Adat, Tradisi, Agama, Budaya Hindu Bali

Minggu, 17 November 2019

Makalah tentang Weda

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam berbagai kesempatan melalui ceramah agama Hindu, dharma vacana, dharma tula, diskusi atau seminar, sebagian dari umat Hindu yang terpelajar menanyakan tentang kitab suci Veda. Mereka meyakini kitab suci Veda sebagai sumber ajaran agama Hindu, tetapi mereka belum pernah melihat bagaimana kitab suci Weda itu.

Kini perkembangan dunia modern sangat pesat, media komunikasi seperti televisi sangat bermanfaat bagi pengembangan atau penyampaian ajaran agama. Umat Hindu merasakan keterlambatan, ketidaksiapan dan kekurangan dalam memanfaatkan teknologi modern ini. Perkembangan dunia modern dalam era globalisasi ini, umat Hindu khususnya dan masyarakat pada umumnya ingin mengenal ajaran agamanya dan ajaran agama lain yang tidak dipeluknya lebih mendalam lagi. Untuk mendalami ajaran agama Hindu, kita harus merujuk pada kitab suci Weda, yang khususnya membahas tentang Itihasa dalam Kitab Suci Weda.

        1.2  Rumusan Masalah
1.2.1. Apa pengertian Weda ?
1.2.2. Apa saja bagian-bagian Weda?
1.2.3. Paparkan pengertian Itihasa!
1.2.4. Apa saja contoh cerita dari Itihasa ?

       1.3 Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui apa pengertian Weda
1.3.2.Untuk  mengetahui bagian-bagian Weda
1.3.3.Untuk mengetahui apa itu Itihasa sebagai bagian dari Weda
13.4. Untuk mengetahui contoh cerita dari Itihasa




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Weda
Pada tahun 1849 seorang sarjana Belanda R. Freiderich menulis tentang keberadaan Veda di pulau Bali. Para Pandita  memiliki lontar (manuscript) berupa 4 buah Samhita yang ditulis oleh Bhagavan Byasa (Maharsi Vyasa). Mereka merahasiakan isinya dan hanya mengajarkan kepada pandita sisya (murid)nya. R. Freiderich hanya diijinkan melihat sebuah lontar yaitu Brahmana Purana berbahasa Jawa Kuna. Kemudian sarjana Brumund dan Kern menemukan bahwa mantram-mantram berbahasa Sanskerta yang bercampur dengan bahasa Jawa Kuna itu adalah mantram ritual dan penjelasannya yang bersifat mistik dengan latar belakang Saivisme dengan warna Tantric.
Kata Veda berasal dari bahasa Sanskerta, berakar kata Vid yang artinya ilmu pengetahuan. Tetapi tidak semua ilmu pengetahuan dapat disebut sebagai Veda. Veda adalah ilmu pengetahuan yang mengandung tuntunan rohani agar manusia mencapai kesempurnaan hidup atau paravidya. Veda juga mengandung ilmu pengetahuan tentang ciptaan Brahman atau aparavidya untuk tujuan memuliakan hidup manusia dan alam semesta.
Veda disebut sebagai kitab suci Agama Hindu, karena berbentuk buku atau kitab disucikan oleh pemeluk agama Hindu, diyakini sebagai wahyu Tuhan, dan dipakai sebagai pedoman dasar hidup oleh umat Hindu dalam melakukan hidup bermasyarakat.Veda juga disebut sebagai mantra, terutama ketika diucapkan dengan hikmat oleh para Sulinggih. Perhatikan ketika ada Sulinggih atau Pandita yang sedang merapalkan mantra, maka Sulinggih itu disebut sebagai sedang ngaveda. Dalam konteks ini, Veda berarti pujastuti atau mantra.
Para Pandita dan sastrawan Indonesia mengenal nama Catur Veda yang disebut Sang Hyang Sruti melalui naskah-naskah Ramayana dan Mahabharata berbahasa Jawa Kuna. Dari 18 parva Mahabharata, hanya 9 parwa yang diwaris berbahasa Jawa Kuna.




Bagian-Bagian Weda
Weda Sruti
Weda Sruti adalah kelompok Weda yang ditulis oleh para Maha Rsi melalui pendengaran langsung dari Wahyu Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Kelompok Weda Sruti menurut Bhagawan Manu merupakan Weda yang sebenarnya atau Weda Orisinil. Menurut sifat isinya Weda ini dibagi atas 3 macam , antara lain :
Bagian Mantram
Bagian Brahmana (Karma Kanda)
Bagian Upanisad / Arnyaka (Jnana Kanda)
MANTRA
Bagian Mantra terdiri dari empat himpunan (Samhita) yang disebut Catur Weda Samhita, Yaitu :
Rg. Weda atau Rg. Weda Samhita
Sama Weda atau Sama Weda Samhita
Yajur Weda atau Yajur Weda Samhita
Arthawa Weda atau Artawa Weda Samhita
BRAHMANA
Bagian Kedua yang terpenting dari kitab Sruti adalah bagian yang disebut Brahmana atau Karma Kanda . Himpunan buku  buku ini disebut Brahmana. Tiap  tiap mantra (Rg. Weda, Sama Weda, Yajur Weda, dan Atharwa Weda) memiliki Brahmana. Brahmana berarti doa. Jadi, kitab Brahmana adalah kitab yang berisi himpunan doa  doa yang dipergunakan untuk keperluan upacara yadnya.
UPANISAD
Aranyaka atau Upanisad adalah himpunan mantra  mantra yang membahas berbagai aspek teori mengenai keTuhanan.

Weda Smrti
Smerti adalah Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Penyusunan ini didasarkan atas pengelompokan isi materi secara sistematis menurut bidang profesi. Secara garis besarnya Smerti dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni kelompok Wedangga (Sadangga), dan kelompok Upaweda.
Kelompok Wedangga:
Kata Wedangga, terdiri dari kata Weda dan Angga (bahasa sansekerta). Weda berarti ilmu pengetahuan suci dan angga berarti bagian atau anggota. Kelompok ini disebut juga Sadangga. Wedangga terdiri dari enam bidang Weda yaitu:
Siksa (Phonetika)
Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara tepat dalam pengucapan mantra serta rendah tekanan suara.
Adapun Kitab  kitab Pratishakya yang masih sampai saat ini adalah :
Rg. Weda Pratishakya
Taittriya Pratishakya Sutra
Wajasaneyi Pratisahya Sutra
Sama Pratisakhya Sutra
Atharwa Weda Pratisakhya Sutra

Wyakarana (Tata Bahasa)
Merupakan suplemen batang tubuh Weda dan dianggap sangat penting serta menentukan, karena untuk mengerti dan menghayati Weda Sruti, tidak mungkin tanpa bantuan pengertian dan bahasa yang benar.
Chanda (Lagu)
Adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang disebut lagu. Sejak dari sejarah penulisan Weda, peranan Chanda sangat penting. Karena dengan Chanda itu, semua ayat-ayat itu dapat dipelihara turun temurun seperti nyanyian yang mudah diingat.
Nirukta
Memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang terdapat di dalam Weda.


Kitab Nirukta hasil karya Begawan Yaska , isinya menguraikan tentang tiga macam suatu hal, yaitu sebagai berikut :
Memuat kata- kata yang memiliki arti sama atau Naighantuka Kanda
Memuat kata- kata yang memiliki arti ganda atau disebut Naighama Kanda
Memuat tentang nama  nama Dewa yang ada di angkasa , bumi , dan surga disebut Daiwatganda
Jyotisa (Astronomi)
Merupakan pelengkap Weda yang isinya memuat pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan untuk pedoman dalam melakukan yadnya, isinya adalah membahas tata surya, bulan dan badan angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh di dalam pelaksanaan yadnya.
Kalpa
Merupakan kelompok Wedangga (Sadangga) yang terbesar dan penting. Menurut jenis isinya, Kalpa terbagi atas beberapa bidang, yaitu bidang Srauta, bidang Grhya, bidang Dharma, dan bidang Sulwa.
Srauta memuat berbagai ajaran mengenai tata cara melakukan yajna, penebusan dosa dan lain-lain, terutama yang berhubungan dengan upacara keagamaan.
Grhyasutra, memuat berbagai ajaran mengenai peraturan pelaksanaan yajna yang harus dilakukan oleh orang-orang yang berumah tangga.
Dharmasutra adalah membahas berbagai aspek tentang peraturan hidup bermasyarakat dan bernegara. Dan Orang Suci yang menuliskan kitab Dharma Sutra Adalah :
Bhagawan Manu
Bhagawan Apastamba
Bhagawan Bhaudhayana
Bhagawan Harita
Bhagawan Wisnu
Bhagawan Wasistha
Bhagawan Waikanasa
Bhagawan Yajnawalkya
Bhagawan Parasara
Sulwasutra, adalah memuat peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat tempat peribadatan, misalnya Pura, Candi dan bangunan-bangunan suci lainnya yang berhubungan dengan ilmu arsitektur.
Kelompok Upaweda
Adalah kelompok kedua yang sama pentingnya dengan Wedangga. Kelompok Upaweda terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
Itihasa
Purana
Arthasastra
Ayur Weda
Gandharwaweda
Kama Sastra
Agama

Pengertian Itihasa
Itihasa merupakan jenis epos yang terdiri dari dua macam yaitu Ramayana dan Mahabharata. Kitan Ramayana ditulis oleh Rsi Walmiki. Seluruh isinya dikelompokkan kedalam tujuh Kanda dan berbentuk syair. Jumlah syairnya sekitar 24.000 syair. Adapun ketujuh kanda tersebut adalah Ayodhya Kanda, Bala Kanda, Kiskinda Kanda, Sundara Kanda, Yudha Kanda dan Utara Kanda. Tiap-tiap Kanda itu merupakan satu kejadian yang menggambarkan ceritra yang menarik. Di Indonesia cerita Ramayana sangat populer yang digubah ke dalam bentuk Kekawin dan berbahasa Jawa Kuno. Kekawin ini merupakan kakawin tertua yang disusun sekitar abad ke-8.
Disamping Ramayana, epos besar lainnya adalah Mahabharata. Kitab ini disusun oleh maharsi Wyasa. Isinya adalah menceritakan kehidupan  keluarga Bharata dan menggambarkan pecahnya perang saudara diantara bangsa Arya sendiri. Ditinjau dari arti Itihasa (berasal dari kata Iti, ha dan asa artinya adalah sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya) maka Mahabharata itu gambaran sejarah, yang memuat mengenai kehidupan keagamaan, sosial dan politik menurut ajaran Hindu. Kitab Mahabharata meliputi 18 Parwa, yaitu Adiparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa, Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa, Sauptikaparwa, Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa, Asramawasikaparwa, Mausalaparwa, Mahaprastanikaparwa, dan Swargarohanaparwa.
Diantara parwa-parwa tersebut, terutama di dalam Bhismaparwa terdapatlah kitab Bhagavad Gita, yang amat masyur isinya adalah wejangan Sri Krsna kepada Arjuna tentang ajaran filsafat yang amat tinggi.

Contoh Cerita Itihasa
Seperti pada penjelasan sebelumnya, Itihasa ini terbagi menjadi dua jenis yaitu cerita Ramayana dan Mahabharata. Cerita yang akan saya bahas yaitu cerita Ramayana.
Kisah Ramayana terdiri dari tujuh kitab yang disebut Saptakanda. Urutan kitab menunjukkan kronologi peristiwa yang terjadi dalam Wiracarita Ramayana. Berikut adalah ketujuh Kanda tersebut beserta ringkasan cerita masing-masing Kanda
Balakanda
Kitab Balakanda merupakan awal dari kisah Ramayana. Kitab Balakanda menceritakan Prabu Dasarata yang memiliki tiga permaisuri, yaitu: Kosalya, Kekayi, dan Sumitra. Prabu Dasarata berputra empat orang, yaitu: Rama, Bharata, Lakshmana dan Satrughna. Kitab Balakanda juga menceritakan kisah Sang Rama yang berhasil memenangkan sayembara dan memperistri Sita, puteri Prabu Janaka.
Ayodhyakanda
Kitab Ayodhyakanda berisi kisah dibuangnya Rama ke hutan bersama Dewi Sita dan Lakshmana karena permohonan Dewi Kekayi. Setelah itu, Prabu Dasarata yang sudah tua wafat. Bharata tidak ingin dinobatkan menjadi Raja, kemudian ia menyusul Rama. Rama menolak untuk kembali ke kerajaan. Akhirnya Bharata memerintah kerajaan atas nama Sang Rama.
Aranyakanda
Kitab Aranyakakanda menceritakan kisah Rama, Sita, dan Lakshmana di tengah hutan selama masa pengasingan. Di tengah hutan, Rama sering membantu para pertapa yang diganggu oleh para rakshasa. Kitab Aranyakakanda juga menceritakan kisah Sita diculik Rawana dan pertarungan antara Jatayu dengan Rawana.
Kiskindhakanda
Kitab Kiskindhakanda menceritakan kisah pertemuan Sang Rama dengan Raja kera Sugriwa. Sang Rama membantu Sugriwa merebut kerajaannya dari Subali, kakaknya. Dalam pertempuran, Subali terbunuh. Sugriwa menjadi Raja di Kiskindha. Kemudian Sang Rama dan Sugriwa bersekutu untuk menggempur Kerajaan Alengka.
Sundarakanda
Kitab Sundarakanda menceritakan kisah tentara Kiskindha yang membangun jembatan Situbanda yang menghubungkan India dengan Alengka. Hanuman yang menjadi duta Sang Rama pergi ke Alengka dan menghadap Dewi Sita. Di sana ia ditangkap namun dapat meloloskan diri dan membakar ibukota Alengka.
Yuddhakanda
Kitab Yuddhakanda menceritakan kisah pertempuran antara laskar kera Sang Rama dengan pasukan rakshasa Sang Rawana. Cerita diawali dengan usaha pasukan Sang Rama yang berhasil menyeberangi lautan dan mencapai Alengka. Sementara itu Wibisana diusir oleh Rawana karena terlalu banyak memberi nasihat. Dalam pertempuran, Rawana gugur di tangan Rama oleh senjata panah sakti. Sang Rama pulang dengan selamat ke Ayodhya bersama Dewi Sita.
Uttarakanda
Kitab Uttarakanda menceritakan kisah pembuangan Dewi Sita karena Sang Rama mendengar desas-desus dari rakyat yang sangsi dengan kesucian Dewi Sita. Kemudian Dewi Sita tinggal di pertapaan Rsi Walmiki dan melahirkan Kusa dan Lawa. Kusa dan Lawa datang ke istana Sang Rama pada saat upacara Aswamedha. Pada saat itulah mereka menyanyikan Ramayana yang digubah oleh Rsi Walmiki.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Veda adalah ilmu pengetahuan yang mengandung tuntunan rohani agar manusia mencapai kesempurnaan hidup atau paravidya. Veda juga mengandung ilmu pengetahuan tentang ciptaan Brahman atau aparavidya untuk tujuan memuliakan hidup manusia dan alam semesta.
Weda dibagi menjadi 2 bagian yaitu Weda Sruti dan Weda Smerti. Salah satu bagian Weda Smerti yaitu kelompok Upaweda yang salah satu bahasannya adalah Itihasa. Itihasa merupakan jenis epos yang terdiri dari dua macam yaitu Ramayana dan Mahabharata. Di dalam kedua epos ini terkandung makna dan nilai-nilai kehidupan yang dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Manfaat
 Sebagai  pengembangan  dan  menambah  wawasan  bagi  penulis  sebagai  seorang  umat Hindu sekaligus calon guru.  Dari  hasil pembahasan makalah ini diharapkan akan dapat belajar banyak tentang Weda dan Itihasa pada khususnya.
 Memberikan   pengetahuan   terhadap   pembaca tentang apa itu Weda, bagian-bagian Weda, serta pembahasan tentang Itihasa.











                                   

DAFTAR PUSTAKA


https://hindualukta.blogspot.com/2016/04/pengertian-weda-veda.html
https://hindualukta.blogspot.com/2018/10/pengertian-dan-bagian-bagian-upaweda.html
http://wiracaritabali.blogspot.com/2014/08/sapta-kanda-cerita-ramayana.html

Pengertian Weda

KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Atas Asung Kertha Wara Nugraha Ida  Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) pada akhirnya makalah ini tersusun dalam bentuk yang sederhana setelah banyak rintangan baik teknis maupun non tekhnis. Adapun judul makalah yang saya ambil adalah Weda.
Penyusun menyadari bahwa komposisi, struktur maupun materi yang terdapat dalam makalah ini masih jauh dari yang diharapkan, oleh karena itu penyusun menyadari beberapa kekurangan-kekurangan dan keterbatasan penulis . Oleh karena itu saran dan kritik dari semua pihak yang sifatnya membangun sangat diharapkan dalam perbaikan makalah ini.
Dengan selesainya makalah ini penyusun ingin menyampaikan terima kasih kepada Dosen kami yang telah banyak memberi petunjuk dalam pembuatan makalah ini, tak lupa juga kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman kami yang telah banyak memberikan  motivasi dan dorongannya sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Om Santi Santi Santi Om.

                                                         
Amlapura,  Oktober 2017


Penulis

DAPTAR ISI
Kata Pengantar f
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN 1
        1.1.Latar Belakang 1
        1.2.Rumusan Masalah 1
        1.3.Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
        2.1.Pengertian Weda 2
        2.2.Arti Kata Weda 2
        2.3.Bahasa Weda 3
        2.4.Kedudukan Kitab Suci Weda 4
BAB III PENUTUP 8
        3.1.Kesimpulan 8
        3.2.Saran 8
DAFTAR PUSTAKA 9

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam berbagai kesempatan melalui ceramah agama Hindu, dharma wacana, dharma tula, diskusi atau seminar, sebagian dari umat Hindu yang terpelajar menanyakan tentang kitab suci Veda. Mereka meyakini kitab suci Veda sebagai sumber ajaran agama Hindu, tetapi mereka belum pernah melihat bagaimana kitab suci Veda itu.

Kini perkembangan dunia modern sangat pesat, media komunikasi seperti televisi sangat bermanfaat bagi pengembangan atau penyampaian ajaran agama. Umat Hindu merasakan keterlambatan, ketidaksiapan dan kekurangan dalam memanfaatkan teknologi modern ini. Perkembangan dunia modern dalam era globalisasi ini, umat Hindu khususnya dan masyarakat pada umumnya ingin mengenal ajaran agamanya dan ajaran agama lain yang tidak dipeluknya lebih mendalam lagi. Untuk mendalami ajaran agama Hindu, kita harus merujuk pada kitab suci Veda.

1.2  Rumusan Masalah
 Apa pengertian Veda?
 Apa arti kata Veda?
 Bagaimana bahasa Veda?
4. Bagaimana Kedudukan Kitab Suci Veda?

1.3  Tujuan
 Untuk mengetahui pengertian Veda
 Untuk mengetahui arti kata Veda
 Untuk mengetahui bahasa Veda
4. Untuk mengetahui  Kedudukan Kitab Suci Veda



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Veda
Pada tahun 1849 seorang sarjana Belanda R. Freiderich menulis tentang keberadaan Veda di pulau Bali. Para Pandita  memiliki lontar (manuscript) berupa 4 buah Samhita yang ditulis oleh Bhagavan Byasa (Maharsi Vyasa). Mereka merahasiakan isinya dan hanya mengajarkan kepada pandita sisya (murid)nya. R. Freiderich hanya diijinkan melihat sebuah lontar yaitu Brahmana Purana berbahasa Jawa Kuna. Kemudian sarjana Brumund dan Kern menemukan bahwa mantram-mantram berbahasa Sanskerta yang bercampur dengan bahasa Jawa Kuna itu adalah mantram ritual dan penjelasannya yang bersifat mistik dengan latar belakang Saivisme dengan warna Tantric.
Terhadap mantram-mantram Sanskerta di Bali yang disebut Catur Veda tidak lain adalah Narayanatharvasiropanisad yang aslinya terdiri dari 5 bait mantram (syair) dan di Bali hanya dikenal 4 bait mantram yang masing-masing bait berakhir dengan :, etad Rgveda siro dhite etad Yajurveda siri dhite, etad Samaveda siro dhite, dan etad Atharvaveda siro dhite.
Tentang Narayana Upanisad yang disebut Catur Veda ini, Sylvain Levi menyatakan adalah 4 bait dari Narayana Upanisad yang pada tiap-tiap pada bagian akhir berisi kata sirah, sering disebut Catur Veda Sirah. Jadi pada masa silam di Bali (Indonesia) tidak terdapat kitab suci Veda. Tentang Gayatri Mantram para Padanda tidak pernah mendengar walaupun tiap hari mengucapkan mantram itu (dalam Suryasevana) sumber aslinya adalah Rgveda III.62.10, kita mengenal Brahma Gayatri, Rudra Gayatri, Gayatri Kavaca.
Para Pandita dan sastrawan Indonesia mengenal nama Catur Veda yang disebut Sang Hyang Sruti melalui naskah-naskah Ramayana dan Mahabharata berbahasa Jawa Kuna. Dari 18 parva Mahabharata, hanya 9 parwa yang diwaris berbahasa Jawa Kuna.

2.2  Arti Kata Veda
Kata Veda dapat dikaji dari 2 pendekatan yaitu etimologi dan semantik. Kata Veda berasal dari urat kata kerja Vid yang artinya mengetahui dan Veda berarti pengetahuan, dalam arti semantik berarti pengetahuan suci, kebenaran sejati, pengetahuan tentang ritual, kebijaksanaan yang tertinggi, pengetahuan spiritual sejati tentang kebenaran abadi, ajaran suci atau kitab suci sumber ajaran agama Hindu.

Svami Dayananda Sarasvati dalam bukunya Rgvedadi Bhasya Bhumika menyatakan kata Veda berasal dari 4 urat kata kerja:
Vid : mengetahui (Anadi, Set, Parasmaipada)  Vetti.
Vid : menjadi ada (Divadi, Anit)  Vidyate.
Vid : membedakan (Rudhadi, Anit)  Vinte.
Vidl : mencapai (Tudadi, Set)  Vidanti atau Vindate.
Maurice Winternitz di dalam bukunya A History of Indian Literature, volume I menyatakan bahwa Veda (Rgveda) adalah pustaka monumental tertua Indo-Eropa (1927). Demikian pula Bloomfield dalam bukunya The Religion of Veda menyatakan bahwa Veda (Rgveda) bukan saja monument tertua umat manusia, tetapi juga dokumentasi di Timur yang paling tua, dan memperlihatkan peradaban yang tinggi di antara mereka yang dapat dijumpai dalam mantra-mantra Veda (1908). Sarvepali Radhakrishnan mengatakan bahwa Veda mengandung makna kebijaksanaan  menunjukkan spiritual yang sejati dari yang dituju umat manusia.
Veda dalam bentuk tunggal (bahasa Inggris) berarti pengetahuan suci dalam bentuk jamak Vedas berarti dalam pengertian yang luas yakni seluruh kitab Sruti yang terdiri dari 4 Veda (Mantra Samhita), kitab-kitab Brahmana, Aranyaka dan kitab-kitab Upanisad. S. Radhakrishnan lebih jauh menyatakan tentang arti Veda: Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan dalam tahap kedua disebabkan oleh pengkajian yang lebih mendetail, sedang

2.3 Bahasa Veda
Veda sebagai wahyu Tuhan Yang Maha Esa diyakini kebenarannya oleh seluruh umat Hindu. Kebenaran Veda tidak diragukan lagi. Bahasa yang digunakan dalam Veda adalah bahasa masyarakat di tempat wahyu itu diturunkan yaitu bahasa Sanskerta dan bahasa ini tetap juga digunakan sampai berkembangnya susastra Veda pada jaman sesudah Veda itu dihimpun dalam 4 himpunan yang disebut Samhita dan dikenal dengan nama Catur Veda (Rgveda, Yajurveda, Samaveda, dan Atharvaveda).
Bahasa Sanskerta dipopulerkan oleh Maharsi Panini, pada waktu itu menulis sebuah kitab Vyakarana yaitu kitab tata bahasa Sanskerta yang terdiri dari 8 Adyaya atau bab yang terkenal dengan nama Astadhyayi yang mengemukakan bahwa bahasa yang digunakan dalam Veda adalah bahasa deva-deva yang dikenal dengan nama daivivak yang artinya bahasa atau sabda devata.
Maharsi Patanjali menulis kitab Bhasa dan merupakan buku kritik terhadap karya Panini yang ditulis pada abad ke II Sebelum Masehi yang mengungkap nama Daivivak untuk menamai bahasa yang digunakan dalam Veda termasuk kitab-kitab itihasa (sejarah), purana (sejarah kuna), smrti/dharmasastra (kitab-kitab hukum), kitab-kitab agama (pegangan bagi Sampradaya atau Paksa seperti Saivagama, Tantrayana, juga bahasa yang digunakan dalam kitab-kitab darsana (filsafat Hindu).
Maharsi Katyayana dikenal pula dengan nama Vararuci yang hidup pada abad ke V Sebelum Masehi, di Indonesia salah satu karyanya diterjemahkan dalam bahasa Jawa Kuno pada jaman Majapahit  yaitu kitab Sarasamuccaya sedang Maharsi Panini hidup pada abad ke VI Sebelum Masehi, pengaruh kitab Astadhyayi sangat besar dalam perkembangan bahasa Sanskerta. Para ahli membedakan bahasa Sanskerta ke dalam 3 kelompok:
Bahasa Sanskerta Veda (Vedic Sanskrit) bahasa Sanskerta yang digunakan jauh lebih tua.
Bahasa Sanskerta Klasik (Classical Sanskrit) bahasa Sanskerta yang digunakan dalam susastra Hindu seperti itihasa, puran, dharmasastra.
Bahasa Sanskerta Campuran (Hybrida Sanskrit) bahasa Sanskerta yang sudah mendapat pengaruh dari bahasa yang berkembang pada saat itu.
3.4  Kedudukan Kitab Suci Veda
1. Veda, Kitab Suci, Sumber Ajaran Hindu
Satu-satunya pemikiran yang secara tradisional yang kita miliki adalah yang mengatakan bahwa Veda adalah Kitab suci agama Hindu. Diyakini sebagai kitab suci karena sifat isinya dan yang menurunkan (mewahyukan) adalah Tuhan Yang Maha Esa yang disebut apauruseya.Sebagai kitab suci, Veda adalah sumber ajaran agama Hindu sebab dari Vedalah mengalir ajaran yang merupakan kebenaran agama Hindu. Dari kitab Veda (Sruti) mengalirlah ajarannya dan dikembangkan dalam kitab-kitab Smrti, Itihasa, Purana, Tantra, Darsana, dan Tatwa-tatwa. Veda adalah sumber ajaran agama, sumber tertingi dari semua sastra agama, berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, Veda diwahyukan pada permulaan adanya pengertian waktu.
Veda mengandung ajaran yang memberikan keselamatan di dunia ini dan akhirat nanti. Veda menuntun tindakan umat manusia sejak lahir sampai pada nafasnya yang terakhir. Ajaran Veda tidak terbatas hanya sebagai tuntunan hidup individual, tetapi juga dalam hidupbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Segala tuntunan hidup ditunjukan kepada kita oleh ajaran Veda yang terhimpun dalam kitab-kitab Samhita, Brahmana, Aranyaka, Upanisad maupun yang dijelaskan kembali dalam kitab-kitab susastra Veda atau susastra Hindu lainnya.

2. Veda, Wahyu Tuhan Yang Maha Esa
Veda sebagai himpunan Sabda atau wahyu berasal dari Apauruseya (bukan dari purusa atau manusia) sebab para rsi penerima wahyu berfungsi hanya sebagai instrument (sarana) dari Tuhan Yang Maha Esa untuk menyampaikan ajaran suci-Nya. Svami Dayananda Saraswvati menyakan Veda adalah Sabda-Nya dan segala kuasa-Nya bersifat abadi, Rgveda, Yajurveda, Samaveda, dan Atharvaveda berasal dan merupakan Sabda-Nya, Tuhan Yang Maha Agung dan Sempurna, Para Brahman yang memiliki kekuasaan yang menjadikan diri-Nya sendiri, penuh kesadaran, supra empiris, dan sumber kebahagiaan dan Veda merupakan sabda-Nya yang bersifat abadi.
Tentang para rsi yang menerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa dan menyampaikan secara lisan melalui tradisi kuno yakni system perguruan yang disebut parampara, seorang filologis Veda dan penyusun kitab Nirukta bernama Yaskacarya menyatakan:

 Nirukta  I. 19
 Saksat krta dharman rsayo
 Bubhuvustesaksat krta dharmabhya
 Upadesena mantram sampradu.

Artinya:
Para rsi adalah mereka yang memahami dan mampu merealisasikan dharma dengan sempurna. Beliau mengajarkan hal tersebut kepada mereka yang mencari kesempurnaan yang belum mereali-sasikan hal itu.

Jadi berdasarkan kutipan tersebut di atas, para rsi adalah mereka yang menerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa karena kesucian pribadinya, mereka menerima sabda suci-Nya. Oleh karena itu seorang rsi disebut mantradrasta (mantradrastarah itirsih). Ada beberapa cara seorang rsi menerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa:
Svaranada yakni gema
Upanisad, pikiran para rsi dimasuki oleh sabda Brahman
Darsana atau Darsanam yakni rsi atau orang suci berhadapan dengan deva-deva
Avatara yakni manusia berhadapan dengan Avatara-Nya
3. Veda, Sumber Hukum Hindu
Maharsi Manu, peletak dasar hukum Hindu menjelaskan Veda adalah sumber dari segala dharma atau hukum Hindu.

Manavadharmasastra II.6
Vedokhilo dmharma mulam
Smrti sile ca tad vida,
Acarasca iva sadhunam
Atmanas tustir eva ca.

Artinya
‘Veda adalah sumber dari segala dharma, kemudian barulah smrti, di samping sila, acara dan atmanastuti.

Kita mengenal sumber-sumber hukum Hindu menurut kronologisnya sebagai berikut:
Veda (Sruti)
Smrti (dharmasastra)
Sila (tingkah laku orang suci)
Acara (tradisi yang baik)
Atmanastuti (keheningan hati)
4. Nama-nama lain Kitab Suci Veda
Adapun nama-nama lain dari kitab suci Veda antara lain:
Kitab Sruti
Atharvaveda
Kitab Rahasya, rahasya artinya bahwa Veda mengandung ajaran yang bersifat rahasia yakni moksa
Kitab Agama, menunjukkan bahwa kebenaran Veda adalah mutlak dan harus diyakini kebenarannya.
Kitab Mantra, Kitab Mantra adalah nama lain dari kitab Veda, karena Veda memang berbentuk mantra atau puisi (syair) yang dapat dilagukan.















BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Weda merupakan kitab suci yang didalamnya terdapat ajaran-ajaran dan filsafat hidup yang termuat dalam sloka-sloka. Di dalam kitab Weda juga diajarakan pengetahuan-pengetahuan yang sifatnya membimbing umat Hindu ke jalan yang benar.

3.2    Saran.
Mari kita wujudkan bersama-sama tentang bagaimana cara kita sebagai pelajar dan umat Hindu untuk selalu menghayati dan mengamalkan serta melaksanakan  apa itu yang termuat dalam Weda. Dan saya menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran sangat saya harapkan dari teman-teman sekalian dan para pembaca lainnya demi makalah ini lebih sempurna dan bermanfaat bagi banyak orang.

















DAFTAR PUSTAKA

https://hindualukta.blogspot.co.id/2015/05/mengenal-veda-makalah.html

WEDA

WEDA



Oleh :
NI NYOMAN ARTINI (17.1.009)
NI PUTU HERAWATI (17.1.013)
AYU PARAMITA SUARDANI (17.1.014)
NI KADEK WINDI FITRILIA SUPIARTA (17.1.015)
IDA AYU MADE SASIH ARI PURNAMA (17.1.017)



SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
AGAMA HINDU AMLAPURA
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU
SEMESTER V
2019

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Weda , yang secara khusus membahas tentang Weda.
Penulisan makalah  ini merupakan ide-ide dan pemikiran penulis yang didasarkan pada refrensi terpercaya, sehingga tugas ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Melalui penulisan  makalah ini disampaikan ucapan terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu, yakni:
Drs. I Wayan Dwija, M.Pd, selaku Ketua STKIP Agama Hindu Amlapura yang telah mendukung baik secara moral dan material,
I Komang Badra, S.Pd, M.Pd, selaku dosen pengapu mata kuliah Weda,
Segenap pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga dalam segala keterbatasan makalah ini tetap dapat bermanfaat bagi teman-teman. Namun dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini tentu masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu saya sebagai penulis mohon kritik dan saran yang bersifat konstruktif sehingga makalah saya menjadi semakin baik.

Amlapura,04 November 2019

                                                          Penulis



DAFTAR ISI

Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN 1
Latar belakang 1
Rumusan masalah 1
 Tujuan 1
Manfaat 2
BAB II PEMBAHASAN 3
Weda sebagai Sumber Ajaran Agama Hindu 3
Bahasa Weda 4
Pembagian dan Isi Weda 5
Bagian – bagian Weda 6
Weda sebagai Wahyu dari Tuhan Yang Maha Esa 12
Sapta Rsi penerima Wahyu Weda 15

BAB III PENUTUP 21
Kesimpulan 21
Saran 21
Daftar Pustaka





BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam agama Hindu ada kepercayaan bahkan agama itu “di wahyukan” melalui “orang orang yang melihat”, yang disebut Rsi. Karena Rsi adalah orang – orang yang telah “mendengar”, pengetahuan tadi lalu sering disebut dengan “sruti”. Apa yang di dengar biasanya lalu dijadikan teks – teks, yang adakalanya disebut dengan mantra – mantra yang sangat dipentingkan dalam melakukan meditasi, juga sering dikatakan sebagai “kemampuan menyelamatkan akal pikiran”.
Kini perkembangan dunia modern sangat pesat, media komunikasi seperti televise sangat bermanfaat bagi pengembangan atau penyampaian ajaran agama. Umat Hindu merasakan keterlambatan, ketidaksiapan dan kekurangan dalam memanfaatkan teknologi modern ini. Perkembangan dunia modern dalam era globalisasi ini, umat Hindu khususnya dan masyarakat pada umumnya ingin mengenal ajaran agamanya dan ajaran agama lain yang tidak dipeluknya lebih mendalam lagi. untuk mendalami ajaran agama Hindu, kita harus merujuk pada kitab suci Veda.

Rumusan Masalah
Apa pengertian Weda sebagai Sumber Ajaran Agama Hindu?
Apa bahasa yang dipakai dalam kitab suci Weda?
Apa saja pembagian dan isi yang terdapat di dalam kitab suci Weda?
Sebutkan dan jelaskan bagian bagian Weda?
Apa pengertian Weda sebagai Wahyu dari Tuhan Yang Maha Esa?
Siapa saja sapta Rsi penerima Wahyu Weda?
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pengertian Weda sebagai Sumber Ajaran Agama Hindu.
Untuk mengetahui bahasa yang dipakai dalam kitab suci Weda.
Untuk mengetahui pembagian dan isi yang terdapat di dalam kitab suci Weda.
Untuk mengetahui bagian bagian Weda.
Untuk mengetahui Weda sebagai Wahyu dari Tuhan Yang Maha Esa
Untuk mengetahui Sapta Rsi penerima Wahyu Weda.
Manfaat Penulisan
Menambah wawasan mengenai Weda.



























BAB II
PEMBAHASAN
Weda Sebagai Sumber Ajaran Agama Hindu
Sumber ajaran agama Hindu adalah Kitab Suci Weda, yaitu kitab yang berisikan ajaran kesucian yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi. Weda merupakan jiwa yang meresapi seluruh ajaran Hindu, laksana sumber air yang mengalir terus melalui sungai-sungai yang amat panjang dalam sepanjang abad. Weda adalah sabda suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa.
Weda secara ethimologinya berasal dari kata “Vid” (bahasa sansekerta), yang artinya mengetahui atau pengetahuan. Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna dan kekal abadi serta berasal dari Hyang Widhi Wasa. Kitab Suci Weda dikenal pula dengan Sruti, yang artinya bahwa kitab suci Weda adalah wahyu yang diterima melalui pendengaran suci dengan kemekaran intuisi para maha Rsi. Juga disebut kitab mantra karena memuat nyanyian-nyanyian pujaan. Dengan demikian yang dimaksud dengan Weda adalah Sruti dan merupakan kitab yang tidak boleh diragukan kebenarannya dan berasal dari Hyang Widhi Wasa.
Satu-satunya pemikiran yang secara tradisional yang kita miliki adalah yang mengatakan bahwa Veda adalah kitab suci agama Hindu. Sebagai kitab suci agama Hindu maka ajaran Veda diyakini dan dipedomani oleh umat Hindu sebagai satu-satunya sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari ataupun untuk waktu-waktu tertentu. Diyakini sebagai kitab suci karena sifat isinya dan yang menurunkan (mewahyukan) adalah Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Suci. Apapun yang diturunkan sebagai ajaran-Nya kepada umat manusia adalah ajaran suci terlebih lagi bahwa isinya itu memberikan petunjuk atau ajaran untuk hidup suci.



Sebagai kitab suci, Veda adalah sumber ajaran agama Hindu sebab dari Vedalah mengalir ajaran agama Hindu. Ajaran Veda dikutip kembali dan memberikan vitalitas terhadap kitab-kitab susastra Hindu pada masa berikutnya. Dari kitab Veda (Sruti) mengalirlah ajaran Veda pada kitab-kitab Smrti, Itihasa, Purana, kitab-kitab Agama, Tantra, Darsana dan Tattwa-tattwa yang kita warisi di Indonesia. Swami Sivananda menyatakan : ”Veda adalah kitab tertua dari perpustakaan umat manusia. Kebenaran yang terkandung dalam semua agama berasal dari Veda dan akhirnya kembali pada Veda. Veda adalah sumber ajaran agama, sumber tertinggi dari semua sastra agama berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Veda diwahyukan pada permulaan adanya pengertia waktu”.
Veda mengandung ajaran yang memberikan keselamatan di dunia ini dan di akhirat nanti. Veda menuntun tindakan umat manusia sejak lahir sampai pada nafasnya yang terakhir. Veda tidak terbatas pada tuntunan hidup individual, tetapi juga dalam hidup bermasyarakat. Bagaimana hendaknya masyarakat bersikap dan bertindak, tugas-tugas aparatur pemerintah melaksanakan tugasnya, bagaimana tingkah laku seorang ibu. Segala tuntunan hidup ditunjukkan kepada kita terhimpun dalam kitab suci Veda.
Bahasa Weda
Bahasa yang dipergunakan dalam Weda disebut bahasa Sansekerta, Nama sansekerta dipopulerkan oleh maharsi Panini, yaitu seorang penulis Tata Bahasa Sensekerta yang berjudul Astadhyayi yang sampai kini masih menjadi buku pedoman pokok dalam mempelajari Sansekerta.
Sebelum nama Sansekerta menjadi populer, maka bahasa yang dipergunakan dalam Weda dikenal dengan nama Daiwi Wak (bahasa/sabda Dewata). Tokoh yang merintis penggunaan tatabahasa Sansekerta ialah Rsi Panini. Kemudian dilanjutkan oleh Rsi Patanjali dengan karyanya adalah kitab Bhasa. Jejak Patanjali diikuti pula oleh Rsi Wararuci.


Pembagian dan Isi Weda
Weda adalah kitab suci yang mencakup berbagai aspek kehidupan yang diperlukan oleh manusia. Berdasarkan materi, isi dan luas lingkupnya, maka jenis buku weda itu banyak. maha Rsi Manu membagi jenis isi Weda itu ke dalam dua kelompok besar yaitu Weda Sruti dan Weda Smerti. Pembagian ini juga dipergunakan untuk menamakan semua jenis buku yang dikelompokkan sebagai kitab Weda, baik yang telah berkembang dan tumbuh menurut tafsir sebagaimana dilakukan secara turun temurun menurut tradisi maupun sebagai wahyu yang berlaku secara institusional ilmiah. Kelompok Weda Sruti isinya hanya memuat wahyu, sedangkan kelompok Smerti isinya bersumber dari Weda Sruti, jadi merupakan manual, yakni buku pedoman yang sisinya tidak bertentangan dengan Sruti. Baik Sruti maupun Smerti, keduanya adalah sumber ajaran agama Hindu yang tidak boleh diragukan kebenarannya. Agaknya sloka berikut ini mempertegas pernyataan di atas.
Weda khilo dharma mulam
smrti sile ca tad widam,
acarasca iwa sadhunam
atmanastustireqaca. (M. Dh. II.6).

Artinya:
Seluruh Weda merupakan sumber utama dari pada agama Hindu (Dharma), kemudian barulah Smerti di samping Sila (kebiasaan- kebiasaan yang baik dari orang-orang yang menghayati Weda). dan kemudian acara yaitu tradisi dari orang-orang suci serta akhirnya Atmasturi (rasa puas diri sendiri).

Srutir wedah samakhyato
dharmasastram tu wai smrth,
te sarwatheswam imamsye
tabhyam dharmo winir bhrtah. (S.S.37).

Artinya:
Ketahuilah olehmu Sruti itu adalah Weda (dan) Smerti itu sesungguhnya adalah dharmasastra; keduanya harus diyakini kebenarannya dan dijadikan jalan serta dituruti agar sempurnalah dalam dharma itu.
Dari sloka-sloka diatas, maka tegaslah bahwa Sruti dan Smerti merupakan dasar utama ajaran Hindu yang kebenarannya tidak boleh dibantah. Sruti dan Smerti merupakan dasar yang harus dipegang teguh, supaya dituruti ajarannya untuk setiap usaha.
Bagian – Bagian Weda
Sruti
Sruti adalah kitab wahyu yang diturunkan secara langsung oleh Tuhan (Hyang Widhi Wasa) melalui para maha Rsi. Sruti adalah Weda yang sebenarnya (originair) yang diterima melalui pendengaran, yang diturunkan sesuai periodesasinya dalam empat kelompok atau himpunan. Oleh karena itu Weda Sruti disebut juga Catur Weda atau Catur Weda Samhita (Samhita artinya himpunan). Adapun kitab-kitab Catur Weda tersebut adalah:
Rg. Weda atau Rg Weda Samhita.  Adalah wahyu yang paling pertama diturunkan sehingga merupakan Weda yang tertua. Rg Weda berisikan nyanyian-nyanyian pujaan, terdiri dari 10.552 mantra dan seluruhnya terbagi dalam 10 mandala. Mandala II sampai dengan VIII, disamping menguraikan tentang wahyu juga menyebutkan Sapta Rsi sebagai penerima wahyu. Wahyu Rg Weda dikumpulkan atau dihimpun oleh Rsi Pulaha.
Sama Weda Samhita. Adalah Weda yang merupakan kumpulan mantra dan memuat ajaran mengenai lagu lagu pujaan. Sama Weda terdiri dari 1.875 mantra. Wahyu Sama Weda dihimpun oleh Rsi Jaimini.


Yajur Weda Samhita. Adalah Weda yang terdiri atas mantra-mantra dan sebagian besar berasal dari Rg. Weda. Yajur Weda memuat ajaran mengenai pokok-pokok yajus. Keseluruhan mantranya berjumlah 1.975 mantra. Yajur Weda terdiri atas dua aliran, yaitu Yayur Weda Putih dan Yayur Weda Hitam. Wahyu Yayur Weda dihimpun oleh Rsi Waisampayana.
Atharwa Weda Samhita. Adalah kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis. Atharwa Weda terdiri dari 5.987 mantra, yang juga banyak berasal dari Rg. Weda. Isinya adalah doa-doa untuk kehidupan sehari-hari seperti mohon kesembuhan dan lain-lain. Wahyu Atharwa Weda dihimpun oleh Rsi Sumantu.
Sebagaimana nama-nama tempat yang disebutkan dalam Rg. Weda maka dapat diperkirakan bahwa wahyu Rg Weda dikodifikasikan di daerah Punjab. Sedangkan ketiga Weda yang lain (Sama, Yayur, dan Atharwa Weda), dikodifikasikan di daerah Doab (daerah dua sungai yakni lembah sungai Gangga dan Yamuna.Masing-masing bagian Catur Weda memiliki kitab-kitab Brahmana yang isinya adalah penjelasan tentang bagaimana mempergunakan mantra dalam rangkain upacara. Disamping kitab Brahmana, Kitab-kitab Catur Weda juga memiliki Aranyaka dan Upanisad. Kitab Aranyaka isinya adalah penjelasan-penjelasan terhadap bagian mantra dan Brahmana. Sedangkan kitab Upanisad mengandung ajaran filsafat, yang berisikan mengenai bagaimana cara melenyapkan awidya (kebodohan), menguraikan tentang hubungan Atman dengan Brahman serta mengupas tentang tabir rahasia alam semesta dengan segala isinya. Kitab-kitab brahmana digolongkan ke dalam Karma Kandha sedangkan kitab-kitab Upanishad digolonglan ke dalam Jnana Kanda.
Smerti
Smerti adalah Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Penyusunan ini didasarkan atas pengelompokan isi materi secara sistematis menurut bidang profesi.
Secara garis besarnya Smerti dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni kelompok Wedangga (Sadangga), dan kelompok Upaweda.
 Kelompok Wedangga; Kelompok ini disebut juga Sadangga. Wedangga terdiri dari enam bidang Weda yaitu:
Siksa (Phonetika). Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara tepat dalam pengucapan mantra serta rendah tekanan suara.
Wyakarana (Tata Bahasa). Merupakan suplemen batang tubuh Weda dan dianggap sangat penting serta menentukan, karena untuk mengerti dan menghayati Weda Sruti, tidak mungkin tanpa bantuan pengertian dan bahasa yang benar.
Chanda (Lagu). Adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang disebut lagu. Sejak dari sejarah penulisan Weda, peranan Chanda sangat penting. Karena dengan Chanda itu, semua ayat-ayat itu dapat dipelihara turun temurun seperti nyanyian yang mudah diingat.
Nirukta. Memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang terdapat di dalam Weda.
Jyotisa (Astronomi). Merupakan pelengkap Weda yang isinya memuat pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan untuk pedoman dalam melakukan yadnya, isinya adalah membahas tata surya, bulan dan badan angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh di dalam pelaksanaan yadnya.
Kalpa. Merupakan kelompok Wedangga (Sadangga) yang terbesar dan penting. Menurut jenis isinya, Kalpa terbagi atas beberapa bidang, yaitu bidang Srauta, bidang Grhya, bidang Dharma, dan bidang Sulwa. Srauta memuat berbagai ajaran mengenai tata cara melakukan yajna, penebusan dosa dan lain-lain, terutama yang berhubungan dengan upacara keagamaan. Sedangkan kitab Grhyasutra, memuat berbagai ajaran mengenai peraturan pelaksanaan yajna yang harus dilakukan oleh orang-orang yang berumah tangga. Lebih lanjut, bagian Dharmasutra adalah membahas berbagai aspek tentang peraturan hidup bermasyarakat dan bernegara. Dan Sulwasutra, adalah memuat peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat tempat peribadatan, misalnya Pura, Candi dan bangunan-bangunan suci lainnya yang berhubungan dengan ilmu arsitektur.
Kelompok Upaweda; Adalah kelompok kedua yang sama pentingnya dengan Wedangga. Kelompok Upaweda terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
Itihasa
Merupakan jenis epos yang terdiri dari dua macam yaitu Ramayana dan Mahabharata. Kitan Ramayana ditulis oleh Rsi Walmiki. Seluruh isinya dikelompokkan kedalam tujuh Kanda dan berbentuk syair. Jumlah syairnya sekitar 24.000 syair. Adapun ketujuh kanda tersebut adalah Ayodhya Kanda, Bala Kanda, Kiskinda Kanda, Sundara Kanda, Yudha Kanda dan Utara Kanda. Tiap-tiap Kanda itu merupakan satu kejadian yang menggambarkan ceritra yang menarik. Di Indonesia cerita Ramayana sangat populer yang digubah ke dalam bentuk Kekawin dan berbahasa Jawa Kuno. Kekawin ini merupakan kakawin tertua yang disusun sekitar abad ke-8.
Disamping Ramayana, epos besar lainnya adalah Mahabharata. Kitab ini disusun oleh maharsi Wyasa. Isinya adalah menceritakan kehidupan keluarga Bharata dan menggambarkan pecahnya perang saudara diantara bangsa Arya sendiri. Ditinjau dari arti Itihasa (berasal dari kata “Iti”, “ha” dan “asa” artinya adalah “sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya”) maka Mahabharata itu gambaran sejarah, yang memuat mengenai kehidupan keagamaan, sosial dan politik menurut ajaran Hindu. Kitab Mahabharata meliputi 18 Parwa, yaitu Adiparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa, Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa, Sauptikaparwa, Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa, Asramawasikaparwa, Mausalaparwa, Mahaprastanikaparwa, dan Swargarohanaparwa.
Diantara parwa-parwa tersebut, terutama di dalam Bhismaparwa terdapatlah kitab Bhagavad Gita, yang amat masyur isinya adalah wejangan Sri Krsna kepada Arjuna tentang ajaran filsafat yang amat tinggi.
Purana
Merupakan kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia dan silsilah para raja yang memerintah di dunia, juga mengenai silsilah dewa-dewa dan bhatara, cerita mengenai silsilah keturunaan dan perkembangan dinasti Suryawangsa dan Candrawangsa serta memuat ceitra-ceritra yang menggambarkan pembuktian-pembuktian hukum yang pernah di jalankan. Selain itu Kitab Purana juga memuat pokok-pokok pemikiran yang menguraikan tentang ceritra kejadian alam semesta, doa-doa dan mantra untuk sembahyang, cara melakukan puasa, tatacara upacara keagamaan dan petunjuk-petunjuk mengenai cara bertirtayatra atau berziarah ke tempat-tempat suci. Dan yang terpenting dari kitab-kitab Purana adalah memuat pokok-pokok ajaran mengenai Theisme (Ketuhanan) yang dianut menurut berbagai madzab Hindu. Adapun kitab-kitab Purana itu terdiri dari 18 buah, yaitu Purana, Bhawisya Purana, Wamana Purana, Brahma Purana, Wisnu Purana, Narada Purana, Bhagawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana, Waraha Purana, Matsya Purana, Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa Purana, Skanda Purana dan Agni Purana.

Arthasastra
Adalah jenis ilmu pemerintahan negara. Isinya merupakan pokok-pokok pemikiran ilmu politik. Sebagai cabang ilmu, jenis ilmu ini disebut Nitisastra atau Rajadharma atau pula Dandaniti. Ada beberapa buku yang dikodifikasikan ke dalam jenis ini adalah kitab Usana, Nitisara, Sukraniti dan Arthasastra. Ada beberapa Acarya terkenal di bidang Nitisastra adalah Bhagawan Brhaspati, Bhagawan Usana, Bhagawan Parasara dan Rsi Canakya.
Ayur Weda
Adalah kitab yang menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rohani dengan berbagai sistem sifatnya. Ayur Weda adalah filsafat kehidupan, baik etis maupun medis. Oleh karena demikian, maka luas lingkup ajaran yang dikodifikasikan di dalam Ayur Weda meliputi bidang yang amat luas dan merupakan hal-hal yang hidup. Menurut isinya, Ayur Weda meliptui delapan bidang ilmu, yaitu ilmu bedah, ilmu penyakit, ilmu obat-obatan, ilmu psikotherapy, ilmu pendiudikan anak-anak (ilmu jiwa anak), ilmu toksikologi, ilmu mujizat dan ilmu jiwa remaja.
Disamping Ayur Weda, ada pula kitab Caraka Samhita yang ditulis oleh Maharsi Punarwasu. Kitab inipun memuat delapan bidan ajaran (ilmu), yakni Ilmu pengobatan, Ilmu mengenai berbagai jens penyakit yang umum, ilmu pathologi, ilmu anatomi dan embriologi, ilmu diagnosis dan pragnosis, pokok-pokok ilmu therapy, Kalpasthana dan Siddhistana. Kitab yang sejenis pula dengan Ayurweda, adalah kitab Yogasara dan Yogasastra. Kitab ini ditulis oleh Bhagawan Nagaryuna. isinya memuat pokok-pokok ilmu yoga yang dirangkaikan dengan sistem anatomi yang penting artinya dalam pembinaan kesehatan jasmani dan rohani.

Gandharwa Weda
Adalah kitab yang membahas berbagai aspek cabang ilmu seni. Ada beberapa buku penting yang termasuk Gandharwaweda ini adalah Natyasastra (yang meliputi Natyawedagama dan Dewadasasahasri), Rasarnawa, Rasaratnasamuscaya dan lain-lain.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa kelompok Weda Smerti meliptui banyak buku dan kodifikasinya menurut jenis bidang-bidang tertentu. Ditambah lagi kitab-kitab agama misalnya Saiwa Agama, Vaisnawa Agama dan Sakta Agama dan kitab-kitab Darsana yaitu Nyaya, Waisesika, Samkhya, Yoga, Mimamsa dan Wedanta. Kedua terakhir ini termasuk golongan filsafat yang mengakui otoritas kitab Weda dan mendasarkan ajarannya pada Upanisad.
Weda Sebagai Wahyu Dari Tuhan Yang Maha Esa
Dipakai nama Hindu Dharma sebagai nama agama Hindu menunjukkan bahwa kata Dharma mempunyai pengertian yang jauh lebih luas dibandingkan dengan pengertian kata agama dalam bahasa Indonesia. Dalam kontek pembicaraan kita saat ini pengertian Dharma disamakan dengan agama. Jadi agama Hindu sama dengan Hindu Dharma. Kata Hindu sebenarnya adalah nama yang diberikan oleh orang-orang Persia yang mengadakan komunikasi dengan penduduk di lembah sungai Sindhu dan ketika orang-orang Yunani mengadakan kontak dengan masyarakat di lembah sungai Sindhu mengucapkan Hindu dengan Indoi dan kemudian orang-orang Barat yang datang kemudian menyebutnya dengan India. Pada mulanya wilayah yang membentang dari lembah sungai Shindu sampai yang kini bernama Srilanka, Pakistan, Bangladesh disebut dengan nama Bhàratavarsa yang disebut juga Jambhudvìpa.
Kata Sanàtana Dharma berarti agama yang bersifat abadi dan akan selalu dipedomani oleh umat manusia sepanjang Nama asli dari agama ini masa, karena ajaran yang disampaikan adalah kebenaran yang bersifat universal, merupakan santapan rohani dan pedoman hidup umat manusia yang tentunya tidak terikat oleh kurun waktu tertentu. Kata Vaidika Dharma berarti ajaran agama yang bersumber pada kitab suci Veda, yakni wahyu Tuhan Yang Maha Esa (Mahadevan, 1984: 13).
Kitab suci Veda merupakan dasar atau sumber mengalirnya ajaran agama Hindu. Para åûi atau mahàrûi yakni orang-orang suci dan bijaksana di India jaman dahulu telah menyatakan pengalaman-pengalaman spiritual-intuisi mereka (Aparokûa-Anubhuti) di dalam kitab-kitab Upaniûad, pengalaman-pengalaman ini sifatnya langsung dan sempurna. Hindu Dharma memandang pengalaman-pengalaman para mahàrûi di jaman dahulu itu sebagai autoritasnya (sebagai wahyu-Nya). Kebenaran yang tidak ternilai yang telah ditemukan oleh para mahàrûi dan orang-orang bijak sejak ribuan tahun yang lalu, membentuk kemuliaan Hinduisme, oleh karena itu Hindu Dharma merupakan wahyu Tuhan Yang Maha Esa (Sivananda, 1988: 4)
Kebenaran tentang Veda sebagai wahyu Tuhan Yang Maha Esa ditegaskan oleh pernyataan yang terdapat dalam kitab Taittiriya Aranyaka 1.9.1 (Dayananda, 1974:LI) maupun maharsi Aupamanyu sebagai yang dikutip oleh mahàrûi Yàûka (Yàskàcarya) di dalam kitab Nirukta II.11 (Loc.Cit). Bagi umat Hindu kebenaran Veda adalah mutlak, karena merupakan sabda Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya Úrì Chandrasekarendra Sarasvati, pimpinan tertinggi Úaýkara-math yakni perguruan dari garis lurus Úrì Úaýkaràcarya menegaskan : Dengan pengertian bahwa Veda merupakan sabda Tuhan Yang Maha Esa (Apauruûeyam atau non human being) maka para maharsi penerima wahyu disebut Mantradraûþaá (mantra draûþaá iti åûiá). Puruûeyaý artinya dari manusia. Bila Veda merupakan karangan manusia maka para maharsi disebut Mantrakarta (karangan/buatan manusia) dan hal ini tidaklah benar. Para maharsi menerima wahyu dari Tuhan Yang Maha Esa (Apauruûeyam) melalui kemekaran intuisi (kedalaman dan pengalaman rohani)nya, merealisasikan kebenaran Veda, bukan dalam pengertian atau mengarang Veda. Apakah artinya ketika seorang mengatakan bahwa Columbus menemukan Amerika ? Bukankah Amerika telah ada ribuan tahun sebelum Columbus lahir? Einstein, Newton atau Thomas Edison dan para penemu lainnya menemukan hukum-hukum alam yang memang telah ada ketika alam semesta diciptakan. Demikian pula para maharsi diakui sebagai penemu atau penerima wahyu tuhan Yang Maha Esa yang memang telah ada sebelumnya dan karena penemuannya itu mereka dikenal sebagai para maharsi agung. Mantra-mantra Veda telah ada dan senantiasa ada, karena bersifat Anadi-Ananta yakni kekal abadi mengatasi berbagai kurun waktu. Oleh karena kemekaran intuisi yang dilandasi kesucian pribadi mereka, para maharsi mampu menerima mantra Veda. Para mahàrûi penerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa dihubungkan dengan Sùkta (himpunan mantra), Devatà (Manifestasi Tuhan Yang Maha Esa yang menurunkan wahyu) dan Chanda (irama/syair dari mantra Veda). Untuk itu umat Hindu senantiasa memanjatkan doa pemujaan dan penghormatan kepada para Devatà dan maharsi yang menerima wahyu Veda ketika mulai membaca atau merapalkan mantra-mantra Veda (Chandrasekharendra, 1988: 5).
Kitab suci Veda bukanlah sebuah buku sebagai halnya kitab suci dari agama-agama yang lain, melainkan terdiri dari beberapa kitab yang terdiri dari 4 kelompok yaitu kitab-kitab Mantra (Saýhità) yang dikenal dengan Catur Veda (Ågveda, Yajurveda, Sàmaveda atau Atharvaveda). Masing-masing kitab mantra ini memiliki kitab-kitab Bràhmaóa, Àraóyaka dan Upaniûad) yang seluruhnya itu diyakini sebagai wahyu wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang didalam bahasa Sanskerta disebut Úruti. Kata Úruti berarti sabda tuhan Yang Maha Esa yang didengar oleh para maharsi. Pada mulanya wahyu itu direkam melalui kemampuan mengingat dari para maharsi dan selalu disampaikan secara lisan kepada para murid dan pengikutnya, lama kemudian setelah tulisan (huruf) dikenal selanjutnya mantra-mantra Veda itu dituliskan kembali. Seorang maharsi Agung, yakni Vyàsa yang disebut Kåûóadvaipàyaóa dibantu oleh para muridnya menghimpun dan mengkompilasikan mantra-mantra Veda yang terpencar pada berbagai Úàkha, Aúsrama, Gurukula atau Saýpradaya.
Didalam memahami ajaran agama Hindu, disamping kitab suci Veda (Úruti) yakni wahyu Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber tertinggi, dikenal pula hiarki sumber ajaran agama Hindu yang lain yang merupakan sumber hukum Hindu adalah Småti (kitab-kitab Dharmaúàstra atau kitab-kitab hukum Hindu), Úìla (yakni tauladan pada mahàrûi yang termuat dalam berbagai kitab Itihàsa (sejarah) dan Puràóa (sejarah kuno), Àcàra (tradisi yang hidup pada masa yang lalu yang juga dimuat dalam berbagai kitab Itihasa (sejarah) dan Àtmanastuûþi, yakni kesepakatan bersama berdasarkan pertimbangan yang matang dari para maharsi dan orang-orang bijak yang dewasa ini diwakili oleh majelis tertinggi umat Hindu dan di Indonesia disebut Parisada Hindu Dharma Indonesia. Majelis inilah yang berhak mengeluarkan Bhisama (semacam fatwa) bilamana tidak ditemukan sumber atau penjelasannya di dalam sumber-sumber ajaran Hindu yang kedudukannya lebih tinggi.
Sapta Rsi Penerima Wahyu  Weda
Sapta rsi adalah tujuh Rsi. Sapta artinya tujuh dan resi artinva Pendeta. Sapta resi ini termasuk golongan Wipra yang dianggap sebagai Nabi pènerima Wahyu yang pertama didalam Weda (Rg. Weda).
Istilah rsi tidak sama artinya dengan Pendeta, walaupun kadang-kadang diartikan demikian seperti terdapat dibeberapa daerah.
Seorang rsi mempunyai sifat-sifat tertentu dan jabatan tertentu. Ia adalah pendeta dan juga adalah sasterawan. Ia adalah Nabi. Jadi sukarlah untuk mengatakan kedudukan Rsi yang sebenarnya, sedangkan dewasa ini Rsi adalah pendeta. Oleh karena itu untuk membedakan arti kata Rsi sekarang dengan Rsi jaman dahulu biasanya digunakan istilah Maha Rsi, yang artinya Rsi yang agung dan utama melebihi Rsi-rsi yang lainnya.
Dalam hubungan ini Ia adalah yang menerima Wahyu. Tujuh Resi ini merupakan Rsi-rsi yang paling banyak disebutkan namanya. baik sebagai Sasterawan. Ketujuh itu merupakan kelompok-kelompok keluarga. Daripadanyalah semua sloka-sloka yang terdapat di dalam weda ini dianggap sebagai sumbernya sebab dialah yang menerima pertama kali melalui Dewa Brahma sebagai Malaikat yang menyampaikan sloka itu.
Adapun ketujuh keluarga Maha Rsi itu adalah:
Grtsamada
Wiswamitra
Wamadewa
Atri
Bharadwaja
Wasistha
Kanwa
Untuk mengetahui kedudukan serta peranan dan ketujuh Maha Resi itu dalam rangkaian turunnya Wahyu itu, berikut ini akan kami uraikan masing-masing dan mereka sebagai berikut
Grtsamada
Maha Resi Grtsamada adalah maha Resi yang dihubungkan turunnya sloka-sloka Weda, Rg. Weda, terutama mandala II. Hanya sayangnya sejarah kehidupan Maha Resi Grtsamada tidak banyak diketahui. Dari beberapa cukilan kita ketahui bahwa beliau adalah keturunan dari Sunahotra dari keluarga Angira. Anehnya didalam catatan lainnya kita jumpai bahwa Grtsamada lahir dari keluarga Bhrgu sehingga dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa nama Grtsamada sejarahnya tidak dapat diketahui dengan pasti. Beliau dikatakan putra Senaka, salah seorang Maha Resi terkenal pula pada zaman itu. Bahkan didalam kitab Mahabharata terdapat cerita yang menyebutkan bagaimana Maha Resi Senaka merupakan Maha Resi terhormat dalam sejarah Hindu. Grtsamada adalah keturunan dari Senaka yang terkenal ini.Adapun Sunahotra dikatakan juga kelompok keluarga Bharadwaja keluarga mana juga terkenal sebagai Maha Resi penerima Wahyu.



Dari uraian ini ada tanda-tanda yang membuktikan bahwa Grtsamada adalah anggota keluarga yang sama dengan Maha Resi Bharadwaja yang kemudian banyak dihubungkan dengan nama-nama Bhagawan Bhrgu. Keluarga Bhrgu ini adalah keluarga yang namanya banyak disebut-sebut. Dari Grtsamada lahir putra bernama Kurma. Lebih dari pada itu tentang cerita keluarga ini tidak banyak diketahui kecuali dikatakan bahwa ada pula terdapat sloka-sloka yang diturunkan melalui Putra-putra beliau.
Wiswamitra
Wiswamitra adalah Maha Resi yang kedua yang banyak disebut-sebut. Dan catatan yang ada diduga beliau menerima Wahyu yang kemudian dihimpun dalam Weda. Seluruh mandala III diduga berasal dari keluarga Maha Resi Wiswamitra.
Kitab mandala III ini terdiri atas yang terdiri atas beberapa pasal. Ada pula yang mengatakan bahwa diantara pasal-pasal itu diturunkan melalui Kusika putra dan Maha Rsi Isiratha. Cerita lain mengemukakan bahwa Wiswamitra adalah putra Musika. Karena itu dapat diduga bahwa sloka-sloka Weda mandala II ini ada yang diturunkan sebelum Wiswamitra yang kemudian oleh Wiswamitra menggabungkannya dengan sloka-sloka yang diterima olehnya dalam satu mandala.
Hubungan antara ketiga nama ini menunjukkan bahwa antara Isiratha dan Wiswamitra adalah satu keluarga. Ada pembuktian lain yang menunjukkan adanya sloka-sloka yang telah diturunkan melalui Prajapati sedangkan Prajapati dikatakan putra dan Wiswamitra. Sayangnya seluruh sloka-sloka keluarga Wiswamitra tidak banyak diketahui. Kalau kita perhatikan dua sukta terakhir ada petunjuk yang menunjukkan bahwa mantra-mantra itu diturunkan melalui Maha Resi Yamadagni, sedangkan hubungan antara Maha Resi Yamadagni dengan maha Resi Wiswamitra tidak banyak diketahui, sehingga sulit untuk memastikannya. Hal lain yang perlu diketahui tentang Wiswamitra ialah sehubungan dengan kedudukan Wiswamitra bukan sebagai Brahmana, tetapi sebagài Kesatria atau golongan penguaasa yang kemudian terkenal sebagai Maha Resi. Dalam sejarah agama Hindu nama Wiswamitra banyak disebut-sebut.
Wamadewa
Wamadewa dihubungkan dengan sloka-sloka dalam Mandala IV didalam sloka-sloka Rg. Weda itu. Hanya sayang riwayat hidup Wamadewa banyak diketahui. Hampir semua mantra-mantra yang terdapat dimandala IV dikatakan diterin oleh Wamadewa. Hanya dinyatakan salah satu dari pada mantra yang terpenting yaitu Gayatri tidak terdapat didalam mandala IV tetapi diletakkan di Mandala III.
Didalam cerita dikatakan bahwa Malia Resi Wamadewa telah mencapai penerangan sempurna sejak masih berada dalam kandungan ibunya. Diceriterakan bahwa semasih dalam kandungan Wamadewa berdialog dengan malaekat Indra dan Aditi. Rupanya ceritera tentang dialog ini dihubungkan dengan kedudukan Wamadewa yang telah dianggap mencapai kesucian, sehingga Wamadewa dilahirkan tidak melalui saluran biasa. Hanya itulah ceritera yang kita peroleh tentang Wamadewa sebagai Maha Resi.
Atri
Maha Resi Atri banyak dirangkaikan dengan turunnya sloka-sloka yang dihimpun dalam Mandala V. Tetapi sebagai Maha Resi, Atri tidak banyak dikenal. Ada banyak dugaan yang membuktikan bahwa nama Atri dan keluarganya banyak dirangkaikan dengan turunnya wahyu-wahyu. Nama Atri juga dihubungkan dengan keluarga Angira.
Nama-nama yang banyak disebutkan didalam Mandala ini adalah, Dharuna, Prabhuwasu, Samwarana, Ghaurawiti. Putra Sakti dan Samwarana, putra Prájapati. Didalam mandala ini terdapat 87 Sukta. Däri 87 ini 14 sukta diturunkan melalui Atri sedangkan Lainnya diturunkan melalui keluara Atri Dalam catatan yang ada, anggota keluarga Atri yang dianggap sebagai penerima Wahyu.
Bharadwaja
Mandala VI tergolong himpunan sloka-sloka yang diturunkan melalui Maha Resi Bharadawja. Buku ini memuat 75 sukta.
Menurut otensitasnya tampaknya lebih tua dari buku yang ke V, tetapi dalam urutan ditetapkan sesudah buku ke V.Hampir seluruh isi mandala VI ini dikatakan kumpulan dari Bharadwaja, hanya sedikit saja yang diduga turun dari keluarganya, antara lain disebut nama Sahotra dan Sarahotra.Nama-nama lainnya seperti Nara, Gargarjiswa, yang merupakan keluarga dari Bharadwaja termasuk pula sebagai penerima wahyu.
Diceriterakan Bharadwaja adalah putra Brhaspati. Akan tetapi kebenaran tentang cerita ini belum dapat dipastikan, karena disamping nama Bharadwaja terdapat pula nama Samyu yang dianggap sebagai putra Brhaspati, sedangkan hubungan antara Samyu dan Bharadwaja tidak diketahui.
Wasista
Seluruh buku ke VII dianggap merupakan himpunan yang diturunkan melalui Maha Resi Wasista, atau keluarganya. Putra Maha Resi Wasista bernama Sakti. Dari catatan yang ada seperempat dari mandala VII diturunkan melalui putranya. Tentang keluarga Wasista tidak banyak kita kenal. Didalam Mahabharata nama Wasista sama terkenalnya dengan Wiswamitra.
Didalam ceritera itu Maha Resi Wasista bertempat tinggal di hutan, “KAMYAKA” ditepi sungai Saraswati.
Kanwa
Maha Resi Kanwa merupakan Maha Resi yang ke 7 yang banyak disebut-sebut namanya. Maha Resi ini dianggap penerima wahyu yang dihimpun kemudian yang merupakan buku yang ke VIII yang isinya macam-macam.
Buku ke VIII ini sebagian besar memuat sloka-sloka yang diturunkan melalui keluarga Kanwa sedangkan Maha Resi Kanwa sendiri menerima sebagian kecil saja. Maha Resi Kanwa inilah yang ceriteranya hanyak disebut-sebut didalam kisah cintanya Sakuntala, sebagaimana diceriterakan sastrawan Kalidasa. Disamping nama Kanwa terdapat pula Bhagawan Kasyapa putra Maha Resi Marici. Maha Resi Kanwa sendiri berputra Praskanwa. Disamping sloka-sloka yang seolah-olah tiap-tiap mandala itu merupakan kelompok sendiri, yang sulit ditentukan adalah mandala-mandalanya. Disamping itu masih ada banyak nama-nama yang dihubungkan dengan Mandala VIII ini seperti Gosukti, Aswasukti, Pustigu, Bhrgu, Manu Waiwasa Nipatithi dsbnya.












BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sumber ajaran agama Hindu adalah Kitab Suci Weda, yaitu kitab yang berisikan ajaran kesucian yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi.
Bahasa yang dipergunakan dalam Weda disebut bahasa Sansekerta, Nama sansekerta dipopulerkan oleh maharsi Panini, yaitu seorang penulis Tata Bahasa Sensekerta yang berjudul Astadhyayi yang sampai kini masih menjadi buku pedoman pokok dalam mempelajari Sansekerta.
Pembagian dan Isi Weda yaitu terdiri dari kelompok Weda Sruti isinya hanya memuat wahyu, sedangkan kelompok Smerti isinya bersumber dari Weda Sruti, jadi merupakan manual, yakni buku pedoman yang sisinya tidak bertentangan dengan Sruti, baik Sruti maupun Smerti, keduanya adalah sumber ajaran agama Hindu yang tidak boleh diragukan kebenarannya.
Bagian bagian dari weda yaitu sruti dan smerti,sruti disebut juga catur weda bagian bagiannya yaitu regweda,samaweda,yajur weda,dan atharwa weda, smerti dikelompokkan juga menjadi dua bagian yaitu wedangga dan upaweda.
Veda sebagai wahyu Tuhan Yang Maha Esa ditegaskan oleh pernyataan yang terdapat dalam kitab Taittiriya Aranyaka 1.9.1 (Dayananda, 1974:LI) maupun maharsi Aupamanyu sebagai yang dikutip oleh mahàrûi Yàûka (Yàskàcarya) di dalam kitab Nirukta II.11 (Loc.Cit).
Rsi penerima wahyu Weda yaitu Grtsamada, Wiswamitra, Wamadewa, Atri, Bharadwaja, Wasistha, Kanwa.
Saran
Mari kita wujudkan bersama – sama tentang bagaimana cara kita sebagai mahasiswa dan umat Hindu untuk selalu menghayati dan mengamalkan serta melaksanakan apa yang termuat di dalam kita suci Weda.

Daftar Pustaka
Putra, Komang. (2014), “Weda Sebagai Sumber Ajaran Agama Hindu”. Tersedia pada https://www.komangputra.com/weda.html. diakses pada 04 November 2019.


Kamis, 07 November 2019

FILSAFAT INFERENSI


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Berpikir merupakan aktivitas manusia untuk menemukan pengetahuan yang benar, sedang kebenaran itu tidaklah persis sama pada setiap individu. Maka setiap jalan pikiran manusia mempunyai kriteria kebenaran yang berfungsi sebagai landasan proses penemuan kebenaran tersebut, dan setiap penalaran mempunyai kriteria kebenaranya masing-masing.
Aktivitas berpikir sebagai penalaran manusia mempunyai ciri utama sebagai suatu pola berpikir yang secara luas disebut logika. Dalam mempelajari pola berpikir yang luas dalam logika itulah dibutuhkan terlebih dahulu tentang apa itu logika dan ruang lingkupnya karena hal ini akan membantu dasar pemikiran yang berdasarkan penalaran yang logis dan kritis. selain berguna bagi sarana ilmu, penalaran yang logis dan kritis ini juga yang nantinya akan mambantu pemahaman bagi semua ilmu, karena penalaran yang logis, kritis, dan sistematis inilah ang menjadi salah satu syarat  sifat ilmiah.

1.2 RUMUSAN MASALAH
1   Apa pengertian logika ?
2   Apa saja objek logika ?
3   Apa saja kegunaan dan manfaat logika ?
4   Bagaimana pembagian logika ?
5   Apa hukum dasar logika?
6   Apa itu logika inferensi ?
7   Apa saja pembagian logika inferensi ?

 
BAB II
PEMBAHASAN

PENGERTIAN LOGIKA
Secara etimologi, Logika berasal dari perkataan Yunani yaitu logike (kata sifat) dan logos (kata benda), yang berarti “pikiran atau perkataan sebagai pernyataan dari pikiran, alasan atau uraian”. Dengan demikian, logika merupakan pekerjaan akal pikiran manusia dalam bernalar untuk menghasilkan kebenaran atau penyimpulan yang benar. Sebagai ilmu, disebut logica scientia yang berarti ilmu logika, namun sekarang ini hanya lazim disebut dengan logika saja. Jadi, logika adalah suatu ilmu pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan norma-norma penyimpulan yang dipandang dari aspek yang benar (sahih).


 Pengertian logika menurut para ahli :
William Alston, mendefinisikan logika sebagai Logic is the study of inference, more precisely the attempt to devise criteria for separating valid from invalid inferencesw (logika adalah studi tentang penyimpulan, secara lebih cermat usaha untuk menetapkan ukuran-ukuran guna memisahkan penyimpulan  yang sah dan yang tidak sah).
Sheldon Lachman, mengemukakan: Logic is the systematic discipline concerned with the organization and development of the formal rules, the normative prosedures and the criteria of valid inference (logika adalah cabang ilmu yang sistematis mengenai penyusunan dan pengemebangan dari aturan formal, prosedur normatif, dan ukuran-ukuran bagi penyimpulan yang sah).
Jan Hendrik Rapar, (1996:10) “Logika adalah cabang filsafat  yang mempelajari, menyusun, mengembangkan, dan membahas asas-asas, aturan-aturan formal, prosedur-prosedur serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan penyimpulan  demi mencapai kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional”.
Ir. Poedjawijatna, logika adalah filsafat budi (manusia) yang mempelajari teknik berpikir untuk mengetahui bagaimana manusia berpikir dengan semestinya.
Hasbullah Bakry, logika adalah ilmu pengetahuan yang mengatur penelitian hokum-hukum akal manusia sehingga menyebabkan pikirannya dapat mencapai kebenaran.
OBJEK LOGIKA
Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek yang dibedakan menjadi dua, yaitu objek material dan objek formal. Objek material dari sesuatu adalah hal yang diselidiki dari sesuatu itu, mencakup yang konkret dan yang abstrak. Objek formal adalah sudut pandang dari objek itu disorot sebagai pembeda dengan objek lainnya.
Berpikir adalah objek material logika. Yang dimaksudkan  berpikir di sini adalah kegiatan pikiran, akal budi manusia. Dengan berpikir manusia mengolah dan mengerjakannya ini terjadi dengan mempertimbangkan, menguraikan, membandingkan serta menghubungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya. Dalam logika berpikir dipandang dari sudut kelurusan dan ketepatannya. Oleh karena itu, berpikir lurus dan tepat merupakan objek formal logika.

MANFAAT LOGIKA
Setidaknya ada empat kegunaan dengan belajar logika, yaitu:
membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tertib, metodis, dan koheren;
meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif
menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri
meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kekeliruan serta kesesatan.


PEMBAGIAN LOGIKA
Logika makna luas dan logika makna sempit
Menurut John C Cooley, The Liang Gie membagi logika dalam arti yang luas  dan dalam arti yang sempit. Dalam arti yang sempit, istilah dimaksud dipakai seperti dengan logika deduktif atau logika formal, sedangkan arti yang lebih luas, pemakaiannya mencakup kesimpulan dari berbagai bukti dan bagaimana system-sistem penjelasan disusun dalam ilmu alam serta meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri.
Dalam arti luas, logika juga dapat dipakai untuk menyebut tiga cabang filsafat sekaligus, seperti yang pernah dilakukan oleh piper dan ward berikut ini.
Asas paling umum mengenai pembentukan pengertian, inferensi, dan tatanan (logika formal atau logika simbolis)
Sifat dasar dan syarat pengetahuan, terutama hubungan antara budi dengan objek yang diketahui, ukuran kebenaran, dan kaidah-kaidah pembuktian (epistemology).
Metode-metode untuk mendapatkan pengetahuan dalam penyelidikan ilmiah (metodologi)

Logika deduktif dan logika induktif
Logika deduktif adalah ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan kesimpulan sebagai keharusan dari pangkal pikirnya sehiingga bersifat betul menurut bentuknya saja. Dari logika jenis ini yang terutama ditelaah yaitu bentuk dari bekerjanya akal, keruntutannya, serta kesesuaiannya dengan langkah-langkah san aturan yang berlaku sehingga penalaran yang terjadi adalah tepat dan sah.
Logika induktif merpakan suagam atu ragam logika yang mempelajari asas penalaran yang betul dari sejumlah sesuatu yang khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi.penalaran yang demikian ini digolongkan sebagai induksi. Induksi adalah bentuk penalaran atau penyimpulan yang berdasarkan pengamatan terhadap sejumlah hal kecil, atau anggota suatu himpunan.

Logika formal dan logika material
Mellone menyatakan bahwa logika deduktif disebut juga logika formal, sedangkan logika induktif kadang-kadang disebut logika material. Pernyataan ini tidak sepenuhnya tepat karena menurut Fisk, logika formal hanyalah suatu bagian dari logika deduktif, yakni bagian yang bertalian dengan perbincangan-perbincangan yang sah menurut bentuknya bukan menurut isinya. (The Liang Gie, 1980).
Logika formal mempelajari asas, aturan atau hokum-hukum yang berpikir yang harus ditaati, agar orang dapat berpikir dengan benar dan mencapai kebenaran. Logika material mempelajari langsung pekerjaan akal, serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis yang sesungguhnya. Logika material mempelajari sumber-sumber dan asalnya pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya merumuskan metode ilmu pengetahua itu.

Logika formal dinamakan orang dengan logika minor, sedangkan logika material dinamakan orang logika mayor. Apa yang sekarang disebut logika formal adalah ilmu yang mengandung kumpulan kaidah-kaidah cara berpikir untuk mencapai kebenaran.

Logika murni dan logika terapan
Logika murni merupakan suatu pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yan berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam sesuatu cabang ilmu dari istilah yang dipakai dalam pernyataan dimaksud.
Logika terpaan adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap cabang ilmu, bidang filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang mempergunakan bahasa sehari-hari.

 Logika filsafati dan logika matematik
Logika filsafati dapat digolongkan sebagai suatu ragam atau bagian logika yang masih berhubungan erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat,  misalnya logika kewajiban dengan etika atau logika arti dengan metafisika.
Adapun logika matematik merupakan suatu ragam logika yang menelaah penalaran yang benar dengan menggunakan metode matematik serta bentuk lambing yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna ganda atau kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa. (The Liang Gie dan Suhartoyo Hardjosatoto, dan Endang Daruni Asdi, 1980, hlm. 35-46)

HUKUM DASAR LOGIKA
Ada tiga hukum dasar dalam logika, diantaranya :
Hukum Identitas.
Hukum ini dapat disebutkan dengan berbagai cara seperti: “sesuatu adalah selalu sama dengan atau identik dengan dirinya, dalam Aljabar: A sama dengan A.” Pemikiran esensial dalam hukum tersebut adalah seperti berikut. Dengan mengatakan bahwa sesuatu itu sama dengan dirinya, maka dalam segala kondisi tertentu sesuatu itu tetap sama dan tak berubah. Keberadaannya absolut. Kesimpulan tersebut secara logis patuh pada hukum identitas: Jika A  selalu sama dengan A, maka ia tidak pernah sama dengan bukan A (Non-A).

Hukum kontradiksi.
Hukum kontradiksi menyatakan bahwa A adalah bukan Non-A. Itu tidak lebih dari sebuah rumusan negatif dari pernyataan posistif, yang dituntun oleh hukum pertama logika formal. Jika A adalah A, maka menurut pemikiran formal, A tidak dapat menjadi Non-A. Jadi hukum kedua dari logika formal, yakni hukum kontradiksi, membentuk tambahan esensial pada hukum pertama. Beberapa contoh: manusia tidak dapat menjadi bukan manusia; demokrasi tidak dapat menjadi tidak demokratik; buruh-upahan tidak dapat menjadi bukan buruh-upahan.
Hukum kontradiksi menunjukkan pemisahan perbedaan antara esensi materi dengan fikiran. Jika A selalu sama dengan dirinya maka ia tidak mungkin berbeda dengan dirinya.

Hukum tiada jalan tengah. (the law of excluded middle).
Menurut hukum tersebut segala sesuatu hanya memiliki salah satu karakteristik tertentu. Jika A sama dengan A, maka ia tidak dapat sama dengan Non-A. A tidak dapat menjadi bagian dari dua kelas yang bertentangan pada waktu yang bersamaan. Dimana pun dua hal yang berlawanan tersebut akan saling bertentangan, keduanya tidak dapat dikatakan benar atau salah. A adalah bukan B; dan B adalah bukan A. Kebenaran dari sebuah pernyataan selalu menunjukkan kesalahan (berdasarkan lawan pertentangannya) dan sebaliknya. Hukum yang ketiga tersebut adalah sebuah kombinasi dari dua hukum pertama dan berkembang secara logis.

PENGERTIAN LOGIKA INFERENSI
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, logika berarti jalan berfikir yang masuk akal sedangkan inferensi berarti simpulan atau kesimpulan (Depdiknas:2001:433-681). Menurut istilah Logika inferensi berarti berfikir dengan akal yang sehat untuk memperoleh simpulan. Sebagai ilustrasi ketika kita berhadapan dengan sebuah persoalan yang memerlukan jalan keluar (pemecahan) maka persoalan tersebut kita fikirkan dengan menggunakan akal yang sehat untuk memperoleh pemecahan dari persoalan tersebut.

PEMBAGIAN LOGIKA INFERENSI
Logika Formil
Yang dimaksud logika formil kategorik adalah logika aristoteles beserta modifikasi-modifikasi yang bertujuan menyempurnakan logika Aristoteles. Pada waktu itu orang masih berpendapat bahwa Aristoteles telah mengadakan eksplorasi secara tuntas seluruh masalah logika. Pada waktu itu yang dikerjakan orang hanyalah sekedar membuat perbaikan-perbaikan, atau penghapusan yang tidak perlu, atau membuat rumusan-rumusan untuk memperjelas konsep-konsep logika dari Aristoteles. Menurut Emmanuel khant perbaikan dan penjelasan tersebut lebih banyak menunjukkan usaha agar logika aristoteles menjadi lebih tampan (elegant), bukan agar tampil lebih kokoh (solid).

Logika Matematika Aksiomatik
Pemikiran tradisional kuno lainnya dapat kita jumpai pula pada Euclides dan Archimedes. Tesis yang diteriam adalah bahwa struktur ilmu yang lengkap semestinya tampil dalam pernyataan dalam system deduktif. Euclides dan Archimedes mengorganisasikan kebenaran theoreen mengikuti kebenaran asumtif aksiomanya. Mereka membuktikan bahwa aksioma dan definisi sudut dan segitiga, merupakan konsekwensi dari jumlah sudut dari suatu segitiga sama besar dengan jumlah dua sudut siku-siku.

Logika Matematik Probabilistik
Logika matematik juga sering disebut logika simbolik. Perintis logika matematik ini antara lain adalah de Morgan, Boole dan Leibniz. Libsniz menunjukkan kalkulus universal; de Morga mengurun pada teori relasi ; sedangkan Boole membuktikan bahwa matematika juga aplikatif untuk study tentang relasi antar jenis dan antar proposisi. Logika matematika mencakup telaah deduktif dan telaah induktif.

Logika Linguistik
Disebut logika linguistic karena proposisi-proposisi yang digunakan untuk membuat inferensi didasarkan pada struktur tata bahasa. Libniz selain menjadi perintis logika matematik sekaligus menjadi perintis logika bahasa. Analisisnya di dasarkan pada fungsi kata-kata yang digunakan, dan teaah dari sudut tata bahasanya. Sehingga telaah ini disebut telaah strukturalis atau analisis sintaktikal.

Logika Kualitatif
Logika kualitatif dalam makalah ini, penulis pilahkan menjadi dua yaitu ; logika kualitatif grounded, yang diberangkatkan dari phenomenology Husserl dengan menggunakan definisi tipe E ; dan kedua logika kualitatif deduktif yang diberangkatkan dari realisme Popper, yang juga menggunakan definisi tipe E.

Logika Paradigmatif
Dalam telaah substantive mengenai kebenaran structural paradigmatic telah penulis kemukakan pendapat Lichtenberg bahwa dia temukan adanya struktur paradigmatic yang sekaligus menjangkau banyak domain disiplin ilmu. Karena itu mengembangkan model logika guna membuat inferensi atas struktur paradigmatic yang menjangkau banyak domain disiplin ilmu.

Inferensi fungsional – operasional.
Bertolak dari perlunya berpadu antara idea dengan value dalam aksi, maka inferensi logic yang hendak dicapai oleh pemikiran pragmatic adalah inferensi pragmatic : yaitu berpadunya idea dan value dalam aksi, maka inferensi logic yang hendak dicapai oleh pemikiran pragmatic adalah inferensi pragmatic ; yaitu berpadunya idea dan value menjadi aksi pada satu sisi sesuai dengan fungsinya, efektif operasinya, dan pada sisi lain ; conform bentuknya dan koheren dari sisi valuenya.










BAB III

PENUTUP

 KESIMPULAN
Berdasarkan dari pembahasan materi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa logika adalah landasan utama untuk menguasai filsafat & ilmu pengetahuan serta sarana penghubung antara filsafat & ilmu. Logika merumuskan serta menerapkan hukum – hukum dan patokan – patokan yang harus ditaati agar seseorang dapat berpikir benar, efisien, sistematis, dan teratur. Dengan demikian ada dua obyek penyelidikan Ilmu Logika Pertama, Pemikiran sebagai obyek material juga dikenal dengan nama Logika Material dan yang kedua, patokan-patokan atau hukum – hukum berpikir benar sebagai obyek formalnya, yang disebut logika formal. Pemikiran yang benar dapat dibedakan menjadi dua bentuk berbeda secara radikal yakni dari cara berpikir umum ke khusus (deduktif) yaitu cara berpikir yang dipergunakan dalam logika formal yang mempelajari dasar – dasar persesuaian (tidak adanya pertentangan) dalam pemikiran dengan menggunakan hukum – hukum, rumus – rumus, patokan – patokan berpikir benar, dan dari cara berpikir khusus ke umum (induktif) yaitu cara berpikir yang dipergunakan dalam logika material yang mempelajari dasar – dasar persesuaian pikiran dengan kenyataan (penyesuaian idealita dengan realita). Logika inferensi berarti berfikir dengan akal yang sehat untuk memperoleh simpulan. Logika inferensi dibagi menjadi 7 bagian yaitu: logika formil, logika matematika aksiomatik, logika matematika probabilistik, logika linguistik, logika kualitatif, logika paradigmatif, inferensi fungsional-operasional.



DAFTAR PUSTAKA

Poedjawijatna. 1984. Logika Filsafat Berpikir. Jakarta: Bina Akasara.
Drs. Surajiyo, Drs Sugeng Astanto, dan Dra Sri Andiani. 2005. Dasar-Dasar Logika. Jakarta: Bumi Aksara.
http://juniarwibisana.blogspot.co.id/2015/03/makalah-pengertian-dan-ruang-lingkup.html
http://sociologiagamauin.blogspot.co.id/2015/09/makalah-tujuan-kegunaan-manfaat-dan.html