepada kita oleh ajaran Veda yang terhimpun dalam kitab-kitab Samhita, Brahmana, Aranyaka, Upanisad maupun yang dijelaskan kembali dalam kitab-kitab susastra Veda atau susastra Hindu lainnya.

2. Veda, Wahyu Tuhan Yang Maha Esa
Veda sebagai himpunan Sabda atau wahyu berasal dari Apauruseya (bukan dari purusa atau manusia) sebab para rsi penerima wahyu berfungsi hanya sebagai instrument (sarana) dari Tuhan Yang Maha Esa untuk menyampaikan ajaran suci-Nya. Svami Dayananda Saraswvati menyakan Veda adalah Sabda-Nya dan segala kuasa-Nya bersifat abadi, Rgveda, Yajurveda, Samaveda, dan Atharvaveda berasal dan merupakan Sabda-Nya, Tuhan Yang Maha Agung dan Sempurna, Para Brahman yang memiliki kekuasaan yang menjadikan diri-Nya sendiri, penuh kesadaran, supra empiris, dan sumber kebahagiaan dan Veda merupakan sabda-Nya yang bersifat abadi.
Tentang para rsi yang menerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa dan menyampaikan secara lisan melalui tradisi kuno yakni system perguruan yang disebut parampara, seorang filologis Veda dan penyusun kitab Nirukta bernama Yaskacarya menyatakan:

 Nirukta  I. 19
 Saksat krta dharman rsayo
 Bubhuvustesaksat krta dharmabhya
 Upadesena mantram sampradu.

Artinya:
Para rsi adalah mereka yang memahami dan mampu merealisasikan dharma dengan sempurna. Beliau mengajarkan hal tersebut kepada mereka yang mencari kesempurnaan yang belum mereali-sasikan hal itu.

Jadi berdasarkan kutipan tersebut di atas, para rsi adalah mereka yang menerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa karena kesucian pribadinya, mereka menerima sabda suci-Nya. Oleh karena itu seorang rsi disebut mantradrasta (mantradrastarah itirsih). Ada beberapa cara seorang rsi menerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa:
Svaranada yakni gema
Upanisad, pikiran para rsi dimasuki oleh sabda Brahman
Darsana atau Darsanam yakni rsi atau orang suci berhadapan dengan deva-deva
Avatara yakni manusia berhadapan dengan Avatara-Nya
3. Veda, Sumber Hukum Hindu
Maharsi Manu, peletak dasar hukum Hindu menjelaskan Veda adalah sumber dari segala dharma atau hukum Hindu.

Manavadharmasastra II.6
Vedokhilo dmharma mulam
Smrti sile ca tad vida,
Acarasca iva sadhunam
Atmanas tustir eva ca.

Artinya
‘Veda adalah sumber dari segala dharma, kemudian barulah smrti, di samping sila, acara dan atmanastuti.

Kita mengenal sumber-sumber hukum Hindu menurut kronologisnya sebagai berikut:
Veda (Sruti)
Smrti (dharmasastra)
Sila (tingkah laku orang suci)
Acara (tradisi yang baik)
Atmanastuti (keheningan hati)
4. Nama-nama lain Kitab Suci Veda
Adapun nama-nama lain dari kitab suci Veda antara lain:
Kitab Sruti
Atharvaveda
Kitab Rahasya, rahasya artinya bahwa Veda mengandung ajaran yang bersifat rahasia yakni moksa
Kitab Agama, menunjukkan bahwa kebenaran Veda adalah mutlak dan harus diyakini kebenarannya.
Kitab Mantra, Kitab Mantra adalah nama lain dari kitab Veda, karena Veda memang berbentuk mantra atau puisi (syair) yang dapat dilagukan.















BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Weda merupakan kitab suci yang didalamnya terdapat ajaran-ajaran dan filsafat hidup yang termuat dalam sloka-sloka. Di dalam kitab Weda juga diajarakan pengetahuan-pengetahuan yang sifatnya membimbing umat Hindu ke jalan yang benar.

3.2    Saran.
Mari kita wujudkan bersama-sama tentang bagaimana cara kita sebagai pelajar dan umat Hindu untuk selalu menghayati dan mengamalkan serta melaksanakan  apa itu yang termuat dalam Weda. Dan saya menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran sangat saya harapkan dari teman-teman sekalian dan para pembaca lainnya demi makalah ini lebih sempurna dan bermanfaat bagi banyak orang.

















DAFTAR PUSTAKA

https://hindualukta.blogspot.co.id/2015/05/mengenal-veda-makalah.html