BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
Sumber daya manusia merupakan salah
satu faktor penting dalam menopang kemajuan sebuah negara. Kualitas sumber daya manusia sangat
dibutuhkan oleh setiap negara baik untuk negara yang sudah maju maupun yang sedang
berkembang. Oleh karena itu, agar menciptakan sumber daya manusia yang baik dan
berkualitas harus diawali dengan peningkatan terhadap kualitas pendidikan.
Menurut
Ki Hajar Dewantara Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajjukan
tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh
anak. Sedangkan menurut Crow dan Crow Pendidikan adalah proses yang berisi
berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan
membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke
generasi. Menurut John Dewey Pendidikan adalah prose yang berupa pengajaran dan
bimbingan, bukan paksaan, yang terjadi karena adanya interaksi dengan
masyarakat.
Berdasarkan
pendapat-pendapat tersebut, pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan
sistematis yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk
mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan
cita-cita pendidikan. Pendidikan adalah bantuan yang diberikan dengan sengaja
kepada peserta didik dalam pertumbuhan jasmani maupun rohaninya untuk mencapai
tingkat dewasa. Pendidikan adalah proses bantuan dan pertolongan yang diberikan
oleh pendidik kepada peserta didik atas pertumbuhan jasmani dan perkembangan
rohaninya secara oprimal.
Sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3, Tujuan
Pendidikan Nasional tentang sistem Pendidikan Nasional bahwa: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis.
Tujuan pendidikan tersebut tidak akan terwujud tanpa campur tangan pemerintah.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia melakukan pembaharuan dalam berbagai hal
yang berkaitan dengan pendidikan. Pembaharuan dilakukan misalnya
dalam bidang kurikulum,
penyediaan sarana dan prasarana pendidikan
yang memadai, dan peningkatan
mutu SDM (tenaga pendidik).
Pendidikan merupakan wahana strategis dalam penyiapan dan
pembinaan sumber daya manusia (SDM). Kualitas SDM merupakan faktor penentu
kemajuan bangsa. Kualitas pendidikan sangat berperan menentukan daya saing
suatu bangsa. Oleh karena itu, upaya-upaya peningkatan kualitas pendidikan
merupakan suatu keniscayaan. Keniscayaan ini dinyatakan secara tegas oleh
Mulyasa (2006) Tanpa pendidikan yang kuat, dapat dipastikan bangsa Indonesia
akan terus tenggelam dalam keterpurukan. Tanpa pendidikan yang memadai, bangsa
Indonesia akan terus dililit oleh kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan.
Tanpa pendidikan yang baik, bangsa Indonesia sulit meraih masa depan yang
cerah, damai, dan sejahtera.
Melalui perannya tersebut,
pendidikan akan menghasilkan masyarakat pembelajar (learning
society) yang diekspresikan dengan gemar mencari informasi,
menggunakan, dan mengkomunikasikannya. Sedangkan sebagai agen perubahan,
pendidikan memiliki konsekuensi terhadap aplikasi dari produk inovasi pendidikan,
sehingga pendidikan menjadi katalisator bagi terjadinya transformasi sosial.
Pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa sekarang, melainkan bersifat dinamis dan antisipatif bagi terjadinya perubahan. Dengan beberapa peran yang dimilikinya tersebut, pendidikan dituntut memiliki sumber daya pendidikan untuk mempersiapkan pelaku-pelaku perubahan yang tangguh, unggul, partisipatif, dan kompetitif. Keberhasilan pendidikan tidak bisa terlepas dari peran guru, kepala sekolah, pengawas sekolah. Telah diakui secara universal bahwa guru berperan strategis bagi keberhasilan pendidikan. Baedhowi (2009) sebelumnya juga menyatakan bahwa dalam pembangunan dan reformasi pendidikan, guru memiliki peran yang amat penting. Dia mengibaratkan guru sebagai jantungnya pendidikan. Guru juga sering diibaratkan sebagai ujung tombak pendidikan. Gurulah yang menjadi operator pendidikan di ruang-ruang kelas. Terlebih lagi guru yang bertugas pada pendidikan dasar.
menggunakan, dan mengkomunikasikannya. Sedangkan sebagai agen perubahan,
pendidikan memiliki konsekuensi terhadap aplikasi dari produk inovasi pendidikan,
sehingga pendidikan menjadi katalisator bagi terjadinya transformasi sosial.
Pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa sekarang, melainkan bersifat dinamis dan antisipatif bagi terjadinya perubahan. Dengan beberapa peran yang dimilikinya tersebut, pendidikan dituntut memiliki sumber daya pendidikan untuk mempersiapkan pelaku-pelaku perubahan yang tangguh, unggul, partisipatif, dan kompetitif. Keberhasilan pendidikan tidak bisa terlepas dari peran guru, kepala sekolah, pengawas sekolah. Telah diakui secara universal bahwa guru berperan strategis bagi keberhasilan pendidikan. Baedhowi (2009) sebelumnya juga menyatakan bahwa dalam pembangunan dan reformasi pendidikan, guru memiliki peran yang amat penting. Dia mengibaratkan guru sebagai jantungnya pendidikan. Guru juga sering diibaratkan sebagai ujung tombak pendidikan. Gurulah yang menjadi operator pendidikan di ruang-ruang kelas. Terlebih lagi guru yang bertugas pada pendidikan dasar.
Pendidikan dasar dalam UU 50 yang disebut dengan
pendidikan rendah, definisinya sangat jelas, bahwa level ini adalah level untuk
menumbuhkan minat, mengasah kemampuan pikir, olah tubuh dan naluri. Berdasarkan
pasal 17 UU RI No. 20 tahun 2003 menerangkan bahwa: (1) Pendidikan dasar
merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. (2) Pendidikan
dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah
tsanawiyah (MTs), atsu bentuk lain yang sederajat. (3) Ketentuan mengenai pendidikan dasar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Sebagaimana dinyatakan oleh Fullan (dalam Baedhowi,
2009). Perubahan pendidikan tergantung pada apa yang dipikirkan dan dikerjakan
guru. Terlebih lagi kesiapan guru dalam mencetak sumber daya manusia yang
berlkualitas untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Di lain pihak, pemerintah
sebagai pemegang kebijakan sepertinya belum begitu siap baik dari penyediaan
tenaga guru mau pun sarana yang memadai.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa betapa pentingnya peran guru
khususnya pada pendidikan dasar dalam peningkatan kualitas pendidikan. Dari
fenomena tersebut penulis tertarik menuangkannya dalam bentuk tulisan ilmiah
dengan judul Kualitas Sumber Daya Manusia
Indonesia Dalam Perspektif Pendidikan Dasar.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar
belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut.
1.2.1 Bagaimana kesiapan sumber daya
manusia Indonesia dalam menyongsong revolusi industri 4.0?
1.2.2 Apa korelasi antara sumber daya
manusia dengan kualitas pendidikan?
1.2.3 Bagaimanakah
peran pemerintah dalam pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan
kualitas pendidikan dasar?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini dapat dipaparkan sebagai
berikut.
1.3.1 Untuk mendeskripsikan kesiapan
sumber daya manusia Indonesia dalam menyongsong revolusi industri 4.0.
1.3.1 Untuk memaparkan korelasi antara
sumber daya manusia dengan kualitas pendidikan
1.3.3 Untuk
memaparkan peran pemerintah dalam pengembangan sumber daya manusia untuk
meningkatkan kualitas pendidikan dasar
1.4 Manfaat Penulisan
a.
Manfaat teoritis
Makalah
ini diharapkan dapat memberikan sumbangan referensi untuk mendalami pentingnya
mengetahui dan memahami Kualitas Sumber Daya Manusia
Indonesia dalam Perpektif Pendidikan Dasar.
b.
Manfaat praktis
1. Bagi
Siswa
Dapat menambah wawasan
siswa tentang pedidikan dasar, khususnya
dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas.
2. Bagi
Guru
Dapat dijadikan sebagai
bahan masukan dan informasi untuk mengetahui dan memahami betapa pentingnya
peran guru pendidikan dasar dalam pembentukan sumber daya manusia yang
berkualitas.
3. Bagi
Kepala Sekolah
Dengan adanya makalah
ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang peran guru
pendidikan dasar dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas di
lingkungan sekolah.
4. Bagi
Masyarakat Umum
Makalah ini dapat
dijadikan bahan bacaan atau ilmu baru bagi masyarakat yang ingin mengetahui
tentang peran guru pendidikan dasar dalam pembentukan sumber daya manusia yang
berkualitas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sumber Daya
Manusia Indonesia dalam menyongsong revolusi
Industri
4.0
Sejarah revolusi
industri dimulai dari industri 1.0, 2.0, 3.0, hingga industri 4.0. Fase
industri merupakan real change dari perubahan yang ada. Industri 1.0 ditandai
dengan mekanisasi produksi untuk menunjang efektifitas dan efisiensi aktivitas
manusia, industri 2.0 dicirikan oleh produksi massal dan standarisasi mutu,
industri 3.0 ditandai dengan penyesuaian massal dan fleksibilitas manufaktur
berbasis otomasi dan robot. Industri 4.0 selanjutnya hadir menggantikan
industri 3.0 yang ditandai dengan cyber fisik dan kolaborasi manufaktur. Istilah
industri 4.0 berasal dari sebuah proyek yang diprakarsai oleh pemerintah Jerman
untuk mempromosikan komputerisasi manufaktur.
Lee et al (2013)
menjelaskan, industri 4.0 ditandai dengan peningkatan digitalisasi manufaktur
yang didorong oleh empat faktor: 1) peningkatan volume data, kekuatan
komputasi, dan konektivitas; 2) munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan
bisnis; 3) terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dengan mesin; dan 4)
perbaikan instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika dan 3D
printing. Prinsip dasar industri 4.0 adalah penggabungan mesin, alur kerja, dan
sistem, dengan menerapkan jaringan cerdas di sepanjang rantai dan proses
produksi untuk mengendalikan satu sama lain secara mandiri.
Industri 4.0
merupakan industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi
cyber. Ini merupakan tren otomatisasi dan pertukaran data dalam teknologi
manufaktur, termasuk sistem cyber-fisik, internet untuk segala atau Internet of
Things (IoT), komputasi awan dan komputasi kognitif. Industri 4.0 menghasilkan
“pabrik cerdas”. Di dalam pabrik cerdas berstruktur moduler, sistem siber-fisik
mengawasi proses fisik, menciptakan salinan dunia fisik secara virtual, dan
membuat keputusan yang tidak terpusat. Lewat internet untuk segala (IoT),
sistem siber-fisik berkomunikasi dan bekerja sama dengan satu sama lain dan
manusia secara bersamaan. Lewat komputasi awan (cloud computing), layanan
internal dan lintas organisasi disediakan dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak
di dalam rantai nilai.
Saat ini,
revolusi industri keempat (4.0) mengubah ekonomi, pekerjaan, dan bahkan
masyarakat itu sendiri. Hakikat Industri 4.0, merupakan penggabungan teknologi
fisik dan digital melalui analitik, kecerdasan buatan, teknologi kognitif, dan
Internet of Things (IoT) untuk menciptakan perusahaan digital yang saling
terkait dan mampu menghasilkan keputusan yang lebih tepat.
Pengaruh
revolusi industri 4.0 mau tidak mau harus dihadapi oleh pemerintah Indonesia.
Sumber daya manusia Indonesia yang berorientasi pada sosio-agraris dipaksa
untuk ikut berevolusi mengikuti perkembangan dunia digital. Hal ini tentunya
berimbas kepada dunia pendidikan yang mana membuat pemerintah kelabakan dan
dipaksa untuk mengikuti perkembangan zaman. Era revolusi industri 4.0 mengubah
cara pandang tentang pendidikan. Perubahan yang dilakukan tidak hanya sekadar
cara mengajar, tetapi jauh yang lebih esensial, yakni perubahan cara pandang
terhadap konsep pendidikan itu sendiri.
Ini
merupakan tantangan besar bagi dunia pendidikan di Indonesia. Saat ini
ketersediaan tenaga pendidik yang menguasai IT sangatlah minim. Guru-guru
pendidikan dasar yang terbiasa bekerja manual sekarang dipaksa untuk bekerja
secara digital dengan sistim online. Tantangan lain juga terjadi pada pengadaan
sarana prasarana IT. Kemampuan jangkauan internet menjadi kendala utama
terutama bagi guru yang berada di pedalaman.
2.2 Korelasi antara
Sumber Daya Manusia Dengan Kualitas Pendidikan
Pendidikan
harus mampu menyiapkan anak didik menghadapi tiga hal, yakni: menyiapkan anak
untuk bisa bekerja yang pekerjaannya saat ini belum ada; menyiapkan anak untuk bisa menyelesaikan
masalah yang masalahnya saat ini belum muncul, dan menyiapkan anak untuk bisa
menggunakan teknologi yang sekarang teknologinya belum ditemukan. Sungguh
sebuah pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi dunia pendidikan. Untuk bisa
menghadapi tantangan tersebut, syarat penting yang harus dipenuhi adalah
bagaimana menyiapkan kualifikasi dan kompetensi guru yang berkualitas.
Pengembangan dan
pendidikan merupakan dua konsep yang berbeda, tetapi memiliki keterkaitan yang
saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam konstelasi tulisan ini, pengembangan
dapat dilakukan melalui pendidikan, sehingga pendidikan menjadi wahana bagi
pengembangan. Untuk itu, maka pendidikan memerlukan SDM yang kompeten sebagai
aset bagi proses pengembangan dan SDM yang kompeten tersebut dicapai melalui
proses pengembangan. Dengan demikian, SDM menjadi bagian penting dalam
pengembangan dan pendidikan.
Pendidikan
merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponen saling yang saling
terkait secara fungsional bagi tercapainya pendidikan yang berkualitas.
Setidaknya terdapat empat komponen utama dalam pendidikan, yaitu: SDM, dana,
sarana, perasarana, dan kebijakan. Komponen SDM dapat dikatakan menjadi
komponen strategis, karena dengan SDM berkualitas dapat mendayagunakan komponen
lainnya, sehingga tercapai efektivitas dan efisiensi pendidikan. Di mana SDM
berkualitas dapat dicapai dengan pengembangan SDM. Selain itu, Hasibuan (2007:
69) mengemukakan bahwa pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan
kemampuan teknis, teoretis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan
kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan latihan. Sedangkan menurut
Bella, pendidikan dan latihan sama dengan pengembangan yaitu merupakan proses
peningkatan keterampilan kerja, baik secara teknis maupun manajerial. Dimana,
pendidikan berorientasi pada teori dan
berlangsung lama, sedangkan latihan
berorientasi pada praktek dengan waktu relatif
singkat.
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secra aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara (UURI No. 20 Th. 2003: 2). Sedangkan latihan, secara implisit
menjadi bagian dari pendidikan.
SDM adalah
kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu
(Hasibuan, 2007:243). Selanjutnya dijelaskan bahwa daya pikir adalah kecerdasan
yang dibawa lahir (modal dasar) sedangkan kecakapan adalah diperoleh dari usaha
pendidikan. Daya fisik adalah kekuatan dan ketahanan seseorang untuk melakukan
pekerjaan atau melaksanakan tugas yang diembannya. Dengan demikian, SDM bidang
pendidikan adalah kompetensi fungsional yang dimiliki tenaga kependidikan dalam
melaksanakan tugasnya.
Di dalam
melaksanakan tugasnya, SDM dituntut mengaktualisasikan kemampuannya, baik daya
fikir maupun daya fisik secara terintagrasi. Namun demikian, kedua kemampuan
tersebut saja tidak cukup, melainkan harus diimbangi dengan kecerdasan
emosional (Emotional Intellegence). Manakala kita memandang duni pekerjaan
adalah sebagai suatu masyarakat, maka kecerdasan emosional sangat diperlukan
untuk mengenal dan memahami diri sendiri serta rekan kerja.
Menurut Goleman
(1996), kecerdasan emosional memiliki keunggulan dibandingkan kecerdasan
intelektual, jika dasar penentunya adalah keberhasilan hidup di tengah masyarakat.
SDM yang berkualitas yang dibutuhkan diperoleh melalui proses, sehingga dibutuhkan
suatu program pendidikan dan pelatihan untuk mempersiapkan dan pengembangan
kualitas SDM yang sesuai dengan transformasi sosial. Menurut Tilaar (1998),
terdapat tiga tuntutan terhadap SDM bidang pendidikan dalam era globalisasi,
yaitu: SDM yang unggul, SDM yang terus belajar, dan SDM yang memiliki
nilai-nilai indigeneous. Terpenuhinya ketiga tuntutan tersebut dapat dicapai melalui
pengembangan SDM.
Dalam upaya
pengembangan SDM hendaknya berdasarkan kepada prinsip
peningkatan kualitas dan kemampuan
kerja. Terdapat beberapa tujuan pengembangan SDM, di antaranya adalah: (1)
meningkatkan kompetensi secara konseptual dan tehnikal; (2) meningkatkan
produktivitas kerja; (3) meningkatkan efisiensi dan efektivitas; (4)
meningkatkan status dan karier kerja; (5) meningkatkan pelayanan terhadap
klient; (6) meningkatkan moral-etis; dan (7) meningkatkan kesejahteraan.
Berdasarkan penuturan
Hasibuan (2007: 72-73), terdapat dua jenis pengembangan SDM, yaitu:
pengembangan SDM secara formal dan secara informal. Pertama, pengembangan SDM
secara formal yaitu SDM yang ditugaskan oleh lembaga untuk mengikuti pendidikan
atau latihan, baik yang dilaksanakan oleh lembaga tersebut maupun lembaga
diklat. Pengembangan SDM secara formal dilakukan karena tuntutan tugas saat ini
maupun masa yang akan datang. Dengan demikian, jenis pengembangan ini dapat
memenuhi kebutuhan kompetensi SDM yang bersifat empirical needs dan predictive
needs bagi eksistensi dan keberlanjutan lembaga.
Kedua,
pengembangan SDM secara informal yaitu pengembangan kualitas SDM secara
individual berdasarkan kesadaran dan keinginan sendiri untuk meningkatkan
kualitas diri sehubungan dengan tugasnya. Banyak cara yang dapat dilakuklan SDM
untuk meningkatkan kemampuannya, namun jenis pengembangan ini memerlukan
motivasi intrinsik yang kuat dan kemampuan mengakses sumber sumber informasi
sebagai sumber belajar.
Terdapat lima domain
penting dalam pengembangan SDM bidang pendidikan, yaitu: profesionalitas, daya
kompetitif, kompetensi fungsional, keunggulan partisipatif, dan kerja sama.
Dimilikinya kemampuan terhadap kelima domain tersebut merupakan modal utama
bagi SDM dalam menghadapi masyarakat ilmu (Knowledge Society) yang dinamis.
Asumsi yang mendasari pentingnya kelima domain tersebut adalah sebagai berikut.
a Profesionalitas
Profesionalitas
adalah tingkatan kualitas atau kemampuan yang dimiliki SDM dalam melaksanakan
profesinya. Sedangkan profesionalisme adalah penyikapan terhadap profesi dan
profesionalitas yang dimilikinya. SDM yang profesional adalah mereka yang
memiliki keahlian dan keterampilan melalui proses pendidikan dan
latihan.Kemampuan tersebut meliputi kemampuan teknik dan kemampuan konseptual
dalam memberikan layanan formal sesuai dengan profesi dan keahliannya.
Berdasarkan kemampuan SDM dalam melaksanakan tugasnya tersebut, maka masyarakat
akan mengakui dan menghargainya. Dengan kata lain, penghargaan dan pengakuan
masyarakat bergantung kepada keprofesionalan SDM.
Pengakuan
masyarakat terhadap suatu profesi bersifat merit, sehingga menuntut SDM yang
berkualitas. SDM bidang pendidikan, mereka bekerja dalam suatu masyarakat
profesional (profesional community) yang menuntut kejujuran profesional agar
dapat memberikan layanan profesi sesuai dengan harapan masyarakat. Namun
demikian, kejujuran profesional perlu disikapi dengan upaya meningkatkan
profesionalitas. Untuk itu, pengembangan SDM ke arah profesional merupakan langkah
strategis.
SDM yang
melaksanakan profesinya berlandaskan profesionalisme memiliki kemampuan untuk
menyelaraskan kemampuan dirinya dengan visi dan misi lembaga. Artinya, SDM
tersebut akan mengaktualisasikan seluruh potensi yang ada dan mendayagunakannya
dalam memberikan layanan kepada masyarakat, sehingga masyarakat merasakan
manfaat dan mengakui keberadaannya.
b Daya Kompetitif
SDM yang
memiliki daya kompetitif adalah mereka yang memiliki kemampuan ikut serta dalam
persaingan. Apabila kita memandang bahwa melaksanakan tugas adalah suatu
persaingan, maka SDM yang memiliki daya kompetitif adalah mereka yang dapat
berfikir kreatif dan produktif. SDM yang berpikir kreatif dapat bersaing dan
dapat memunculkan kreasi-kreasi baru. Berfikir kreatif dilandasi dengan
kemampuan berpikir eksponensial dan mengeksplorasi berbagai komponen secara
tekun dan ulet hingga menghasilkan suatu inovasi.
SDM yang
inovatif tidak hanya terbatas pada kemampuan melaksanakan pekerjaan sesuai
dengan tugasnya, melainkan kemampuan mencari dan menggunakan cara baru dalam
menyelesaikan tugasnya tersebut. Sikap tekun dan ulet dalam melaksankan tugas
hanya dapat menghasilkan prestasi temporer, sedangkan tekun dan ulet dalam
berfikir kreatif akan menghasilkan pertasi berkelanjutan.
Salah satu sifat
SDM yang inovatif adalah mereka yang tidak merasa puas dengan apa yang telah
dikerjakan dan dihasilkannya, melainkan merasa penasaran atas kinerjanya. SDM
yang inovatif hanya dapat dihasilkan melalui proses pengembangan kemampuan berfikir
kreatif (creative thinking). Artinya, SDM yang memiliki daya kompetitif harus
memiliki kecerdasan intelektual agar dapat memiliki banyak alternatif dalam
memilih dan menentukan strategi yang tepat.
c Kompetensi fungsional
Kompetensi
adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk melaksanakan profesinya.
Sesungguhnya kompetensi tersebut merupakan suatu sistem pengetahuan yang
terdiri atas pengetahuan konseptual, pengetahuan teknik, pengetahuan
menyeleksi, dan pengetahuan memanfaatkan. Apabila seluruh pengetahuan tersebut
diaktualisasikan secara simultan, maka manfaatnya dapat dirasakan baik oleh
yang bersangkutan maupun oleh masayarakat. Kompetensi pada tiga tataran
pertama, yaitu kemampuan: konseptual, teknik, dan memutuskan merupakan kompetensi
potensial. Sedangkan kompetensi pada tataran aplikasi tepat waktu dan tepat
sasaran, itulah kompetensi fungsional. Kompetensi fungsional akan menunjukkan
efektivitasnya manakala SDM memiliki motivasi yaitu motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik.
Motivasi
intrinsik berkaitan erat dengan etos kerja, sedangkan motivasi ekstrinsik dapat
berasal dari rekan kerja, lembaga, dan masyarakat. SDM yang memiliki kompetensi
fungsional adalah mereka yang memiliki kemampuan dalam mendayagunakan potensi
diri (kompetensi potensial) yang disumbangkan (kemampuan mengaplikasikan secara
tepat) dalam melaksanakan tugas atau profesinya. Untuk itu, pengembangan SDM
bidang pendidikan dengan memberikan motivasi merupakan salah satu strategi yang
dapat dipilih. Motivasi tersebut mungkin berupa posisi atau salary. Menurut
Tilaar ( 1996: 343), pengembangan SDM selain meningkatkan kemampuan profesional
juga meningkatkan posisi dan pendapatan.
d Keunggulan
partisipatif
SDM unggul
adalah SDM berkualitas yang memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan yang
lainnya. Mereka dapat mengembangkan potensi diri dan sumber daya lainnya
seoptimal mungkin. Dengan kemampuannya tersebut, SDM yang unggul dapat mencapai
prestasi untuk kemajuan dirinya, lembaga, bangsa dan negara. Mereka yang
memiliki keunggulan dapat survive dalam kehidupan yang kompetitif, karena
mereka memiliki banyak pilihan dan kecerdasan untuk mengambil keputusan yang
tepat. Terapat dua jenia SDM unggul, yaitu: keunggulan individualistik dan
keunggulan partisipatoris.
SDM unggul
secara individualistik adalah mereka yang memanfaatkan kemampuan dirinya untuk
kepentingan pribadi. Hal ini sangat berbahaya, karena SDM yang unggul
individualistik dapat melahirkan manusia tipe homo homini lupus. Sedangkan SDM
unggul secara partisipatoris adalah mereka yang memiliki
keunggulan dalam mengembangkan
potensi diri untuk ikut berpartisipasi dalam kehidupan, baik yang bersifat
kompetitif maupun kooperatif dan solidaritas sosial.
Dengan demikian,
pengembangan SDM bidang pendidikan adalah upaya peningkatan kualitas SDM yang
unggul partisipatoris. Untuk itu, sangat penting kecerdasan emosional dan
kecerdasan intelektual dikembangkan secara terintegratif, karena akan menjadi
kekuatan sinergis dalam melaksanakan tugas.
e Kerja Sama
Kemampuan kerja
sama (teamwork) sangat penting di era globalisasi, karena dengan kemampuan
tersebut akan menjadi kekuatan potensial bagi suatu organisasi atau institusi.
Sesungguhnya, era globalisasi bersifat potensial yang menuntut kemampuan
menyeleksi dan mendayagunakannya agar teraktualisasikan hingga bernilai guna.
Salah satu upaya mengatualisasikan potensi tersebut adalah melalui kerja sama. Namun
demikian, aspek penting dalam proses seleksi dan memanfaatkan potensi tersebut
adalah kemampuan menyelaraskannya dengan nilai-nilai indigeneous. Pada tataran
praktis operasional, SDM yang memiliki nilai-nilai indigeneous tersebut adalah
memahami visi dan misi lembaga, serta merefleksikannya dalam pelaksanaan tugas.
SDM yang
memiliki kemampuan kerja sama harus diimbangi dengan kemampuan untuk
mengembangkan jaringan-jaringan kerja sama (network). Pentingnya jaringan kerja
sama dan kerja sama menjadi katalisator bagi tercapainya efektivitas dan
efisiensi kerja. Kemampuan yang dibutuhkan dalam kerja sama adalah
mengembangkan kemampuan untuk mengintegrasikan kemampuan diri dengan kemampuan
mitra kerja terhadap orientasi kerja sama. Untuk itu, pengembangan pada aspek
dedikasi, disiplin, dan kejujuran sangat mutlak dalam suatu kerja sama,
termasuk jujur terhadap kemampuan diri. Pentingnya sikap jujur dalam suatu
kerja sama dikemukakan Fukuyama (1996), tanpa kejujuran tidak mungkin seseorang
dapat melakukan bekerja sama dengan baik.
Pengembangan SDM
bidang pendidikan pada domain ini adalah peningkatan kemampuan mencari jaringan
kerja sama dan melaksanakan kerja sama dengan berlandasankan kepada dedikasi,
disiplin, dan jujur serta moral-etis. Dengan demikian, SDM memiliki jati diri
sesuai dengan visi dan misi lembaga.
Pengembangan SDM
merupakan upaya mewujudkan SDM berkualitas untuk mempersiapkan masyarakat dan
bangsa dalam menghadapi transformasi sosial yang kompetitif. Di mana pendidikan
dan latihan menjadi wahana efektif bagi terwujudnya SDM berkualitas tersebut.
Namun demikian, disinyalir banyak pihak bahwa pada tataran empiris, SDM yang
telah melalui proses pendidikan dan latihan belum signifikan peningkatan
kualitasnya. Untuk itu, terhadap pengembangan SDM pada kelima domain di atas
masih diperlukan upaya pengendalian mutu terpadu atau total quality control
(TQC) dari pihak yang memiliki wewenang (authority), pada lembaga di mana SDM
bertugas.
Selain itu,
pendidikan dan latihan sebagai wahana pengembangan SDM diperlukan suatu program
diklat terpadu agar tercapai efektivitasnya. Pengembangan SDM bidang pendidikan
hendaknya tidak hanya sebatas pada peningkatan kemampuan untuk mempersiapkan
masyarakat dalam mengikuti perubahan, melainkan lebih jauh ke depan adalah
kemampuan mempersiapkan insan inovator bagi perubahan. SDM yang memiliki
kemampuan tersebut menjadi aset strategis dalam merealisasikan peran pendidikan
sebagai agent of innovation dan agent of changes. Selain itu,
dapat menghasilkan insan-insan yang memiliki daya kompetitif yang tidak
meninggalkan nilai-nilai indigeneous, sehingga mampu
menunjukkan jati diri yang
bermoral-etis dan identitas lembaga pada percaturan
global.
2.3 Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Mutu
Sumber Daya Manusia Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Dasar
Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945)
mengamanatkan bahwa Pemerintah Negara Indonesia harus melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dengan
demikian, Pemerintah diwajibkan untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional bagi seluruh warga negara Indonesia. Sistem
pendidikan nasional dimaksud harus mampu menjamin pemerataan kesempatan dan
peningkatan mutu pendidikan, terutama bagi anak-anak, generasi penerus
keberlangsungan dan kejayaan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
Upaya yang telah
dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai paket program pendidikan sebagai impelementasi
penggunaan anggaran pendidikan 20% dari APBN, utamanya di daerah-daerah
tertinggal masih sangat minim dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat.
Program-program yang dibuat oleh pemerintah seringkali hanya program tambal
sulam (incremental) dan tidak berkelanjutan (sustainable). Banyaknya sekolah,
utamanya sekolah dasar yang dalam kondisi rusak berat dan hanya direhabilitasi
melalui Biaya Orientasi Sekolah (BOS) dan berbagai paket program sejenis
lainnya, tidaklah menjadikan sarana dan prasarana pendidikan tersebut menjadi
lebih baik. Banyaknya sekolah dasar yang rusak tersebut menyebabkan anak-anak
usia pendidikan dasar tidak merasa nyaman dalam proses pembelajaran. Padahal
untuk anak-anak usai tersebut, dukungan sarana dan prasarana yang memadai amat
dibutuhkan guna menunjang keberhasilan pendidikannya.
Pemerintah
memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak
Indonesia, utamanya mulai dari ketersediaan sarana dan prasarana minimal berupa
gedung sekolah yang layak, hingga sampai pada ketersediaan berbagai fasilitas
pendukung pendidikan lainnya. Bagi sekolah-sekolah yang berada di perkotaan,
sekolah yang rusak berat dan masih belum direhabilitasi sangat banyak ditemui,
apalagi di daerah-daerah terpencil di Indonesia. Dengan kata lain,
sekolah-sekolah diperkotaan saja kondisinya masih demikian, apalagi di pelosok
Indonesia.
Selain
ketersediaan sarana dan prasarana fisik dan berbagai fasilitas pendukung
pendidikan lainnya yang masih terbatas dan belum menjangkau seluruh wilayah
NKRI, kurikulum pendidikan dasar pun menjadi permasalahan. Kurikulum yang
seringkali berubah seiring dengan pergantian rezim pemerintahan menyebabkan
anak-anak usia sekolah dasar menjadi korbannya. Anak-anak usia sekolah dasar
merupakan anak-anak yang mind set berfikirnya belum terbentuk, anak-anak
tersebut masih dalam tahap amati dan tiru, belum sampai tahap modifikasi.
Selain itu, beban kurikulum yang berat menyebabkan anak-anak kehilangan
kreativitasnya karena hanya dibebani dengan mata pelajaran yang terkonsep dan
berpola baku secara permanen. Artinya, apa yang di dapat di sekolah, itulah
yang ada pada dirinya, tanpa kecuali.
Pemerintah harus
menyadari bahwasannya anak-anak merupakan investasi masa depan sebuah bangsa.
Merekalah yang kelak akan mengisi ruang-ruang proses berbangsa dan bernegara.
Wajar saja ketika banyak orang menyerukan bahwa anak adalah bibit-bibit atau
tunas yang harus diperhatikan dan dirawat dengan baik. Merekalah pewaris masa
depan, tulang punggung dan harapan bangsa dan negara ada di pundak mereka.
Namun, harapan itu ternyata masih membentur tembok yang sangat besar. Ternyata
masih banyak di temukan anak-anak kurang mampu harus berhenti sekolah karena
tidak memiliki biaya. Sering dijumpai bahwa anak-anak Indonesia harus dipaksa
mengemis demi menghidupi keluarga, melakukan tindak kriminal dan terlantar
karena ketimpangan ekonomi. Tidak jarang pula anak-anak seringkali menghadapi
bentuk-bentuk kekerasan baik fisik maupun non fisik. Padahal, anak-anak
Indonesia harusnya berada di rumah, belajar dengan baik dan menikmati
tugas-tugas bagi tumbuh kembang diri mereka. Disinilah peran pemerintah harus
ditingkatkan dalam rangka peningkatan pendidikan anak-anak Indonesia.
Pendidikan
Karakter merupakan proses pemberian tuntunan peserta/anak didik agar menjadi
manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa
dan karsa. Peserta didik diharapkan memiliki karakter yang baik meliputi
kejujuran, tanggung jawab, cerdas, bersih dan sehat, peduli, dan kreatif. Pemerintah
melalui Kemendiknas meluncurkan sebuah program pendidikan, yang dikenal dengan
Pendidikan Karakter. Dominasi ranah kognitif dan psikomotorik harus dikurangi,
ranah afektif sudah seharusnya menjadi fokus utama. Sehingga terbentuklah
manusia-manusia yang berkarakter luhung, berbudi pekerti tinggi.
Manusia-manusia seperti inilah yang diharapkan mampu membawa bangsa Indonesia
menjadi jauh lebih baik, menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya
tinggi.
Pendidikan
karakter dibutuhkan untuk mencegah setiap perbuatan-perbuatan yang tidak baik
yang dapat merusak pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, semua peran sangat
dibutuhkan untuk memajukan sistem pendidikan di Indonesia agar pendidikan di
Indonesia mengalami pemerataan, peningkatan dan perubahan yang signifikan.
Pendidikan Karakter bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang hal yang
baik dan buruk, kemudian membuat hal yang baik menjadi suatu kebiasaan. Budaya
ini harus dipelihara agar pendidikan di Indonesia berkembang dan bisa menjadi
daya saing bagi pendidikan lainnya secara global.
Pendidikan
memegang peranan yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber
daya manusia dan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses
peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya
proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka Pemerintah telah berupaya
mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang
lebih berkualitas melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi,
perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta
pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi kenyataan belum
cukup dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
paparan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut.
3.1.1 Sumber daya manusia Indonesia khususnya
di bidang pendidikan saat ini belum siap menghadapi revolusi industri 4.0. Ketersediaan
tenaga guru yang menguasai bidang digital yang berbasis IT sangatlah minim.
Demikian pula ketersediaan sarana IT masih terbatas pada wilayah perkotaan
saja.
3.1.2 Kualitas sumber daya manusia sangat tergantung
pada kualitas pendidikan. Untuk itu, perlu adanya jika ingin tercetak sumber
daya yang berkualitas, terlebih dulu harus disediakan tenaga pendidik yang
berkualitas.
3.1.3 Sesuai
dengan amanat UUD 1945, pemerintah berkewajiban untuk meningkatkan mutu sumber
daya manusia melalui pengadaan pendidikan yang berkualitas.
3.2 Saran-saran
Dari hasil
pembahasan di atas, dapat penulis sampaikan beberapa saran berikut.
3.2.1 Sumber daya manusia Indonesia
secara umum belum siap untuk menghadapi revolusi industri 4.0, untuk itu perlu
adanya upaya peningkatan kualitas SDM dan sarana prasarana yang memadai.
3.2.2 Guru
sebagai ujung tombak pencetak sumber daya manusia yang berkualitas hendaknya
selalu aktif mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan zaman.
3.2.3 Pemerintah
sebagai pemegang kebijakan hendaknya menyediakan anggaran leih untuk bidang pendidikan
sehingga proses penyediaan sumberdaya mansia berkualitas bisa tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Baedhowi. 2009. Pedoman Pelaksanaan Tugas
Guru dan Pengawas. Jakarta. Bakker, A.B.
Depdiknas. 2003. UU No. 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Dirjen Dikdasmen.
Fukuyama,
1996 Trust Kebijakan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran, Yogyakarta:
Qalam.
Goleman, Daniel. 1996. Emotional Intelligence (Kecerdasan
Emosional); Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Hasibuan,
2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Cetakan 9. PT. Bumi
Aksara.
Mulyasa. 2006. Menjadi Guru Profesional Menciptakan
Pembelajaran Kreatif
dan Menyenangkan. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya.
dan Menyenangkan. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya.
Tilaar. 1998. Paradigma Baru Pendidikan Nasional
. Jakarta. Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar