Kamis, 07 November 2019

MAKALAH KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA INDONESIA DALAM PERPEKTIF PENDIDIKAN DASAR

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
            Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam menopang kemajuan sebuah negara.  Kualitas sumber daya manusia sangat dibutuhkan oleh setiap negara baik untuk negara yang sudah maju maupun yang sedang berkembang. Oleh karena itu, agar menciptakan sumber daya manusia yang baik dan berkualitas harus diawali dengan peningkatan terhadap kualitas pendidikan.
Menurut Ki Hajar Dewantara Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajjukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak. Sedangkan menurut Crow dan Crow Pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi. Menurut John Dewey Pendidikan adalah prose yang berupa pengajaran dan bimbingan, bukan paksaan, yang terjadi karena adanya interaksi dengan masyarakat.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan. Pendidikan adalah bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada peserta didik dalam pertumbuhan jasmani maupun rohaninya untuk mencapai tingkat dewasa. Pendidikan adalah proses bantuan dan pertolongan yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik atas pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohaninya secara oprimal.
Sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3, Tujuan Pendidikan Nasional tentang sistem Pendidikan Nasional bahwa:  Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan  dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis. Tujuan pendidikan tersebut tidak akan terwujud tanpa campur tangan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia melakukan pembaharuan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pendidikan. Pembaharuan dilakukan  misalnya  dalam  bidang  kurikulum,  penyediaan  sarana  dan prasarana   pendidikan  yang  memadai, dan peningkatan mutu SDM (tenaga pendidik).
Pendidikan merupakan wahana strategis dalam penyiapan dan pembinaan sumber daya manusia (SDM). Kualitas SDM merupakan faktor penentu kemajuan bangsa. Kualitas pendidikan sangat berperan menentukan daya saing suatu bangsa. Oleh karena itu, upaya-upaya peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu keniscayaan. Keniscayaan ini dinyatakan secara tegas oleh Mulyasa (2006) Tanpa pendidikan yang kuat, dapat dipastikan bangsa Indonesia akan terus tenggelam dalam keterpurukan. Tanpa pendidikan yang memadai, bangsa Indonesia akan terus dililit oleh kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan. Tanpa pendidikan yang baik, bangsa Indonesia sulit meraih masa depan yang cerah, damai, dan sejahtera.
Melalui perannya tersebut, pendidikan akan menghasilkan masyarakat pembelajar (learning society) yang diekspresikan dengan gemar mencari informasi,
menggunakan, dan mengkomunikasikannya. Sedangkan sebagai agen perubahan,
pendidikan memiliki konsekuensi terhadap aplikasi dari produk inovasi pendidikan,
sehingga pendidikan menjadi katalisator bagi terjadinya transformasi sosial.
Pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa sekarang, melainkan bersifat dinamis dan antisipatif bagi terjadinya perubahan. Dengan beberapa peran yang dimilikinya tersebut, pendidikan dituntut memiliki sumber daya pendidikan untuk mempersiapkan pelaku-pelaku perubahan yang tangguh, unggul, partisipatif, dan kompetitif. Keberhasilan pendidikan tidak bisa terlepas dari peran guru, kepala sekolah, pengawas sekolah. Telah diakui secara universal bahwa  guru berperan strategis bagi keberhasilan pendidikan. Baedhowi (2009) sebelumnya juga menyatakan bahwa  dalam pembangunan dan reformasi pendidikan, guru memiliki peran yang amat penting. Dia mengibaratkan guru sebagai  jantungnya pendidikan. Guru juga sering diibaratkan sebagai ujung tombak pendidikan. Gurulah yang menjadi operator pendidikan di ruang-ruang kelas. Terlebih lagi guru yang bertugas pada pendidikan dasar.
Pendidikan dasar dalam UU 50 yang disebut dengan pendidikan rendah, definisinya sangat jelas, bahwa level ini adalah level untuk menumbuhkan minat, mengasah kemampuan pikir, olah tubuh dan naluri. Berdasarkan pasal 17 UU RI No. 20 tahun 2003 menerangkan bahwa: (1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. (2) Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atsu bentuk lain yang sederajat.  (3) Ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Sebagaimana dinyatakan oleh Fullan (dalam Baedhowi, 2009). Perubahan pendidikan tergantung pada apa yang dipikirkan dan dikerjakan guru. Terlebih lagi kesiapan guru dalam mencetak sumber daya manusia yang berlkualitas untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Di lain pihak, pemerintah sebagai pemegang kebijakan sepertinya belum begitu siap baik dari penyediaan tenaga guru mau pun sarana yang memadai.  Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa betapa pentingnya peran guru khususnya pada pendidikan dasar dalam peningkatan kualitas pendidikan. Dari fenomena tersebut penulis tertarik menuangkannya dalam bentuk tulisan ilmiah dengan judul Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia  Dalam  Perspektif Pendidikan Dasar.

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut.
1.2.1 Bagaimana kesiapan sumber daya manusia Indonesia dalam menyongsong revolusi industri 4.0?
1.2.2 Apa korelasi antara sumber daya manusia dengan kualitas pendidikan?
1.2.3  Bagaimanakah peran pemerintah dalam pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar?

1.3 Tujuan Penulisan
            Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini dapat dipaparkan sebagai berikut.
1.3.1 Untuk mendeskripsikan kesiapan sumber daya manusia Indonesia dalam menyongsong revolusi industri 4.0.
1.3.1 Untuk memaparkan korelasi antara sumber daya manusia dengan kualitas pendidikan
1.3.3  Untuk memaparkan peran pemerintah dalam pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar

1.4  Manfaat Penulisan
a.       Manfaat teoritis
Makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan referensi untuk mendalami pentingnya mengetahui dan memahami Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia  dalam  Perpektif Pendidikan Dasar.
b.      Manfaat praktis
1.      Bagi Siswa
Dapat menambah wawasan siswa tentang  pedidikan dasar, khususnya dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas.
2.      Bagi Guru
Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan informasi untuk mengetahui dan memahami betapa pentingnya peran guru pendidikan dasar dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas.
3.      Bagi Kepala Sekolah
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang peran guru pendidikan dasar dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas di lingkungan sekolah.
4.      Bagi Masyarakat Umum
Makalah ini dapat dijadikan bahan bacaan atau ilmu baru bagi masyarakat yang ingin mengetahui tentang peran guru pendidikan dasar dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas.
                          



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sumber Daya Manusia Indonesia dalam menyongsong revolusi
Industri 4.0
Sejarah revolusi industri dimulai dari industri 1.0, 2.0, 3.0, hingga industri 4.0. Fase industri merupakan real change dari perubahan yang ada. Industri 1.0 ditandai dengan mekanisasi produksi untuk menunjang efektifitas dan efisiensi aktivitas manusia, industri 2.0 dicirikan oleh produksi massal dan standarisasi mutu, industri 3.0 ditandai dengan penyesuaian massal dan fleksibilitas manufaktur berbasis otomasi dan robot. Industri 4.0 selanjutnya hadir menggantikan industri 3.0 yang ditandai dengan cyber fisik dan kolaborasi manufaktur. Istilah industri 4.0 berasal dari sebuah proyek yang diprakarsai oleh pemerintah Jerman untuk mempromosikan komputerisasi manufaktur.
Lee et al (2013) menjelaskan, industri 4.0 ditandai dengan peningkatan digitalisasi manufaktur yang didorong oleh empat faktor: 1) peningkatan volume data, kekuatan komputasi, dan konektivitas; 2) munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan bisnis; 3) terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dengan mesin; dan 4) perbaikan instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika dan 3D printing. Prinsip dasar industri 4.0 adalah penggabungan mesin, alur kerja, dan sistem, dengan menerapkan jaringan cerdas di sepanjang rantai dan proses produksi untuk mengendalikan satu sama lain secara mandiri.
Industri 4.0 merupakan industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi cyber. Ini merupakan tren otomatisasi dan pertukaran data dalam teknologi manufaktur, termasuk sistem cyber-fisik, internet untuk segala atau Internet of Things (IoT), komputasi awan dan komputasi kognitif. Industri 4.0 menghasilkan “pabrik cerdas”. Di dalam pabrik cerdas berstruktur moduler, sistem siber-fisik mengawasi proses fisik, menciptakan salinan dunia fisik secara virtual, dan membuat keputusan yang tidak terpusat. Lewat internet untuk segala (IoT), sistem siber-fisik berkomunikasi dan bekerja sama dengan satu sama lain dan manusia secara bersamaan. Lewat komputasi awan (cloud computing), layanan internal dan lintas organisasi disediakan dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak di dalam rantai nilai.
Saat ini, revolusi industri keempat (4.0) mengubah ekonomi, pekerjaan, dan bahkan masyarakat itu sendiri. Hakikat Industri 4.0, merupakan penggabungan teknologi fisik dan digital melalui analitik, kecerdasan buatan, teknologi kognitif, dan Internet of Things (IoT) untuk menciptakan perusahaan digital yang saling terkait dan mampu menghasilkan keputusan yang lebih tepat.
            Pengaruh revolusi industri 4.0 mau tidak mau harus dihadapi oleh pemerintah Indonesia. Sumber daya manusia Indonesia yang berorientasi pada sosio-agraris dipaksa untuk ikut berevolusi mengikuti perkembangan dunia digital. Hal ini tentunya berimbas kepada dunia pendidikan yang mana membuat pemerintah kelabakan dan dipaksa untuk mengikuti perkembangan zaman. Era revolusi industri 4.0 mengubah cara pandang tentang pendidikan. Perubahan yang dilakukan tidak hanya sekadar cara mengajar, tetapi jauh yang lebih esensial, yakni perubahan cara pandang terhadap konsep pendidikan itu sendiri.
            Ini merupakan tantangan besar bagi dunia pendidikan di Indonesia. Saat ini ketersediaan tenaga pendidik yang menguasai IT sangatlah minim. Guru-guru pendidikan dasar yang terbiasa bekerja manual sekarang dipaksa untuk bekerja secara digital dengan sistim online. Tantangan lain juga terjadi pada pengadaan sarana prasarana IT. Kemampuan jangkauan internet menjadi kendala utama terutama bagi guru yang berada di pedalaman.

2.2 Korelasi antara Sumber Daya Manusia Dengan Kualitas Pendidikan
            Pendidikan harus mampu menyiapkan anak didik menghadapi tiga hal, yakni: menyiapkan anak untuk bisa bekerja yang pekerjaannya saat ini belum ada;  menyiapkan anak untuk bisa menyelesaikan masalah yang masalahnya saat ini belum muncul, dan menyiapkan anak untuk bisa menggunakan teknologi yang sekarang teknologinya belum ditemukan. Sungguh sebuah pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi dunia pendidikan. Untuk bisa menghadapi tantangan tersebut, syarat penting yang harus dipenuhi adalah bagaimana menyiapkan kualifikasi dan kompetensi guru yang berkualitas.
Pengembangan dan pendidikan merupakan dua konsep yang berbeda, tetapi memiliki keterkaitan yang saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam konstelasi tulisan ini, pengembangan dapat dilakukan melalui pendidikan, sehingga pendidikan menjadi wahana bagi pengembangan. Untuk itu, maka pendidikan memerlukan SDM yang kompeten sebagai aset bagi proses pengembangan dan SDM yang kompeten tersebut dicapai melalui proses pengembangan. Dengan demikian, SDM menjadi bagian penting dalam pengembangan dan pendidikan.
Pendidikan merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponen saling yang saling terkait secara fungsional bagi tercapainya pendidikan yang berkualitas. Setidaknya terdapat empat komponen utama dalam pendidikan, yaitu: SDM, dana, sarana, perasarana, dan kebijakan. Komponen SDM dapat dikatakan menjadi komponen strategis, karena dengan SDM berkualitas dapat mendayagunakan komponen lainnya, sehingga tercapai efektivitas dan efisiensi pendidikan. Di mana SDM berkualitas dapat dicapai dengan pengembangan SDM. Selain itu, Hasibuan (2007: 69) mengemukakan bahwa pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoretis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan latihan. Sedangkan menurut Bella, pendidikan dan latihan sama dengan pengembangan yaitu merupakan proses peningkatan keterampilan kerja, baik secara teknis maupun manajerial. Dimana, pendidikan berorientasi pada teori dan
berlangsung lama, sedangkan latihan berorientasi pada praktek dengan waktu relatif
singkat.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secra aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UURI No. 20 Th. 2003: 2). Sedangkan latihan, secara implisit menjadi bagian dari pendidikan.
SDM adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu (Hasibuan, 2007:243). Selanjutnya dijelaskan bahwa daya pikir adalah kecerdasan yang dibawa lahir (modal dasar) sedangkan kecakapan adalah diperoleh dari usaha pendidikan. Daya fisik adalah kekuatan dan ketahanan seseorang untuk melakukan pekerjaan atau melaksanakan tugas yang diembannya. Dengan demikian, SDM bidang pendidikan adalah kompetensi fungsional yang dimiliki tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugasnya.
Di dalam melaksanakan tugasnya, SDM dituntut mengaktualisasikan kemampuannya, baik daya fikir maupun daya fisik secara terintagrasi. Namun demikian, kedua kemampuan tersebut saja tidak cukup, melainkan harus diimbangi dengan kecerdasan emosional (Emotional Intellegence). Manakala kita memandang duni pekerjaan adalah sebagai suatu masyarakat, maka kecerdasan emosional sangat diperlukan untuk mengenal dan memahami diri sendiri serta rekan kerja.
Menurut Goleman (1996), kecerdasan emosional memiliki keunggulan dibandingkan kecerdasan intelektual, jika dasar penentunya adalah keberhasilan hidup di tengah masyarakat. SDM yang berkualitas yang dibutuhkan diperoleh melalui proses, sehingga dibutuhkan suatu program pendidikan dan pelatihan untuk mempersiapkan dan pengembangan kualitas SDM yang sesuai dengan transformasi sosial. Menurut Tilaar (1998), terdapat tiga tuntutan terhadap SDM bidang pendidikan dalam era globalisasi, yaitu: SDM yang unggul, SDM yang terus belajar, dan SDM yang memiliki nilai-nilai indigeneous. Terpenuhinya ketiga tuntutan tersebut dapat dicapai melalui pengembangan SDM.
Dalam upaya pengembangan SDM hendaknya berdasarkan kepada prinsip
peningkatan kualitas dan kemampuan kerja. Terdapat beberapa tujuan pengembangan SDM, di antaranya adalah: (1) meningkatkan kompetensi secara konseptual dan tehnikal; (2) meningkatkan produktivitas kerja; (3) meningkatkan efisiensi dan efektivitas; (4) meningkatkan status dan karier kerja; (5) meningkatkan pelayanan terhadap klient; (6) meningkatkan moral-etis; dan (7) meningkatkan kesejahteraan.
Berdasarkan penuturan Hasibuan (2007: 72-73), terdapat dua jenis pengembangan SDM, yaitu: pengembangan SDM secara formal dan secara informal. Pertama, pengembangan SDM secara formal yaitu SDM yang ditugaskan oleh lembaga untuk mengikuti pendidikan atau latihan, baik yang dilaksanakan oleh lembaga tersebut maupun lembaga diklat. Pengembangan SDM secara formal dilakukan karena tuntutan tugas saat ini maupun masa yang akan datang. Dengan demikian, jenis pengembangan ini dapat memenuhi kebutuhan kompetensi SDM yang bersifat empirical needs dan predictive needs bagi eksistensi dan keberlanjutan lembaga.
Kedua, pengembangan SDM secara informal yaitu pengembangan kualitas SDM secara individual berdasarkan kesadaran dan keinginan sendiri untuk meningkatkan kualitas diri sehubungan dengan tugasnya. Banyak cara yang dapat dilakuklan SDM untuk meningkatkan kemampuannya, namun jenis pengembangan ini memerlukan motivasi intrinsik yang kuat dan kemampuan mengakses sumber sumber informasi sebagai sumber belajar.
Terdapat lima domain penting dalam pengembangan SDM bidang pendidikan, yaitu: profesionalitas, daya kompetitif, kompetensi fungsional, keunggulan partisipatif, dan kerja sama. Dimilikinya kemampuan terhadap kelima domain tersebut merupakan modal utama bagi SDM dalam menghadapi masyarakat ilmu (Knowledge Society) yang dinamis. Asumsi yang mendasari pentingnya kelima domain tersebut adalah sebagai berikut.
a Profesionalitas
Profesionalitas adalah tingkatan kualitas atau kemampuan yang dimiliki SDM dalam melaksanakan profesinya. Sedangkan profesionalisme adalah penyikapan terhadap profesi dan profesionalitas yang dimilikinya. SDM yang profesional adalah mereka yang memiliki keahlian dan keterampilan melalui proses pendidikan dan latihan.Kemampuan tersebut meliputi kemampuan teknik dan kemampuan konseptual dalam memberikan layanan formal sesuai dengan profesi dan keahliannya. Berdasarkan kemampuan SDM dalam melaksanakan tugasnya tersebut, maka masyarakat akan mengakui dan menghargainya. Dengan kata lain, penghargaan dan pengakuan masyarakat bergantung kepada keprofesionalan SDM.
Pengakuan masyarakat terhadap suatu profesi bersifat merit, sehingga menuntut SDM yang berkualitas. SDM bidang pendidikan, mereka bekerja dalam suatu masyarakat profesional (profesional community) yang menuntut kejujuran profesional agar dapat memberikan layanan profesi sesuai dengan harapan masyarakat. Namun demikian, kejujuran profesional perlu disikapi dengan upaya meningkatkan profesionalitas. Untuk itu, pengembangan SDM ke arah profesional merupakan langkah strategis.
SDM yang melaksanakan profesinya berlandaskan profesionalisme memiliki kemampuan untuk menyelaraskan kemampuan dirinya dengan visi dan misi lembaga. Artinya, SDM tersebut akan mengaktualisasikan seluruh potensi yang ada dan mendayagunakannya dalam memberikan layanan kepada masyarakat, sehingga masyarakat merasakan manfaat dan mengakui keberadaannya.

b Daya Kompetitif
SDM yang memiliki daya kompetitif adalah mereka yang memiliki kemampuan ikut serta dalam persaingan. Apabila kita memandang bahwa melaksanakan tugas adalah suatu persaingan, maka SDM yang memiliki daya kompetitif adalah mereka yang dapat berfikir kreatif dan produktif. SDM yang berpikir kreatif dapat bersaing dan dapat memunculkan kreasi-kreasi baru. Berfikir kreatif dilandasi dengan kemampuan berpikir eksponensial dan mengeksplorasi berbagai komponen secara tekun dan ulet hingga menghasilkan suatu inovasi.
SDM yang inovatif tidak hanya terbatas pada kemampuan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugasnya, melainkan kemampuan mencari dan menggunakan cara baru dalam menyelesaikan tugasnya tersebut. Sikap tekun dan ulet dalam melaksankan tugas hanya dapat menghasilkan prestasi temporer, sedangkan tekun dan ulet dalam berfikir kreatif akan menghasilkan pertasi berkelanjutan.
Salah satu sifat SDM yang inovatif adalah mereka yang tidak merasa puas dengan apa yang telah dikerjakan dan dihasilkannya, melainkan merasa penasaran atas kinerjanya. SDM yang inovatif hanya dapat dihasilkan melalui proses pengembangan kemampuan berfikir kreatif (creative thinking). Artinya, SDM yang memiliki daya kompetitif harus memiliki kecerdasan intelektual agar dapat memiliki banyak alternatif dalam memilih dan menentukan strategi yang tepat.

c Kompetensi fungsional
Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk melaksanakan profesinya. Sesungguhnya kompetensi tersebut merupakan suatu sistem pengetahuan yang terdiri atas pengetahuan konseptual, pengetahuan teknik, pengetahuan menyeleksi, dan pengetahuan memanfaatkan. Apabila seluruh pengetahuan tersebut diaktualisasikan secara simultan, maka manfaatnya dapat dirasakan baik oleh yang bersangkutan maupun oleh masayarakat. Kompetensi pada tiga tataran pertama, yaitu kemampuan: konseptual, teknik, dan memutuskan merupakan kompetensi potensial. Sedangkan kompetensi pada tataran aplikasi tepat waktu dan tepat sasaran, itulah kompetensi fungsional. Kompetensi fungsional akan menunjukkan efektivitasnya manakala SDM memiliki motivasi yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Motivasi intrinsik berkaitan erat dengan etos kerja, sedangkan motivasi ekstrinsik dapat berasal dari rekan kerja, lembaga, dan masyarakat. SDM yang memiliki kompetensi fungsional adalah mereka yang memiliki kemampuan dalam mendayagunakan potensi diri (kompetensi potensial) yang disumbangkan (kemampuan mengaplikasikan secara tepat) dalam melaksanakan tugas atau profesinya. Untuk itu, pengembangan SDM bidang pendidikan dengan memberikan motivasi merupakan salah satu strategi yang dapat dipilih. Motivasi tersebut mungkin berupa posisi atau salary. Menurut Tilaar ( 1996: 343), pengembangan SDM selain meningkatkan kemampuan profesional juga meningkatkan posisi dan pendapatan.

d Keunggulan partisipatif
SDM unggul adalah SDM berkualitas yang memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan yang lainnya. Mereka dapat mengembangkan potensi diri dan sumber daya lainnya seoptimal mungkin. Dengan kemampuannya tersebut, SDM yang unggul dapat mencapai prestasi untuk kemajuan dirinya, lembaga, bangsa dan negara. Mereka yang memiliki keunggulan dapat survive dalam kehidupan yang kompetitif, karena mereka memiliki banyak pilihan dan kecerdasan untuk mengambil keputusan yang tepat. Terapat dua jenia SDM unggul, yaitu: keunggulan individualistik dan keunggulan partisipatoris.
SDM unggul secara individualistik adalah mereka yang memanfaatkan kemampuan dirinya untuk kepentingan pribadi. Hal ini sangat berbahaya, karena SDM yang unggul individualistik dapat melahirkan manusia tipe homo homini lupus. Sedangkan SDM unggul secara partisipatoris adalah mereka yang memiliki
keunggulan dalam mengembangkan potensi diri untuk ikut berpartisipasi dalam kehidupan, baik yang bersifat kompetitif maupun kooperatif dan solidaritas sosial.
Dengan demikian, pengembangan SDM bidang pendidikan adalah upaya peningkatan kualitas SDM yang unggul partisipatoris. Untuk itu, sangat penting kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual dikembangkan secara terintegratif, karena akan menjadi kekuatan sinergis dalam melaksanakan tugas.

e Kerja Sama
Kemampuan kerja sama (teamwork) sangat penting di era globalisasi, karena dengan kemampuan tersebut akan menjadi kekuatan potensial bagi suatu organisasi atau institusi. Sesungguhnya, era globalisasi bersifat potensial yang menuntut kemampuan menyeleksi dan mendayagunakannya agar teraktualisasikan hingga bernilai guna. Salah satu upaya mengatualisasikan potensi tersebut adalah melalui kerja sama. Namun demikian, aspek penting dalam proses seleksi dan memanfaatkan potensi tersebut adalah kemampuan menyelaraskannya dengan nilai-nilai indigeneous. Pada tataran praktis operasional, SDM yang memiliki nilai-nilai indigeneous tersebut adalah memahami visi dan misi lembaga, serta merefleksikannya dalam pelaksanaan tugas.
SDM yang memiliki kemampuan kerja sama harus diimbangi dengan kemampuan untuk mengembangkan jaringan-jaringan kerja sama (network). Pentingnya jaringan kerja sama dan kerja sama menjadi katalisator bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi kerja. Kemampuan yang dibutuhkan dalam kerja sama adalah mengembangkan kemampuan untuk mengintegrasikan kemampuan diri dengan kemampuan mitra kerja terhadap orientasi kerja sama. Untuk itu, pengembangan pada aspek dedikasi, disiplin, dan kejujuran sangat mutlak dalam suatu kerja sama, termasuk jujur terhadap kemampuan diri. Pentingnya sikap jujur dalam suatu kerja sama dikemukakan Fukuyama (1996), tanpa kejujuran tidak mungkin seseorang dapat melakukan bekerja sama dengan baik.
Pengembangan SDM bidang pendidikan pada domain ini adalah peningkatan kemampuan mencari jaringan kerja sama dan melaksanakan kerja sama dengan berlandasankan kepada dedikasi, disiplin, dan jujur serta moral-etis. Dengan demikian, SDM memiliki jati diri sesuai dengan visi dan misi lembaga.
Pengembangan SDM merupakan upaya mewujudkan SDM berkualitas untuk mempersiapkan masyarakat dan bangsa dalam menghadapi transformasi sosial yang kompetitif. Di mana pendidikan dan latihan menjadi wahana efektif bagi terwujudnya SDM berkualitas tersebut. Namun demikian, disinyalir banyak pihak bahwa pada tataran empiris, SDM yang telah melalui proses pendidikan dan latihan belum signifikan peningkatan kualitasnya. Untuk itu, terhadap pengembangan SDM pada kelima domain di atas masih diperlukan upaya pengendalian mutu terpadu atau total quality control (TQC) dari pihak yang memiliki wewenang (authority), pada lembaga di mana SDM bertugas.
Selain itu, pendidikan dan latihan sebagai wahana pengembangan SDM diperlukan suatu program diklat terpadu agar tercapai efektivitasnya. Pengembangan SDM bidang pendidikan hendaknya tidak hanya sebatas pada peningkatan kemampuan untuk mempersiapkan masyarakat dalam mengikuti perubahan, melainkan lebih jauh ke depan adalah kemampuan mempersiapkan insan inovator bagi perubahan. SDM yang memiliki kemampuan tersebut menjadi aset strategis dalam merealisasikan peran pendidikan sebagai agent of innovation dan agent of changes. Selain itu, dapat menghasilkan insan-insan yang memiliki daya kompetitif yang tidak meninggalkan nilai-nilai indigeneous, sehingga mampu
menunjukkan jati diri yang bermoral-etis dan identitas lembaga pada percaturan
global.

2.3 Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Mutu Sumber Daya Manusia Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Dasar
            Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) mengamanatkan bahwa Pemerintah Negara Indonesia harus melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dengan demikian, Pemerintah diwajibkan untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional bagi seluruh warga negara Indonesia. Sistem pendidikan nasional dimaksud harus mampu menjamin pemerataan kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan, terutama bagi anak-anak, generasi penerus keberlangsungan dan kejayaan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai paket program pendidikan sebagai impelementasi penggunaan anggaran pendidikan 20% dari APBN, utamanya di daerah-daerah tertinggal masih sangat minim dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat. Program-program yang dibuat oleh pemerintah seringkali hanya program tambal sulam (incremental) dan tidak berkelanjutan (sustainable). Banyaknya sekolah, utamanya sekolah dasar yang dalam kondisi rusak berat dan hanya direhabilitasi melalui Biaya Orientasi Sekolah (BOS) dan berbagai paket program sejenis lainnya, tidaklah menjadikan sarana dan prasarana pendidikan tersebut menjadi lebih baik. Banyaknya sekolah dasar yang rusak tersebut menyebabkan anak-anak usia pendidikan dasar tidak merasa nyaman dalam proses pembelajaran. Padahal untuk anak-anak usai tersebut, dukungan sarana dan prasarana yang memadai amat dibutuhkan guna menunjang keberhasilan pendidikannya.
Pemerintah memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak Indonesia, utamanya mulai dari ketersediaan sarana dan prasarana minimal berupa gedung sekolah yang layak, hingga sampai pada ketersediaan berbagai fasilitas pendukung pendidikan lainnya. Bagi sekolah-sekolah yang berada di perkotaan, sekolah yang rusak berat dan masih belum direhabilitasi sangat banyak ditemui, apalagi di daerah-daerah terpencil di Indonesia. Dengan kata lain, sekolah-sekolah diperkotaan saja kondisinya masih demikian, apalagi di pelosok Indonesia.
Selain ketersediaan sarana dan prasarana fisik dan berbagai fasilitas pendukung pendidikan lainnya yang masih terbatas dan belum menjangkau seluruh wilayah NKRI, kurikulum pendidikan dasar pun menjadi permasalahan. Kurikulum yang seringkali berubah seiring dengan pergantian rezim pemerintahan menyebabkan anak-anak usia sekolah dasar menjadi korbannya. Anak-anak usia sekolah dasar merupakan anak-anak yang mind set berfikirnya belum terbentuk, anak-anak tersebut masih dalam tahap amati dan tiru, belum sampai tahap modifikasi. Selain itu, beban kurikulum yang berat menyebabkan anak-anak kehilangan kreativitasnya karena hanya dibebani dengan mata pelajaran yang terkonsep dan berpola baku secara permanen. Artinya, apa yang di dapat di sekolah, itulah yang ada pada dirinya, tanpa kecuali.
Pemerintah harus menyadari bahwasannya anak-anak merupakan investasi masa depan sebuah bangsa. Merekalah yang kelak akan mengisi ruang-ruang proses berbangsa dan bernegara. Wajar saja ketika banyak orang menyerukan bahwa anak adalah bibit-bibit atau tunas yang harus diperhatikan dan dirawat dengan baik. Merekalah pewaris masa depan, tulang punggung dan harapan bangsa dan negara ada di pundak mereka. Namun, harapan itu ternyata masih membentur tembok yang sangat besar. Ternyata masih banyak di temukan anak-anak kurang mampu harus berhenti sekolah karena tidak memiliki biaya. Sering dijumpai bahwa anak-anak Indonesia harus dipaksa mengemis demi menghidupi keluarga, melakukan tindak kriminal dan terlantar karena ketimpangan ekonomi. Tidak jarang pula anak-anak seringkali menghadapi bentuk-bentuk kekerasan baik fisik maupun non fisik. Padahal, anak-anak Indonesia harusnya berada di rumah, belajar dengan baik dan menikmati tugas-tugas bagi tumbuh kembang diri mereka. Disinilah peran pemerintah harus ditingkatkan dalam rangka peningkatan pendidikan anak-anak Indonesia.
Pendidikan Karakter merupakan proses pemberian tuntunan peserta/anak didik agar menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Peserta didik diharapkan memiliki karakter yang baik meliputi kejujuran, tanggung jawab, cerdas, bersih dan sehat, peduli, dan kreatif. Pemerintah melalui Kemendiknas meluncurkan sebuah program pendidikan, yang dikenal dengan Pendidikan Karakter. Dominasi ranah kognitif dan psikomotorik harus dikurangi, ranah afektif sudah seharusnya menjadi fokus utama. Sehingga terbentuklah manusia-manusia yang berkarakter luhung, berbudi pekerti tinggi. Manusia-manusia seperti inilah yang diharapkan mampu membawa bangsa Indonesia menjadi jauh lebih baik, menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya tinggi.
Pendidikan karakter dibutuhkan untuk mencegah setiap perbuatan-perbuatan yang tidak baik yang dapat merusak pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, semua peran sangat dibutuhkan untuk memajukan sistem pendidikan di Indonesia agar pendidikan di Indonesia mengalami pemerataan, peningkatan dan perubahan yang signifikan. Pendidikan Karakter bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang hal yang baik dan buruk, kemudian membuat hal yang baik menjadi suatu kebiasaan. Budaya ini harus dipelihara agar pendidikan di Indonesia berkembang dan bisa menjadi daya saing bagi pendidikan lainnya secara global.
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia dan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka Pemerintah telah berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi kenyataan belum cukup dalam meningkatkan kualitas pendidikan.




















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Berdasarkan paparan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut.
3.1.1 Sumber daya manusia Indonesia khususnya di bidang pendidikan saat ini belum siap menghadapi revolusi industri 4.0. Ketersediaan tenaga guru yang menguasai bidang digital yang berbasis IT sangatlah minim. Demikian pula ketersediaan sarana IT masih terbatas pada wilayah perkotaan saja.
3.1.2  Kualitas sumber daya manusia sangat tergantung pada kualitas pendidikan. Untuk itu, perlu adanya jika ingin tercetak sumber daya yang berkualitas, terlebih dulu harus disediakan tenaga pendidik yang berkualitas.
3.1.3 Sesuai dengan amanat UUD 1945, pemerintah berkewajiban untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia melalui pengadaan pendidikan yang berkualitas.

3.2 Saran-saran
Dari hasil pembahasan di atas, dapat penulis sampaikan beberapa saran berikut.
3.2.1 Sumber daya manusia Indonesia secara umum belum siap untuk menghadapi revolusi industri 4.0, untuk itu perlu adanya upaya peningkatan kualitas SDM dan sarana prasarana yang memadai.
3.2.2  Guru sebagai ujung tombak pencetak sumber daya manusia yang berkualitas hendaknya selalu aktif mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan zaman.
3.2.3  Pemerintah sebagai pemegang kebijakan hendaknya menyediakan anggaran leih untuk bidang pendidikan sehingga proses penyediaan sumberdaya mansia berkualitas bisa tercapai.




DAFTAR PUSTAKA


Baedhowi. 2009. Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas. Jakarta. Bakker, A.B.
Depdiknas. 2003. UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Dirjen Dikdasmen.
Fukuyama, 1996 Trust Kebijakan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran, Yogyakarta: Qalam.
Goleman, Daniel. 1996. Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional); Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Hasibuan, 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Cetakan 9. PT. Bumi Aksara.
Mulyasa. 2006. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif
dan Menyenangkan. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya.
Tilaar. 1998. Paradigma Baru Pendidikan Nasional . Jakarta. Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar