TUGAS STUDI AGAMA-AGAMA
Pemahaman Cara Membaca dan Melantunkan
“Mantra” di dalam Veda secara Sederhana
OLEH:
I MADE SUYASA
19.1.133
PENGANTAR
Om swastyastu
Puji pengastuti saya haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widdhi Wasa atas karunianya tulisan ini bisa saya selesaikan untuk menambah informasi demi kemajuan Sanaatana Dharma di Nusantara pada khususnya. Topik ini saya angkat karena banyaknya keraguan umat tentang membaca mantra Veda yang benar. Saya akui bahwa dinusantara sudah ada pelantunan mantra menurut daerah masing-masing dan ini adalah sebuah warna yang indah dalam Hindu. Pemikiran saya bahwa mungkin ada umat yang bertanya tentang bagaimanakah membaca Veda sesuai aturan –aturan murni dari Veda? Untuk menjawab pertanyaan itulah saya mengangkat topik ini.Mudah-mudahan mampu memberikan warna yang lebih segar bagi penekun Dharma semuanya.
Saya sangat berterimakasih kepada tokoh-tokoh Sanaatanadharma yang telah berjuang menerbitkan buku-buku yang menjadi referensi untuk tulisan ini. Harapan saya, semoga tulisan ini bisa bermanfaat
Om śāntiḥ śāntiḥ śāntiḥ
PENDAHULUAN
Om Svastyastu, kepada pembaca semua bahwa saya mencoba mengulas topik mantra ini dengan maksud berbagi sejauh pengalaman yang saya miliki dan mencoba membagikannya kepada sodara- sodari yang ingin mengetahui tentang apa itu mantra serta bagaimana membacanya sesuai pakem yang ada di weda secara sederhana. Tentu saja ulasan kecil ini tidak akan mampu merangkum pengetahuan tentang mantra yang begitu banyaknya yang ada didalam veda. Harapan saya setidaknya kedepan ada yang bisa tertarik untuk bagian ini serta mau belajar menjadi profesional, sehingga mampu memberi kemajuan pada perkembangan kebudayaa weda yang begitu kaya dan indah. Walaupun jauh dari sempurna dan banyak kekurangan dari segi tata bahasa, pengetahuan dan lain-lainnya semoga dimaklumi dan bagi para pakar yang mengetahui lebih banyak untuk memberikan masukan-masukan positif untuk lebih menyempurnakan ulasan ini.
1.1 Cerita Aṣṭavakra
Pertama saya akan berbagi tentang sebuah cerita dalam itihasa yang menceritakan tentang kehidupan seorang suci yang ahli bernama Aṣṭavakra. Beliau dikenal dengan Astavakra karena badan beliau mempunyai badan bengkok (vakra) delapan (asta) dan itu akibat ketika beliau didalam rahim Ibunya yang bernama Sujata, beliau mendengar ayahnya yang seorang ahli veda murid dari Rshi Udalaka bernama Kahoda Sharma saat melapalkan mantra veda beberapa kali salah, dan beliau tertawakan. Ayahnya lalu mengutuknya bahwa dia akan lahir bengkok delapan. Setelah itu ayah Aṣṭavakra datang ke kerajaan Mitila dikerajaannya Raja Janaka untuk berdebat dengan Bandipanditah tentang sastra dan veda. Akhirnya dinyatakan kalah .Untuk hukuman dari kekalahan tersebut Kahoda Sharma harus dibuang kesungai,dan dikatakan bahwa banyak pandita sebelumnya yang kalah berdebat tentang Veda dengan Bandipanditah telah ditenggelamkan ke sungai. Setelah lahir dengan umur yang masih kecil Aṣṭavakra mempertanyakan ayahnya kepada ibunya. Ibunya menceritakan bahwa Ayahnya mati setelah kalah debat di kerajaan mitila. Tidak terima dengan kematian ayahnya diapun bergegas berangkat kekerajaan mitila bersama Svetaketu anak dari Rsi Udalaka untuk membalas dendam atas kematian ayahnya. Sampai disana ditangtanglah kembali Bandipāṇḍitaḥ untuk berdebat dengan hukuman yang sama. Walaupun anak kecil, Aṣṭavakra telah cerdas tentang sastraveda semenjak dalam kandungan dan akhirnya Bandipāṇḍitaḥ dinyatakan kalah dengan hukuman yang sama. Sebelum ditenggelamkan Bandipanditah pun menyatakan diri bahwa dia adalah putra varuṇa yang diutus untuk mencari pendeta-pendeta cerdas untuk dikirim kekerajaan varuna melaksanakan Veda pārāyaṇa dan yadnya ,sebab selama 50 tahun dikerajaan varuna diserang kekeringan dan wabah. Kemudian saat dia dikalahkan para pendeta itu sudah berhasil mengembalikan kemakmuran dikerajaan Varuṇa.sehingga saat itu semua pendeta itu akan datang . Dan benarlah dari sungai bermunculan kereta-kereta emas membawa pendeta-pendeta yang dulu ditenggelamkan kesungai termasuk ayahnya Aṣṭavakra
. Karena bahagia hukuman bagi putra varuna pun dibatalkan. Atas berkah Varuna yang merupakan tabib dewata Aṣṭavakra pun diubah menjadi seorang pemuda tampan. Tentang Rshi Aṣṭavakra ini bisa anda baca diberbagai kitab-kitab upanisad salah satunya Aṣṭavakragītā. Beliau adalah salah satu guru dari Raja Janaka. Dari cerita diatas kita bisa pahami kenapa pelafalan veda dan aplikasinya sangat penting untuk alam semesta ini. Untuk itu saya merasa terinspirasi untuk mengangkat topik ini.
1.2 Permasalahan di Lapangan tentang Mantra
Saya pernah bertanya kepada seorang pendeta di Bali saat puja dengan bahasa jawa kuno dicampur bahasa Bali ,sedikit sansekerta tentang apa yang diucapkannya. Beliau bilang saya sedang membaca mantra veda. Dalam pikiran benarkah itu mantra veda?, apa itu mantra?apa itu veda?menjadi pertanyaan bagi saya yang seorang umat yang haus akan kebenaran dan mungkin ini adalah pertanyaa setiap umat yang memang serius ingin menekuni Agamanya. Saya yakin banyak yang ingin mengetahui tentang cara mengucapkan mantra ataupun sloka dengan baik tetapi karena jalan atau kesempatan yang belum ketemu akhirnya memakai cara sendiri –sendiri yang dianggap benar.Tanpa memperhitungkan sebab akibatnya. Beberapa putus asa dan berkata”Tuhan kan tahu segala bahasa” inipun benar adanya, tetapi sebagai seorang yang berpendidikan dan berbakti harusnya kita bertanya dalam diri”saya ingin tahu bahasa Tuhan(Daivi vag). mungkin karena ketulusan saya akhirnya sang waktu menuntun dipertemukan dengan orang-orang yang dengan tulus memberikan pemahaman-pemahaman dan pelajaran–pelajaran penting untuk mengenal ini , Walaupun sampai saat ini belum sempurna. Setidaknya kepercayaan diri dan kebanggaan sebagai seorang Hindu tidak membabi buta.
II. PEMBAHASAN
2.1 Perbedaan tentang Mantra, prarthana/doa,sontengan, stuti /stotra/ stava, gitam.
Setelah mencari dari buku-buku, internet dan bergaul dengan orang-orang dibidang ini akhirnya saya dapat klarifikasikan tentang apa itu mantra, sontengan, stuti /stava /stotra dan gitam. Berikut penjelasannya:
Mantra
Mantra Adalah formula kata-kata yang ada pada weda,yang sudah ditentukan segala bentuk pelafalannya dengan aturan-aturan tertentu yang sudah menjadi syarat, sehingga kalimat-kalimat tersebut menghasikan efek –efek yang dimaksudkan oleh Rsi yang mendapatkan wahyunya. Dimana nanti akan saya jelaskan pada sesi berikutnya.
Prārthana (doa dalam bahasa sansekerta)
Prarthana /doa adalah ungkapan hati seseorang kepada dewatanya dengan tujuan-tujuannya tanpa ada hukum-hukum yang harus ditaati dalam pengucapannya
Sontengan
Sontengan adalah Sama seperti prārthana tetapi dengan menggunakan bahasa lokal atau bahasa daerah masing
Sthuti /stotra /sthava
Adalah bentuk puji-pujian dalam bentuk lagu-lagu yang memakai aturan -aturan pratipada sama seperti pupuh yang menggunakan pratipada/padalingsa
Gitam
Nyanyian curahan hati seseorang biasanya ada yang pakai pratipada dan Sa-re-ga-ma-pa-da-ni(do-re-mi-pa-so-la-si).
2.2 Pengertian Mantra
Di dalam kamus sansekrta ada kalimat”mananat trayate iti mantrah” yang artinya mantra adalah pelindung bagi yang mengingatnya.Bahwa ketika sebuah mantra diingat oleh seseorang dengan keyakinan dan sesuai hukum-hukum mantra tersebut, maka mantra tersebut akan melindungi orang yang mengingatnya.dan lebih-lebih akan memberikan efek damai, kesucian dan pengetahuan pada diri sendiri dan lingkungannya.
2.3 Manfaat Mantra
Seperti arti kata dari mantra tersebut yang berarti pelindung bagi yang mengingatnya,begitu juga mantra-mantra suci weda akan tercantum phala sruti( hasil2 yang didapat bagi yang mengucapakannya). Contoh:
Sri Rudra prasnah bagian “camakam” dari krsnayayur veda dengan manfaat manfaat yang diinginkan baik moksa maupun kebahagiaan dunia. Sedangkan dalam mantra Ganapatiatharvasirsa salah satu “upanisad” ada phalasruti dibagian akhir mantranya yang diawali ’etadatharvasirso” yodhite sa brahmabhuyaaya kalpate....(mereka yang memahami pengetahuan tinggi ini akan menjadi brahman)....dan seterusnya.begitu juga mantra-mantra lainnya.
2.4 Jenis Mantra menurut Sumbernya
2.4.1 Wahyu mantra
adalah mantra yang didapatkan oleh Rshi-rshi yang paham akan sastra dan melakukan tapa terhadap devatanya( jenis mantra veda dan upanisad).
2.4.2 Guru mantra
Mantra yang didapatkan dari pengabdian kepada seorang guru, biasanya untuk japa dan peningkatan spritual secara pribadi dan rata-rata rahasia (Diksamantra).
2.5 Kesalahan dalam membaca Vedamantra
Dalam membaca mantra veda didalam ilmu “chanda” ada 6 kesalahan dalam membaca weda yang harus dihindari. slokanya berbunyi:” Gītīśighrī siraḥ kampī tathalikhitapātakaḥ I anarthajñaḥ alpakaṇṭhaśca ṣaḍaite pāṭhakadhamaḥ II
Gītī
Adalah kesalahan saat melantunkan weda seperti orang bernyanyi tanpa memperhitungkan guru lagu atau tanda baca(matra). Ini bisa ditanggulangi dengan belajar simbul-simbul/matra dan guru lagu dari aksara devanagari didalam melantunkan Veda
Śīghrī
Adalah kesalahan saat melantunkan Veda seperti orang berlomba-lomba tanpa memperhatikan ketukan(tala).Ini bisa ditanggulangi dengan belajar mendalami ritme atau ketukan dalam pelantunan Veda.
Śiraḥ Kampī
Adalah Kesalahan saat melantunkan weda badan/kepala goyang-goyang.
Likhitapāṭhakaḥ
Adalah kesalahan saat melantunkan weda dengan membaca buku. Ini bisa ditanggulangi dengan seringnya latihan mendengar (śruti)dan menghafal.
Anarthajňaḥ
Adalah kesalahan saat melantunkan Veda tanpa tahu arti/makna .Ini bisa ditanggulangi dengan belajar bahasa “sansekerta” yang merupakan bahasanya mantra veda itu sendiri. seperti kata seorang suci” kalau engkau ingin menikmati madhu keabadian weda maka harus belajar sansekerta. f) Alpakaṇṭaḥ
Adalah kesalahan saat melantunkan weda putus –putus karena kesalahan pengambilan nafas maupun lupa. Ini bisa ditanggulangi dengan memperbanyak peserta pelantunan sehingga saat terputus bisa ditutupi oleh yang lain.
Demikian hendaknya kita harus perhatikan didalam melantunkan weda supaya mencapai yang hasil yang terbaik.
2.6 Aturan-aturan didalam pengucapan mantra
Untuk mencapai hasil yang maksimal dari pengucapan mantra weda ini ,hendaknya para Pelantun harus menjaga kemurnian dari pelantunannya.Hendaknya kita memperhatikan syarat-syarat mantra dibawah ini sesuai yang di tuangkan dalam ilmu Śikṣa(ilmu cara membaca mantra) salah satunya dalam mantra Śikṣāvallī dalam Taittrīya upaniṣad dicantumkan bagaimana aturan membaca mantra yang benar ada 6 kriteria diantaranya:
a.Aksara suddhi
Adalah pengetahuan tentang aksara devanagari dalam membaca sansekerta yang pengucapannya harus tepat dan tidak ragu-ragu.bagaimana membaca huruf devanagari secara tepat baik itu kelompok vokal yang terdiri dari 15 huruf yang disana ada suara panjang/guru dan suara pendek atau laghu . Begitupula ketepatan dalam pengenalan huruf keluarga konsonan/vyanjanaaksara yang terdiri dari keluarga kerongkongan(kaṇṭha),keluarga talu(taluh),keluarga lidah dilangit-langit mulut(murdha) keluarga lidah digigi(danta) ,keluarga mulut(oṣṭha),anthastah,dan uṣmāṇa. karena sedikit saja guru laghu atau aksaranya berubah akan mempunyai arti lain.maka pengetahuan aksara dan pengucapan ini harus tepat supaya tidak terjadi pergesaran arti . ini dicontohkan ketika Kumbakarna meminta berkah Indratvam(Jadi Deva Indra) yang keluar dari mulutnya malah nidratvam(tidur lelap).akhirnya itulah yang terjadi dia tertidur lelap bertahun-tahun. Sama seperti kata-kata berikut
Mṛta=mati, amṛta=keabadian
Patram=daun,pātram=prabotan rumah tangga Dll.
Jadi ,bisa dilihat kelihatannya pengucapan sama tetapi arti berbeda. Ini hanya bisa diketahui perbedaannya kalau kita belajar sansekerta dan devanagari
b. Svarasuddhi
Svara suddhi adalah pengetahuan dalam mengucapkan kata-kata dalam Veda harus tepat sesuai aksaranya. Dalam artian” kha” tidak boleh diucapkan” ka”, ā panjang tidak boleh diucapkan a pendek. Sebab seperti penjelasan diatas akan terjadi kesalahan arti. Jadi untuk tepatnya apa yang ditulis begitulah yang harus diucapkan didalam melantunkan veda. Begitupula pengetahuan tentang Sandi/penggabungan huruf saat pengucapan harus dipahami jelas bagi sang pelantun. Ini bisa sangat baik kalau kita sudah memahami bahasa Sansekerta.
c. Matrasuddhi
Dalam pelantunan Veda Secara umum mantra menggunakan peraturan Re-mi-fa ,kecuali Samaveda dengan peraturan Sa-re-ga-ma-pa-da-ni(do-re-mi-pa-so-la-si).Disini saya mencoba menjelaskan secara sederhana tentang Matra suddhi.Matra suddhi adalah Pengetahuan tentang tentang simbul-simbul(matra) yang ada dalam pelantunan menjelaskan pembacaan mantra yang umum dengan metode re-mi-fa.
Suara” re” adalah suara rendah yang disebut ANUDATTA yang disimbolkan garis dibawah huruf( .... ) seperti contoh simbul garis dibawah huruf “ga “ dibawah penggalan mantra berikut ini.
गणपतिग्ं gaṇapatigṁ
Suara “mi” adalah suara datar yang disebut UDATTA dimana kata-kata tersebut tidak ada simbulnya contohnya seperti huruf yang dicetak tebal dibawah ini.
गणपतिग्ं gaṇapatigṁ
Suara “ fa” dalam matrasuddhi disebut SVARITA yang artinya suara tinggi.yang disimbulkan garis tegak diatas huruf (......) seperti yang dicotohkan huruf yang bercetak tebal dibawah ini:
गणपतिग्ं gaṇapatigṁ
Kemudian terakhir ada simbul titik dua diatas huruf (....) yang artinya suara tinggi dua kali yang disebut DĪRGHASVARITA yang dicontohkan pada kata berikut:
ग॒णानाम ् ṇā m
Santānah
Mantra itu hendaknya dilantunkan mengalir tanpa terputus putus.Disini diperlukan latihan pārāyana/pelantunan yang kontinyu.
e.Balam
Dalam pelantunan Veda hendaknya para pelantun melantunkannya dengan suara keras,tegas dan tanpa ragu ragu, namun tidak memaksakan suara sehingga tidak menyiksa yang melantunkan . Kekuatan suara yang dikeluarkan diibaratkan seperti seekor kucing yang menggigit anaknya, kuat tapi tidak membunuh anaknya
Sāma
Dalam melantukan mantra Veda hendaknya parapelantun hendaknya menyepakati tempo,tinggi rendah, maupun nada yang diucapkan, sehingga keluar satu suara dari semua mulut pelantun.
Seperti itu aturan-aturan yang harus dipelajari secara sederhana oleh pelantun mantra sehingga dalam pelantunannya menimbulkan keharmonisan dan apa yang menjadi tujuan mantra tersebut bisa tercapai.Dengan mengikuti aturan diataslah barulah pengucapan weda tersebut bisa disebut Mantra.
Namun didalam suklayayur Veda bisa ditemukan Mantra dengan pembacaan tanpa matra suddhi. Hanya menggunakan nada “mi” atau UDATA ,ini disebut Eka śruti(veda,I Made Titib)
2.7.Jenis-jenis Metrum
Metrum adalah jenis-jenis pelantunan didalam weda berdasarkan jumlah suku katanya /Pratipada ,di Bali lumrah disebut Padalingsa dan juga ditentukan oleh posisi guru lagunya. Saya tidak akan menjelaskan semuanya karena terlalu banyaknya jenis metrum yang ada didalam weda. Yang paling sering digunakan adalah metru Gayatri,Anustup, Tristup,Mahapankti.Beberapa contoh dibawah ini yang sering digunakan dalam membaca Bhagavadgītā
Gayatri.
Metrum Gayatri ini terdiri dari pratipadam 8 suku kata 3 baris. Contoh.
Tatpuru ṣāya vidmahe
Mahādevāya dhīmahi
Tanno rudraḥ pracodayā t ||
Tatsavitur vare ṇyam |
Bhargo devasya dhīmahi
Dhiyo yo na ḥ pracodayā t ||
Anustub
Metrum Anustub ini terdiri dari pratipadam 8 suku kata 4 baris
Contoh:
Dharma kṣetre kurukṣetre
Samaveta yuyutsavaḥ |
Māmakaḥ pāṇḍavaścaiva
Kimakurvata sañjaya||(Bg 1.1)
Tristub
Metrum dengan pratipadam 11 suku kata 4 baris. Contoh:
vāsāṁsi jirnāṇi yathā vihāya
navāni gṛṇati naro'parāṇī
tathā śarīrāṇi vihāya jirṇāni
anyāni saṁyāti navāni dehi (Bg.2.22)
Untuk mempelajarinya maka tingkatan-tingkatan pembelajaran sansekerta akan menuntun anda menuju step cara membaca sastra. Maka anda bisa mempelajari jenis-jenis metrum lebih banyak lagi.
2.8.Cara melatih menguatkan pelantunan dan pengetahuan setiap kata didalam mantra.
Dalam memahami cara melatih membaca secara akurat ini memerlukan pengetahuan sansekerta yang bagus,baik tata bahasa,kata maupun sandi.jadi saya tidak akan telalu banyak menjelaskannya ,karena yang diperlukan praktek langsung.Cara-cara tersebut akan saya jelaskan sebagai berikut:
Saṁhitā
Adalah cara melatih mengingat mantra dengan langsung membaca setiap kalimatnya:
Tatsavitur vareṇyam |
Pratipadam
Adalah cara melatih membaca mantra dengan mengucapkan setiap katanya.Disini pengetahuan tentang tata bahasa dan sandi harus kuat contoh
Tat - savituḥ - vareṇyam | |
3. Kramaḥ
Adalah cara melatih membaca mantra dengan susunan sebagai berikut 1- 2, 2-3, 3 -4,........dst contoh:
Tat - savituḥ, savitur - vareṇyam , vareṇyam - Bharga ḥ, Bhargo -
devasya, Devasya - dhīmahi .....dst
Jataḥ
Adalah cara melatih membaca mantra dengan tehnik 1-2-2-1-1-2 contoh:
Tat - savituḥ- savitur-tat-tat - sa vituḥ.
Ghanapāṭhaḥ
Cara melatih membaca mantra dengan tehnik 1-2-2-1-1-2-3 -3 -2-1-1- 2-3,.....dst contoh:
Tat - savituḥ - savitur-tat-tat - savitur- vareṇyam- vareṇyam- savitur-tat-tat- savitur- vareṇyam | |
Demikian cara melatih menguatkan pengetahuan mantra dan penguasaan tata bahasa sansekertanya. Silakan dicoba dan dibiasakan.
PENUTUP
Bahwa pada dasarnya pengucapan mantra dalam weda sudah diatur dengan sangat detail dan teliti, dimana melalui sosialisasi cara pelantunan mantra yang semakin menuju kebenaran ini akan membuat semakin kuatnya tradisi Sanātanadharma kembali dihati manusia sehingga kebahagiaan Rohani dan jasmani yang dicita-citakan Veda semakin terwujud. Kemudian untuk mencapai itu kita harus mengembalikan kesucian dan kemurnian Veda lewat melantunkannya dengan tekun dan benar.
3.2. Saran
Demikian beberapa peraturan yang bisa saya bagikan berdasarkan pengalaman dan beberapa sumber pustaka yang harus diikuti bagi pelantun mantra sehingga apa yang dilantunkannya memenuhi syarat disebut Mantra. Harapan saya supaya anak-anak hindu mengenal samskara membaca weda dengan benar sejak dini semakin digalakkan sehingga terbentuk karakter-karakter penerus Sanātanadharma yang abadi. Mengenai kesempurnaan tulisan ini tentu sangat kurang ,sehingga saya berharap ada pakar-pakar yang bisa memberikan sumber yang lebih kuat ,sehingga bisa menyempurnakan informasi ini.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Press, Gita. 2015. Bhagavadgita. Gorakpur:Gita Press.
Srinivasa Deshikachar, Vidwan G.R., Prabha Sridhar. 2017. High School Sanskrit Grammar. Bengaluru: Sreeranga Printers.
Sathya Sai Sadhana Trust. 2017. Sruti. Bangalore: Aditya Printer.
Titib, I Made. 1996. Veda Sabda Suci. Surabaya: Paramita.
Vimalānanda, Svāmī. 1996. Mahanarayana Upanisad. -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar