OLEH::
I WAYAN PUJA
PENDAHULUAN .
Om Swastiastu .
Masyarakat Hindu di seluruh Plosok Tanah Air
,sangat merasakan beberapa kesukaran yang dihadapi dalam melaksanakan yadnya
.kesukaran itu terutama di dalam hal melaksanakan Pitra Yadnya Hal ini banyak
unsur yang menyebabkan antara lain adalah unsur lingkungan .Maka dari pada itu
untuk membantu Umat Hindu dalam melaksanakan Pitra Yadnya maka dipandang perlu
untuk menyusun petunjuk sebagai acuan ataupun pedoman di dalam pelaksanaanya .
Dalam Usaha
itulah makalah ini saya susun dengan maksud akan dapat dimanfaatkan oleh Orang
yang berkecimpung dalam kegiatan keagamaan terutama kepada mereka yang meminpin
atau mengkoordinir Umat seperti Para Penglingsir ,Pinandita ,Balian Desa dan
Tokoh Masyarakat Lainya ,yang pada prinsipnya dapat memenuhi kebutuhan bagi
Umat Kita yang memerlukan dalam hal Pelaksanaan Pitra Yadnya .
Maka dari itu sesuai dengan manfaat buku ini adalah petunjuk
yang memberikan tuntunan dalam hal pelaksanaan Pitra Yadnya ,tidak berlebihan
bila buku ini kami berikan judul Tuntunan Pitra Yadnya .
Sebagai dengan judul yang Kami kemukakan diatas, Kami
harapkan ,semoga isi buku ini sedikit demi sedikit dapat membantu dalam hal
Pelaksanaan Upacara dan Upakara Pitra Yadnya bagi Umat Hindu .
DAPTAR ISI
BAB I
...............................................................................................................................1.0
TUNTUNAN PITRA YADNYA .............................................................................................1.1
PENGERTIAN PITRA YADNYA
...........................................................................................1.2
DASAR ADANYA PITRA YADNYA ......................................................................................1.3
TATA CARA PITRA
YADNYA....................................................................................... ......1.4
BAB II
..............................................................................................................................2.0
MENDEM SAWA............................................................................................................. 2.1
MAKTIANG ......................................................................................................................2.2
MEGESENG ......................................................................................................................2.3
PENUTUP..........................................................................................................................3.0
BAB I.
TUNTUNAN PITRA YADNYA 1.1
Patut
dikemukakan disini dalam penyusunan buku ini ,Kami menggunakan beberapa naskah
baik yang didapat dari lontar – lontar ,brosur dan beberapa buku – buku lainya
yang menyangkut hal Pitra Yadnya .juga tidak lepas dari petunjuk Para
Rochaniwan Kita seperti Ida Para Sulinggih ,Pedanda ,dan Tokoh Masyarakat
Lainya sehingga Kami Jadikan Pedoman dalam menyusun buku ini .
Beberapa diantara naskah yang kami pergunakan yaitu;
1.Purwa Yama Tatwa (lontar).
2.Sundarigama Tirta (lontar).
3.Lokadrsti (lontar cecantungan ).
4.Sang Hyang Aji Swamandala (Pustaka Bali Musium)
5.Plutuk Banten Pengabenan (Pustaka Bali Musium)
6.Upadeca (Parisada Hindu Dharma Denpasar )
7.Weda Parikrama ( G. Pudja
M. A ).
8.Brosur symposium Universitas Udayana Denpasar .
9.HasilParuman Sulinggih Tingkat Propensi Bali Tahun
1994/1995.
10.Manawa Dharma Sastra .
11.Agama Prakerti .
12.Siswa Tatwa Purana .
PENGERTIAN PITRA YADNYA .1.2
Kalimat Pitra Yadnya ,terdiri dari suku kata (Pitara )dan
Yadnya (Korban ).
1.Suku Kata Pitra (Pitara )berarti Bapak /Ibu Leluhur Yang
terhormat (Sinuhun ).
2.Yadnya ,berarti Penyaluran tenaga atas dasar suci untuk
keselamatan bersama atau pengorbanan.
Pitra Yadnya adalah penyaluran
(tenaga ,sikap,Tingkah Laku dan perbuatan )atas dasar suci (Ikhlas ) yang ditujukan
kepada Leluhur ,untuk keselamatan bersama .
DASAR ADANYA PITRA YADNYA .1.3
1. Berdasarkan keyakinan ,bahwa
dengan merasa diri sesorang menjadi anak dari seseorang Ibu dan
Bapak, maka sadarlah
sesorang bahwa Ia dilahirkan ,dipelihara sejak kecil sampai Dewasa Oleh IBu
dan Bapa ( Imeme Ibapa ).
2. Kesadaran diri akan hal
tersebut diatas maka sadarlah pula akan dirinya ,bahwa dia berhutang besar
Kepada Ibu dan Bapak
berupa hutang Jasa .Sesuai dengan Ucap Manawa Dharma Sastra No ;127
Upacara yang ditunjukkan
kepada Leluhur sangat Mulia sifatnya ,karena roh leluhur
merupaka Dewa Yang terdekat bagi Umat Hindu setelah
disucikan .
3. Kesadaran akan diri ,bahwa dalam hidup ini berhutang jasa terhadap
orang tua baik semasih Orang
Tua hidup dan setelah
Orang Tua meninggal dunia , dalam agama Hindu disebut Pitra Rnam .
4. Jika disimpulkan ,jelaslah
bahwa dasar adanya Pitra Yadnya adalah Pitra Rnam .
5. Barang siapa sadar akan dirinya ,ia berhutang kepada orang lain
,maka iapun harus sadar akan
dirinya Mempunyai
kewajiban untuk membayarnya .Demikianlah kesadaran akan diri
bahwa dalam hidup ini kita
memegang Pitra Rnam ,maka harus sadar pula untuk melaksanakan
Pitra Yadnya .Pada Prinsipnya melakukan Pitra
Yadnya adalah kewajiban hidup bagi seorang anak .
Untuk memperkuat
keterangan diatas yang pada akhirnya dapat mempertebal keyakinan Kita
maka dibawah ini diutarakan beberapa
kutipan – kutipan Ninisastra ;
·
Tingkahing suta manuting Bapa gawenia mwang guna
Pindhanen (Sargah I bait 13 garis 1)
·
Tan mangkang jana Putra ,Winwang iniwo tan Sah
rinaksa namer… ( Sargah I bait 13 garis 1)
·
Ring Jadmadika metu Cita resepning sarwa Praja
ngenaka …..(Sargah I bait 4 garis 1).
·
Yan ing Putra suputra sadhu gunawan memadangi
kulawan dawa ……..(sargah V bait garis 4)
Maksudnya ; kewajiban(sikap
tingkah laku dan perbuatan seorang anak patut mentaati Orang Tua dengan
mempedomani guna baiknya ,sebab bukanlah hal itu yang menjadi kewajiban seorang
anak yang benar –benar sadar pemeliharaan Orang Tua terhadap dirinya .Oleh
karena itu seorang anak yang menghendaki hidup utama patut berlogika dalam
mengusahakan kesejahtraan Orang Tua dan Keluarga sebab yang menjadi kewajiban
seorang anakyang baik ialah anak yang disebut sadu gunawan ,yakni anak yang
dapat memberikan cerahnya suasana keluarga .
TATA CARA PITRA YADNYA.1.4
Dalam melaksanakan kewajiban seorang
anak terhadap Orang Tua dalam Agama Hindu disebut Sutakirtya .Adapun tata cara
yang dilakukan diarahkan kepada Orang Tua sasaran Pokok yaitu ;
1. Sementara
Orang Tuanya Masih hidup .
2. Setelah
Orang Tuanya meninggal dunia .
Demikian untuk
keseimangan pelaksanaanya ,Tri Kerangka Agama Hindu merupakan pegangan yang tak
boleh diabaikan ,yakni Tatwa ,Susila dan Upacara .
Marilah kita mulai
bicarakan masing – masing sasaran pokok yakni ;
1.Semasih Orang Tua Hidup ;
Dalam mengarahkan Sutakirtya
terhadap orang Tua yang masih hidup ,lebih dititik beratkan kepada Susila
dengan dijiwai inti hakekatnya, susila dimaksud bahwa seorang anak betapapun
caranya dalam keadaan bagaimanapun dan dimanapun adanya ,wajib gumawe “Sukaning
Wong Atuha “artinya usahakan membuat orang Tua kita merasa bahagia dalam
hidupnya ,yang dinikmati dari cetusan bhakti dari sang anak .
Sedangkan hakekat tersebut diatas
,jelaslah bahwa membuat sukaneng len ,berarti membuat sukaning diri pula
.inilah yang disebut penyaluran tenaga untuk kepentingan bersama .
2.Setelah Orang Tua meninggal
Dunia ;
Mengarahkan Sutakirtya setelah Orang
Tua meninggal ,pelaksanaanya lebih banyak tampaknya kepada Upacara secara
simbolis ( Nyasa ),dalam bentuk Upakara atau banten yang dapat dikhayalkan
menurut fantasi yakni cetusan hati nurani dan yang tersembunyi di dalamnya
sifat – sifat rahasia ( inti hakekat )seperti tersebut didepan yaitu suatu
usaha agar jiwatman orang Tuaanya dapat menunggal kembali dengan Paramaatma .
Jadi dalam hubungan ini ,Pitra Yadnya
lebih banyak mempergunakan Drwya Yadnya .
Upakara bebanten termasuk dalam Drwaya
Yadnya ,bentuk bebanten dan sarana yang dipakai dalam Pitra Yadnya menurut
sifatnya adalah wujud kesatuan yang harmonis dari berbagai unsure Hinduisma
yakni Dewa Sambu , Dewa Brahma , Dewa Indra , Dewa Wisnu , Dewa Bayu , Kala ,
Siwa Budha .
Oleh karena itu tidaklah
mengherankan kalau kita jumpai bermacam cara dilakukan dalam melaksanakan Pitra
Yadnya atau Atiwa – tiwa dalam Agama hindu ,misalnya ada yang dipendem dan ada
Pula Yang dibakar .
Dibawah ini marilah kita bicarakan Tata
Cara Pitra Yadnya atau Atiwa – tiwa .
Mependem .
1. Hembusan nafas Penghabisan ( Wau lampus
) .
Terhadap Orang yang baru meninggal Dunia dilakukan
Doa (Puja Pralina ) oleh orang atau Keluarga yang menjumpai pertama kali (Pegat
Angkihan ).Adapun maksud dan tujuan Puja Pralina ini ,mendoakan rokh orang yang
meninggal diterima Oleh Ida Sanghyang Widi Wasa agar mencapai kesucian .
Mantra Pralina ;
Om A Ta Sa Ba I,Om Wa Si Ma Na Ya ,Om Mang Ang Ung
.Mantra ini dapat dilanjutkan dengan
Mrayantu,Swargantu,Samantu ,Om Ksama Sampurna Ya
Namah Swaha .Hal ini dapat Pula dilakukan denan doa bahasa Sehari - hari.
Jadi Usaha mayat diatur tempatnya secara wajar
ditutupi kain disisinya ditempatkan tampian daun sirih ,kapur tembakau dan
pinang .
2. Nyiramang layon ( Memandikan mayat).
Perlengkapan yang dibutuhkan ;
= Pepaga (Tandu).
=Ulap -ulap ( secarik kain putih yang dibentang
diatas tempat memandikan dinatar pekarangan
=Daun pisang .
=Air penyiraman (Air tawar,air asem,air kumkuman )
=Alat - alat pengringkesan (Penglelelet) jika mungkin
dapat diusahakan keramas kekerik,bablonyoh putih kuning ,gadung ,daun tunjung
,kapas daun intaran ,bunga menuh,waja daun terung ,pecahan cermin ,bunga
-bungaan ,bebek ,ampok ampok ,kewangen angkeb rai tempatkan pada satu tempat
,jika semuanya sulit didapat maka janganlah dijadikan penghalang karena yang
dicari memang tidak didapatkan .Gunakan apa adaya diantara itu semua .Selain
yang tersebut diatas perlu diperhatikan dan perlu adanya Thirta Kahyangan Tiga
,Tirtha Pangentas,metanem ,Tirtha dari kahyangan yang bersangkutan ,Tirtha Pabersihan dan Tirtha
Panglukatan .Jika semua kahyangan belum ada ,dirikanlah Sanggah Pengayengan
yang bersifat sementara ,dari sana ngayeng Hyang Sesunan .
Adapun yang patut melaksanakan ini antara lain ;
a.Sulinggih .
b.Pemangku Pura Dalem /Mrajapati .
c.Penglingsir Orang yang dituakan atau dipandang
mampu melaksanakan Upacara dimaksud .
Penjelasan .
a. Jika ada
Sulinggih ,Tirtha Pangentas ,Penglukatan Pabersihan ,Penembak dan l
lain -
lai langsung beliau yang membuat dengan
Pujanya yang berlaku untuk itu .
b.Jika yang ada hanya pemangku Dalem atau yang
sederajat dengan itu maka semua tirtha
yang
digunakan harus melalui ngelumbung atau Penagstawa sonteng kepada Hyang
Widi Bhatara baik secara ngayeng
atau langsung ke Kahyangan yang telah ditentukan .
c. Bablonyoh :
Bablonyoh
di pasang masing - masing :
= Yang
putih tempatnya di kepala.
= Yang
kuning tempatnya pada kaki.
Maksudnya untuk kesempurnaan rokh ke alam asalnya.
d. Eteh-eteh
Lanjutkan
memasang sarana pada tubuh mayat sebagai berikut :
= Daun intaran di kening , gadung
di dada, pusuh menuh di lubang hidung , Cermin di mata
,waja
di gigi, daun tuwung pada kemaluan (laki), daun tunjung pada kemaluan (
wanita). e. Bebek
Bebek adalah bahan bedak ( boreh,
anget-anget).
Ini di pasang Pada perutnya.
Maksudnya untuk dapatnya rokh
angisep sarining wangi, yakni menikmati
kesucian.
f. Lengawangi.
Lengawangi ialah minyak harum ,bedak wangi yang di pasang
pada tubuh mayat, dengan
maksud untuk penuda lara gati sangsara, yakni
membasmi segala yang bersifat sengsara rokh
orang yang meninggal
g .Kewangen-Kewangen
Pasang Kewangen pada tubuh mayat
,caranya adalah :
1 buah diletakkan di kepala , 1 buah
dihulu hati,
1 buah di dada,2 buah disiku kanan
kiri,2 buah di lutut kanan kiri .
Hal ini tujuannya untuk mengembalikan unsur Panca Maha Butha, yakni Panca
Tan Mantra
dengan cepat kembali ke asalnya.
h. Mewastra .
Kemudian mayat itu dipasang kain
selengkapnya dan secara simbolik berfungsi untuk persiapan
muspa (tidak dikerubungi seluruh
tubuhnya )maksudnya pakaian itu adalh untuk menyatukan
bayu ,sabda idep ,kesemua unsure baik yang bersifat sekala maupun niskala dan
kembali amor
amor pada asalnya .
i.Maktiyang ke Surya
Setelah lengkap semuanya ,maka yang bertugas menjalankan
upacara tersebut ,memohon kehadapan Sang Hyang Siwa Raditya ,Tirtha Penglukatan
,dan Pabersihan ,Barulah Mayat itu diperciki Tirtha Panglukatan dan Pebersihan
dan Tirtha Kahyangan lainya .
J . Banten arepan .
Setelah manyembah kehadapan Hyang
Surya , Mayat diayapkan bebanten yang disebut bubur
Pirata ,Nasi angkeb ,saji ,maksudnya
untuk bekal rokh yang akan meninggalkan Dunia ini .
k. Mapegat .
Sebagai tanda perpisahan ,maka kaum
krabat yang ditinggalkan menghadapi banten yang letaknya
didekat kaki orang yang meninggal
.Banten ini disebut banten sambutan papegat .
Para Keluarga yang ditinggalkan mula
– mula menyembah ke Surya kemudian kepada Rokh Orang
Meninggal .
l. Malelet.
Barulah mayat itu dilelet ( dibungkus
) dengan kain kapan ,tikar plasa ,tali kendit /ante bambu dan
akhirnya dengan kain putih .
BAB II.
MENDEM SAWA. 2.1
Setra adalah tempat dimana Umat Hindu mendem
sawa dan ngeseng .Setelah mayat selesai di Upacarai sebagai mana mestinya lalu diusung
dan dibawa ke Setra .Di Setra telah disiapkan bangbang sebelum dipendem
dilakukan hal – hal sebagai berikut .
a. Mayat
dibuka ,baik tikar maupun pengleletnya dan tali kendit .
b. Diperciki tirtha oleh pelaksana Upacara
;yakni tirtha Penglukatan maksudnya untuk menghilangkan
kecemaran .Kemudian dilanjutkan dengan
tirtha pabersihan maksudnya mensucikan rokh Orang
Yang meninggal .Dilanjutkan dengan
Tirtha Pangentas maksudnya memberikan petunjuk jalan yang
benar kepada rokh orang yang meninggal
.Terakhir dipercikkan tirtha Kawitan ,Kahyangan Tiga ,
Yang bertujuan ialah member restu
Pemarisuda kepada Rokh yang meninggal .
c. Selesai mempercikan tirtha
semuanya ,kembali mayat dibungkus dan dimasukkan ke dalam Peti
( Selepa )dan kemudian di pendem .
Sebagai tanda selesainya Upacara
mendem sawa maka disetra tersebut dilakukan Upacara sebagai berikut ;
1. Banten
dihaturkan kehadapan Ida Sanghyang Prajapati,dengan Puja penunas Ica ,maksudnya
menyerahkan kepadaNYA, dan mohon ampun atas Karma yang tidak baik yang pernah
dilakukan di Maya Pada ini ,juga memohon agar diterima Amor Acintya .
2. Banten
untuk Ibu Pertiwi dengan pengastawa yang bertujuan untuk berkenan menerima
unsure – unsure Panca Maha Buta yang meninggal di pangkuanya .
3. Banten
yang dihaturkan kehadapan Betara Sedaan setra ,dengan pengastawa yang bermaksud
agar sedan pengulun Setra /pengulun bangbang tidak menghalangi Mayat di Pendem
.
. MAKTIANG .2.2
Upacara terakhir dalam
mendem sawa dilakukan pengubaktiaan dari para sentana dengan demikian
selesailah upacara memendem yang dimaksud .
MEGESENG .2.3
Tata cara pelaksanaan ngeseng sawa (
Mayat)terdapat beberapa hal yang sama dengan tata cara pelaksanaan
Mendem,antara lain dari sejak meninggalnya hingga mengusung ke Setra .
Dalam Atiwa - tiwa yang dilakukan dengan megeseng
( dibakar )maka ditempuhlah dua proses yakni ;
1.Proses pengembalian badan wadag (stula sarira)ke
asalnya ( Unsur Panca Maha Butha).
2.Proses Penegembalian rokh (Atma sarira ) ke
asalnya (Paramaatma ).
Dalam Pengertian pengembalian badan wadag kepada
unsur Panca Maha Butha yang dilakukan dengan megeseng terjadi dalam beberapa
bagian yaitu ;
1. sawa wedana ,yaitu ngeseng Sawa secara langsung
dengan segala Upacaranya .
2.Asti Wedana ,yaitu ngeseng sawa yang dibakar
kembali dari bangbang (ngangkid)dengan segala
upacaranya .
3.Sawa swasta ,yaitu Upacara Atiwa - tiwa terhadap
mayat yang tidak mungkin di jumpai lagi sehingga mayat diwujudkan dengan adegan
( badan lain )berupa ilalang ,air ,dan upakara lainya .
PENUTUP .
Upacara Pitra Yadnya dalam
pengertian umum adalah suatu usaha untuk mengadakan Upacara Pitra Yadnya (Atiwa
– tiwa )yang bertujuan untuk menjadikan rokh atau arwah yang meninggal menjadi
suci .
Disini saya sajikan hanya
sebagian kecil dari pada prosesi Pelaksanaan Pitra Yadnya hanya pada
pelaksanaan SAWA MEMENDEM saja ,yang tentunya ada prosesi yang lebih lanjut
dengan berbagai Tata Cara seperti ;
·
Megeseng ,yang mencakup 3 cara yaitu Sawa Wedana
, Asti Wedana ,dan Swasta yang masing masing mempunyai tata cara sesuai dengan
Desa Kala Patra .
·
Ngelungah ,adalah proses Upacara bagi Bayi yang
telah berumur 42 hari sampai belum ketus
gigi.
Dengan memperhatikan dan
menitikberatkan pelaksanaan Atiwa – tiwa tersebut adalah suatu sasaran yang
diakibatkan untuk tidak menyimpang dari landasan dan sesuai dengan ketentuan
ajaran Agama Hindu ,untuk dapat mencapai tujuan Agama Kita yaitu Moksartham
Jaghaadita ya ici dharma dalam arti terwujud keharmonisan hidup lahir dan batin
.
Tentunya dalam hal pembuatan makalah ini jauh dari sempurna saya tak lupa
mohon saran dari fihak pembaca dan Kami tak lupa mengucapkan trimakasih .
Om santi ,santi , santi ,Om
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar