ATMA TATTVA
OLEH
NI LUH SINTIA WIDIANTI
NPM. 204027
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
AGAMA HINDU AMLAPURA
TAHUN 2020
ATMA TATTVA
Pengertian Atman
Atman adalah sinar suci / bagian terkecil dari Brahman ( Tuhan Yang Maha Esa ). Atman berasal dari kata AN yang berarti bernafas. Setiap yang bernafas mempunyai atman, sehingga mereka dapat hidup. Atman adalah hidupnya semua makluk ( manusia, hewan, tumbuhan dan sebagainya ). Kitab suci Bhagawad gita menyebutkan sebagai berikut :
“aham atma gudakeda, sarwabhutasyaathi, aham adis camadhyam ca, bhutanam anta eva ca”
artinya :
O, Arjuna, aku adalah atma, menetap dalam hati semua makluk, aku adalah permulaan, pertengahan, dan akhir daripada semua makluk.
Dari kutipan sloka diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa atman itu merupakan bagian dari Tuhan ( Sang Hyang Widi ). Bila Tuhan diibaratkan lautan maka atman itu hanyalah setitik uap embun dari uap airnya. Bila Tuhan diibaratkan matahari maka atman itu merupakan percikan terkecil dari sinarnya. Demikianlah Tuhan asal atman sehingga Ia diberi gelar Paramatman yaitu atma yang tertinggi. Atman berasal dari Tuhan maka pada akhirnya atman kembali kepadanya. Seperti halnya setitik uap air laut yang kembali kelaut saat hujan turun, (Sudirga, Ida Bagus.2003;71). Jivatman adalah atman yang telah masuk kedalam tubuh (wadah), memberikan kekuatan dan hidup. Dan apabila mati atman akan keluar daru tubuh (wadah) dan disebut Roh.
Fungsi Atman
Dalam hubungannya dengan maya, atman itu seolah – olah “terkurung” atau terbelenggu. Sehingga atman memiliki tiga fungsi, yaitu :
Sebagai sumber hidup citta dan sthula sariranya makluk. Citta adalah alam pikiran, meliputi pikiran atau akal, perasaan kemauan inderanya dan instuisi. Sedangkan sthula sarira adalah badan wadah seperti darah, daging, tulang, lender, otot, sumsum, otak, dan sbagainya.
Bertanggung jawab atas baik buruk atau amal dosa dari segala karmanya makluk yang bersangkutan.
Menjadi tenaga hidup dari suksma sariranya makluk yang bersangkutan,(Sudirga, Ida Bagus.2003.73)
Sama halnya yang ada dalam modul srada yang menyebutkan ada tiga fungsi atman yaitu sebagai sumber hidup, sebagai yang bertanggung jawab atas karmawasana setiap manusia dan sebagai pemberi tenaga kehidupan.
Sifat – Sifat Atman
Atman merupakan bagian dari Tuhan / tunggal adanya dengan Tuhan. Seperti halnya Tuhan yang memiliki sifat – sifat khusus, atman juga mempunyai sifat –sifat, seperti yang tertuang dalam Kitab Bhagawad Gita, yakni :
“na jayate mriyate va kadacin
nayam bhutva bhavita van a bhuyah
ajo nitya sasvato yam purano
na hayate hayamane sarire” (Bhagawad Gita II.20)
artinya :
Ia tidak pernah lahir dan juga tidak pernah mati atau setelah ada tak akan berhenti ada. Ia tak dilahirkan, kekal, abadi, sejak dahulu ada; dan Dia tidak mati pada saat badan jasmani ini mati.
“nai nam chindanti sastrani
nai namdahati pawakah
na cai nam kledayanty apo
na sosayati marutah” (Bhagawad Gita II.23)
artinya :
Senjata tak dapat melukai-Nya, dan api tak dapat membakar-Nya, angin tak dapat mengeringkan-Nya dan air tak dapat membasahi-Nya.
“acchedyo yam adahyo yam
akledyo sasya eva ca,
nittyah sarwagatah sthanur
acalo yam sanatanah”(Bhagawad Gita II.24)
artinya :
Sesungguhnya dia tidak dapat dilukai, dibakar dan juga tak dapat dikeringkan dan dibasahi; Dia kekal, meliputi segalanya, tak berubah, tak bergerak, dan abadi selamanya.
“Avyakto yam acityo yam
avikaryo yam ucyate,
tasmad evam viditvainam
nanusocitum arhasi”(Bhagawad Gita II.25)
artinya :
Dia tidak dapat diwujudkan dengan kata – kata, tak dapat dipikirkan dan dinyatakan, tak berubah – ubah; karena itu dengan mengetahui sebagaimana halnya, engkau tak perlu berduka.
Berdasarkan uraian sloka – sloka Bhagawad Gita diatas dapat kita simpulkan sifat – sifat atman sebagai berikut :
acchedya berarti tak terlukai senjata,
adahya berarti tak terbakar oleh api,
akledya berarti tak terkeringkan oleh angin,
acesya berarti tak terbasahkan oleh air,
nitya berarti abadi,
sarwagatah berarti ada di mana-mana,
sathanu berarti tidak berpindah – pindah,
acala berarti tidak bergerak, sanatana berarti selalu sama dan kekal,
awyakta berarti tidak dilahirkan,
achintya berarti tak terpikirkan,
awikara berarti tidak berubah,
sanatana berarti selalu sama.
B. Pandangan Vedanta Tentang Atman
Atman menurut Advaita Vedanta
Jiwa perorangan tidak bisa dipandang sebagai khayalan belaka dari Brahman, karena jiwa adalah Brahman. Hanya saja Brahman disini menampakan dirinya dengan sarana tambahan ( upadhi ), yang konsekuensinya Brahman dibatasi oleh sarana itu sendiri. Atman adalah Brahman seutuhnya sehingga atman mempunyai sifat yang sama dengan Brahman, yaitu berada dimana – mana, tanpa terikat ruang dan waktu, maha tahu, tidak berbuat dan tidak menikmati. Dalam kehidupan sehari – hari ada keanekaragaman perorangan yang disebabkan oleh Avidya. Dalam keadaan avidya manusia tidak dapat membedakan dirinya yang sebenarnya dengan sarana – sarana tambahan ( upadhi ). Avidya atau ketidaktahuan mengakibatkan manusia mengalami segala macam penderitaan. Karma wasana juga termasuk dalam upadhi, sehingga karma wasana juga menyebabkan manusia menjadi avidya.(Sudiani, Ni Nyoman:2012.82)
Atman menurut Visistadvaita Vedanta
Visistadvaita Vedanta menyatakan bahwa atman adalah bagian dari Brahman. Ibarat sebiji buah delima, buah delima merupakan Brahman, sedangkan biji-bijinya merupakan atman. Jivatman benar – benar bersifat pribadi dan secara mutlak nyata dan berbeda dengan Brahman. Sesungguhnya ia muncul dari Brahman dan tidak pernah diluar Brahman, tetapi sekalipun demikian ia menikmati keberadaan pribadi dan akan tetap merupakan sesuatu kepribadian selamanya. Setiap jiwa memperoleh badan ( tubuh ) sesuai dengan karmawasananya. Saat moksa jiwa tidak murni bersatu dengan Brahman, karena masih ada identitas sehingga jiwa hanya tinggal di Vaikuntha sebagai pelayan Brahman.(Sudiani, Ni Nyoman:2012.94)
Atman menurut Dvaita Vedanta
Dalam sistem Dvaita Vedanta dikemukakan bahwa jiwa jumlahnya tidak terhitung. Tiap jiwa berbeda dengan jiwa yang lainnya. Setiap jiwa memiliki pengalaman, cacad dan sengsaranya sendiri. Jiwa – jiwa itu adalah kekal dan penuh kebahagiaan, karena adanya hubungan dengan benda maka jiwa itu mengalami penderitaan dan kelahiran yang berulang – ulang. Selama jiwa/atman tidak bebas dari ketidak murnian, mereka masih tersesat dalam Samsara, mengembara dari satu kelahiran ke kelahiran yang lainnya. Bila ketidak murnianya lepas mereka mencapai moksa atau pembebasan, tetapi roh tidak mencapai kesamaan dengan Brahman, namun hanya berhak melayani-Nya.(Sudiani, Ni Nyoman:2012.100-101)
Sloka – Sloka Yang Berhubungan Dengan Atman
“ dehino ‘smin yatha dehe
kaumaram yauvanam jara,
tatha dehantara-praptir
dhiras tatra na muhyati”.( Bhagawadgita II.13 )
artinya :
Sebagaimana halnya sang roh itu ada pada masa kecil, masa muda dan masa tua demikian juga dengan diperolehnya badan baru, orang bijaksana tak akan tergoyahkan.
“ matra-sparas tu kaunteya
sitosna-sukha-dukha-dah,
agamapayino nityas
tams titiksasva bharata”.( Bhagawadgita II.14 )
artinya :
Sesungguhnya, hubungan dengan benda- benda jasmaniah, wahai Arjuna, menimbulkan panas dan dingin, senang dan duka, yang datang dan yang pergi, tidak kekal, terimalah hal itu dengan sabar, wahai arjuna.
“ sarva-bhuta-sthitam yo mam
bhajaty ekatvam asthitah,
sarvatha vartamano ‘pi
sa yogi mayi vartate”.( Bhagawadgita II.31 )
artinya :
Dia yang memuja Aku yang bersemayam pada semua insane, dengan tujuan manunggal, yogi yang demikian itu dapat tinggal dalam diri-Ku, walau bagaimanapun cara hidupnya.
“ atmaupamyena sarvatra
samam pasyati yo ‘rjuna,
sukham va yadi va duhkham
sa yogi paramo matah”. ( Bhagawadgita VI.32 )
artinya :
Yogi yang dianggap tertinggi adalah yang melihat dimana – mana sama atman itu sebagai atman-nya sendiri, wahai Arjuna, baik dalam suka maupun duka.
“ ekorasasamutpanna ekanaksatrakanwittah,
na bhawanti samacara yatha badarakantakah.( Slokantara 27-53 )
artinya :
Lahir dari perut ibu yang sama dan diwaktu yang sama, tetapi kelakuannya tidak akan sama. Manusia yang satu berlainan dengan manusia yang lainnya, sebagai berbedanya duri belatung yang satu dengan yang lainnya.
“ kadi rupa Sang Hyang Aditya an prakasakan iking sarwa loka mangkana ta sang Hyang atma an prakasakan iking sira marganyam wenang maprawartti.( Bhisma Parwa )
artinya :
Sebagai rupanya Sang Hyang Aditya menerangi dunia, demikianlah atma menerangi badan. Dialah yang menyebabkan kita dapat berbuat.
DAFTAR PUSTAKA
https://diy.kemenag.go.id/8742-hindu-dan-keseimbangan-tattwa-susila-upacara.html
http://driyankliwon23.blogspot.com/2014/11/sradha-agama-hindu-atman-babi.html
http://idabagusbajra.blogspot.com/2012/04/atma-tatwa.html
https://katahindu.wordpress.com/2012/06/20/atma-tattwa-panca-sradha/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar