Oleh : Ni Kadek Prima Yani
Prodi/Semester : Agama Hindu/2
Npm : 19.1.105
SUBAK SEBAGAI SISTEM
ORGANISASI DAN SISTEM SOSIAL
KEMASYARAKATAN DI BALI
PENDAHULUAN
Pulau Bali atau yang juga disebut sebagai pulau seribu pura
merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Bali dikenal sebagai
daerah tujuan wisata yang sangat populer, tidak saja di Indonesia tetapi juga
mancanegara. Citra dan identitas Bali sebagai daerah tujuan wisata yang indah,
agung, eksotis, lestari, dengan perilaku masyarakatnya yang ramah dan
bersahaja, ditopang oleh adat istiadat dan budayanya yang mendasarkan pada
prinsip keharmonisan dan keseimbangan dengan bertumpu pada nilai-nilai Agama
Hindu dan falsafah hidup Tri Hita Karana. Kedua ajaran ini saling berkaitan di
mana agama Hindu menjiwai falsafah Tri Hita Karana, dan sebaliknya falsafah Tri
Hita Karana mendasarkan pada ajaran agama Hindu.
Terdapat banyak sekali kearifan lokal di Bali yang menarik untuk
dikaji, salah satu yang menarik untuk dikaji dari kearifan lokal Bali adalah
Subak. Sistem irigasi subak di Bali telah diakui dunia.
Windia (2013: 138) UNESCO menetapkan subak sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) dalam
suatu sidang di Pittsburg Rusia pada tanggal 29 Juni 2012. Label resmi yang
diberikan UNESCO untuk subak sebagai
warisan budaya dunia adalah Cultural Landscape of Bali Province: Subak as
Manifestation of Tri Hita Karana Philosophy.
Pengakuan UNESCO itu
mencerminkan beberapa hal, yaitu
pengakuan terhadapeksistensi
lembaga subak sistem subak yang menerapkan konsep Tri Hita Karana (THK), dan
lanskap yang hadir di Bali dalam bentuk persawahan subak adalah lanskap yang berisikan muatan aktivitas
budaya. Sejak berabad-abad lalu, secara faktual kita telah menerima berbagai
teknologi dari belahan dunia lain. Tetapi, kini dunia mengakui bahwa
kita telah memberi
kepada belahan dunia lain dalam bentuk kebudayaan.
Masalahnya adalah bagaimana kita harus dapat
menjaga kepercayaan dunia ini, agar subak dapat abadi
dan berlanjut sepanjang
masa. Karena subak tidak saja menghadirkan kawasan sawah yang
menghasilkan bahan makanan untuk umat manusia, tetapi kini subak juga diakui
sebagai lembaga menghadirkan nilai-nilai kebudayaan.
PENJELASAN
Difinisi Subak
Subak
adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah
yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, subak berarti sistem pengairan teratur yang diselenggarakan oleh
rakyat di Bali. Subak merupakan lembaga yang bersifat sosioagraris-religius di
mana dalam sistem subak ini ini diatur oleh seorang pemuka adat, yang biasa
disebut pekaseh dan berhak mengurus kepengurusan, membuat awig-awig, mengatur
keuangan serta memberikan sanksi terhadap anggota subak yang melanggar
peraturan.Subak ini biasanya memiliki pura yang dinamakan Pura Uluncarik, atau
Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para petani dan diperuntukkan bagi dewi
kemakmuran dan kesuburan dewi Sri.
Dalam
pengelolaan irigasi subak, masyarakat Bali mengusung konsep Tri Hita Karana
(THK) yang memiliki hubungan timbalBalik antara Parahyangan yakni Hubungan yang
harmonis antara anggota atau karma subak dengan Tuhan Yang Maha Esa, Pawongan
yaitu hubungan yang harmonis antara anggota subaknya dimana yang disebut dengan
Krama Subak, Palemahan yang merupakan hubungan yang harmonis antara anggota
subak dengan lingkungan atau wilayah irigasi subaknya. Sistem irigasi subak
diatur dalam peraturan daerah Pemda provinsi Bali No.02/PD/DPRD/l972 tentang
irigasi di daerah provinsi Bali.
Sejarah Subak
Kapan
timbulnya sistem subak di Bali untuk pertama kalinya, tidak diketahui dengan
pasti. Sejarah subak dapat dilihat secara tidak langsung dari prasasti-prasasti
yang menggambarkan abad kesembilan. Jadi sudah sekitar seribu tahun yang
lampau.Prasasti sukawana yang dibuat pada tahun 882 masehi menunjukan bahwa
sistem pertanian sawah dan tegalan yang teratur telah ada di Bali pada tahun
882 masehi. Hal ini terbukti bahwa dalam prasasti itu telah di sebut kata-kata
“Huma” yang berarti sawah dan kata “Parlak” yang berarti tegalan. Kenyataan ini
diperkuat lagi oleh adanya prasasti bebetin yang dibuat pada tahun tahun 896
masehi. Prasasti ini diantaranya menyebut kata-kata “Undagi Lancang”(tukang
membuat perahu), “Undagi Batu”(tukang mencari batu) dan “Undagi Pangarung “
(tukang membuat terowongan air). Pada masa itu sudah ada ukuran pembagian air
untuk persawahan yang disebuat “Kilan” (sekarang di sebut tektekan yeh). Yakni
ukuran air untuk persawahan. Kemudian pada prasasti trunyan yang diciptakan
pada tahun 891 masehi, terdapat kata “Serdanu” yang berarti kepala urusan air
dan, dalam hal ini danau batur yang terdapat di daerah tarunyan (Bangli).
Diduga kata “Ser” inilah yang berubah menjadi “Pekaseh” (pemimpin subak) yang berarti orang yang bertugas megatur
pemanfaatan dan pembagian air irigasi untuk persawahan dalam suatu wilayah
subak.
Dengan
telah dikenalnya pembuatan trowongan air pada tahun 896 masehi, pertanian sawah
dan tegalan pada tahun 882 masehi, serta telah pula dikenal suatu ukuran
pembagian air untuk sawah-sawah pada masa itu di Bali. Secara faktual, pada
tahun 1071 masehi, di Bali telah dikenal adanya subak. Hal ini tidaklah berarti
subak muncul pertama kali pada tahun tersebut. Tidak tertutup kemungkinan subak
sudah ada jauh sebelumnya, mengingat tahun 882 masehi sudah ada pembuatan
trowongan air untuk kepentingan pertanian. Didalam prasasti pandak bandung yang
berangka tahun 1071 masehi di jumpai untuk pertama kalinya kata “Asuwakan” yang
sekarang menjadi kata “Kasubakan Atau Subak”. Juga dalam prasasti klungkung
tahun 1072 masehi terdapat kata “Kasuwakan Rawas” yang artinya “Kasubakan Atau
Subak Rawas”. Kata subak adalah suatu perubahan fonim dari kata “Suwak”
mengikuti aturan perubahan fonim p-b-m-w, sehingga menjadi subak yang artinya
suatu pengatur air persawahan yang baik. Suatu keterangan legendaris mengenai
terbentuknya subak di Bali, ada disebutkan dalam lontar markandya purana.
Didalam lontar itu disebut bahwa rsi markandya dari gunung raung (Jawa Timur)
di iringi oleh 800 orang merabas hutan di pedalaman pulau Bali, lantas membuat
sawah dan desa yang disebuat “Desa Sarwada”. Desa inilah yang sekarang bernama
desa Taro di kecamatan Tegalalang (Gianyar). Sawah-sawah yang dibuat disebuat
“Puwakan” yang letaknya tidak jauh dari desa Taro. Didalam lontar itu
disebutkan pula bahwa rsi markandya membangun desa adat dan subak. Tapi
keterangan legendaris ini nampaknya lebih dari fakta sejarah yang lainnya.
Sebab Rsi Markandya dikatakan adik dari rsi trinawindhu yang hidup pada zaman
kerajaan kediri di jawa timur abad 12-13. Ini berarti Rsi Markandya datang ke Bali
sekitar abad 12-13, dimana di Bali saat itu telah ada subak.
Bali
banyak dipengaruhi budaya luar, diantaranya : Sriwijaya (Sumatra) pada
permulaan abad ke 10, lemah tulis (Jawa Timur) sekitar tahun 1172 masehi,
pengaruh budaya Singasari (Jawa Timur) sejak tahun 1343 masehi dan juga
pengaruh budaya Kediri (Jawa Timur) yang dibawa oleh Dang Hyang Nirartha
sekitar tahun 1489 masehi. Berbagai budaya tersebut menyebabkan perubahan
sosial di Bali, lebih-lebih lagi setelah Bali berada dibawah naungan majapahit.
Kitab nagara kerthagama menyebutkan, bahwa Bali sepenuhnya menerapkan tata cara
yang berlaku di majapahit (sekitar tahun 1343) masehi), sistem pengolahan
pertanian di Bali mengalami suatu perkembangan. Sejak masa tersebut di Bali di
angkat seorang “Asedahan” yang bertugas mengorganisasikan beberapa subak.
Asedahan yang sekarang disebut “Sedahan”, memperoleh kepercayaan untuk mengurus
pungutan pajak (Upeti Atau Tigasana) pertanian. Pada masa pemerintahan belanda
di Bali, dibentuk “Sedahan Agung” pada setiap “Landschap” (sekarang disebuat
kabupaten). Sedahan agung bertugas untuk mengorganisasikan seluruh sedahan yang
berada di wilayah kabupaten yang bersangkutan dalam konteks pembinaan subak dan
pungutan pajak pertanian. Pada masa itu ada 2 macam sedahan yaitu : sedahan
sawah (dibeberapa daerah disebuat “Panglurah”) dan sedahart. Tegal yang juga di
sebut “Sedahan D”. Selanjutnya dalam rangka menetapkan besar kecilnya pajak
pertanian (yang dikenal dengan istilah “Tigasana Atau Sawinih”), pemerintah
belanda menempuh langkah –langkah kebijaksanaan :
1. Mengadakan
pengklarifikasikan sawah-sawah menurut tingkat keseburannya.
2. Mengadakan
pengukuran luas tanah secara pasti (klassier), yang untuk pertama kalinya
dilakukan pada tahun 1925 di Bali selatan.
Berdasarkan
hasil kedua kebijaksanaan itu pemerintah belanda dapat menetapkan secara lebih
tepat besar kecilnya pajak yang harus di bayar oleh pemilik tanah (pertanian).
Selain itu, untuk menjamin kontinuitas persediaan air irigasi bagi pertanian
sawah, pemerintah belanda pada masa penjajahannya juga telah membuat
empangan-empangan air primer (Dam) secara permanen dan dam-dam sekunder serta
tersier yang menggantikan temuku dan empangan-empanganair yang sering rusak.
Sejak masa kemerdekaan republik indonesia hingga sekarang, pertanian sawah
sistem subak di Bali tampak dengan nyata baik secara kuantitatif maupun
kualitatif. Pada tahun 1971 jumlah subak di Bali sebanyak 1.193 subak, hingga
tahun 1978 menjadi sebanyak 1.283 subak, dan sampai tahun 1984 jumlah tersebut
tetap tidak mengalami perubahan. Perkembangan secara kualitatif terlihat dalam
tubuh subak itu sendiri, diantaranya struktur organisasinya semakin rapi,
peraturan-peraturannya senantiasa menyesuaikan situasi dan kondisi menuju
kearah peningkatan produksi pertanian, sehingga menjadi wahana yang baik bagi
pemerintah menuju swasembada pangan.
Struktur Organisasi
Dalam Sistem Subak Di Bali
Struktur kepengurusan subak di Bali yang pada
awalnya sangat sederhana kemudian menjadi agak kompleks sejalan dengan
perkembangan kebijakan pemerintah dan tuntutan untuk dapat mengembangkan
organisasi subak agar menjadi lembaga yang betul-betul mandiri dan dapat eksis
sesuai perubahan jaman. Namun, struktur
dasar kepengurusannya dapat
digambarkan seperti Gambar
berikut
:
Seperti Gambar
di atas, pekaseh
adalah ketua subak
yang mempunyai kewajiban memimpin
suatu subak. Dalam kesehariannya pekaseh akan bertugas memimpin rapat-rapat
subak, yang materi
rapat dapat berupa
penetapan peraturan subak, pengaturan pembagian air, penanganan konplik
/ sengketa jika ada, pengaturan upacara keagamaan yang terkait dengan subak,
termasuk melakukan koordinasi dengan pihak-pihak lain (lembaga) di tingkat desa
dan kecamatan agar supaya subak dapat melaksanakan peran / fungsinya dengan
baik. Apabila wilayah subak cukup luas sehingga lebih sulit untuk melakukan
pengaturan, wilayah tersebut dibagi-bagi dalam wilayah yang lebih kecil, yang
disebut tempek. Istilah lain yang biasa digunakan untuk kata tempek adalah munduk atau empelan.
Setiap tempek / munduk / empelan dipimpin oleh seorang kelian, yang namanya
kelian tempek atau kelian munduk atau kelian empelan. Kelian-kelian ini dibantu
oleh seorang kesinoman atau juru arah atau saya yang bertugas membantu kelian
dalam menyampaikan informasi , keputusan- keputusan yang mesti dilaksanakan
sebagaimana yang telah disepakati dalam rapat subak yang dipimpin oleh pekaseh.
Keberagaman
struktur kepengurusan subak terjadi disebabkan karena masalah yang dihadapi
tidaklah sama antara suatu subak dengan subak lainnya, disamping perbedaan
inovasi/kreasi dalam mengembangkan subak agar dapat lebih mensejahterakan para
anggota subak. Jumlah anggota, luas wilayah dan fisiografi wilayah, sumber air
untuk pengairan, serta kebijakan pemerintah adalah faktor-faktor yang dapat
menentukan bagaimana struktur kepengurusan suatu subak. Berbagai ragam unit
kerja dalam kepengurusan subak adalah, sebagai berikut :
1.
Struktur oragnisasi
subak yang terdiri dari : Pekaseh, Wakil Pekaseh dan Kerama Subak
2. Struktur organisasi
subak yang terdiri
dari : Pekaseh,
wakil pekaseh, sekretaris,
kesinoman, dan kerama subak
3. Strutur organisasi
subak yang terdiri
dari : Kelian
Gede (Pekaseh), penyarikan, petengen,
kelian tempek, wakil
kelian tempek, kesinoman, kerama subak disamping ada
pengawas keuangan dan penasehat.
4.
Kepengurusan subak
yang didalamnya terdapat
lagi kelompok-kelompok kerja, dan
kelompok kerja ini membawahi seksi-seksi atau
bidang-bidang.
Tugas
pokok dan fungsi pengurus subak adalah sebagai berikut :
1. Pekaseh
memiliki peran memimpin setiap rapat-rapat subak,baik yang berkaitan dengan
internal organisasi subak
maupun yang berkaitan dengan lembaga
di luar subak,
seperti misalnya Dinas
Pertanian, Sedahan, atau dinas
terkait lainnya sesuai kepentingan subak.Pekaseh mempunyai garis perintah ke
kelian tempek.
2. Sekretaris
berperan membantu pekaseh khususnya mengerjakan hal-hal yang bersifat
administratif atau dapat memimpin pertemuan jika pekaseh berhalangan.
3. Bendahara,
berperan dalam melakukan pembukuan dan mengelola keuangan subak
4. Kelian
tempek / kelian munduk, berperan dalam memimpin kegiatan- kegiatan dalam
sekup tempek disamping
dapat sebagai perwakilan tempek jika diadakan rapat subak.
5. Kesinoman,
berperan membantu kelian tempek untuk menyampaikan informasi yang terkait
dengan subak atas permintaan pekaseh.
6. Ketua
bidang atau seksi-seksi, berperan dalam membantu pekaseh untuk meminpin dan
mengembangkan bidang-bidang tertentu yang ditetapkan ada dalam kepengurusan
subak.
Apabila
dalam suatu kepengurusan subak tidak ada sekretaris atau bendahara, biasanya
yang ada adalah wakil pekaseh, maka segala peran tugas yang berkaitan dengan
aktivitas subak, seperti mengelola keuangan, pengadministrasian, penyampaian
informasi-informasi akan ditangani oleh wakil pekaseh atau peran tugas itu
dikerjakan bersama oleh pekaseh dan wakil pekaseh. Kejadian ini dapat dijumpai
dalam organisasi subak yang keanggotaannya sedikit dengan wilayah yang kecil
pula.
Subak
sebagai lembaga yang bersifat otonom, bertarti bahwa subak tidak mempunyai
kaitan perintah dan tanggung jawab langsung kepada lembaga- lembaga lain, baik di tingkat desa maupun di tingkat
kecamatan atau kabupaten
/ kota dan
bahkan provinsi. Dengan lembaga-lembaga di luar subak, sifatnya hanya koordinatif yaitu
mengkoordinasikan kegiatan subak agar dapat dimaklumi dan jika diperlukan
diajak untuk ikut berpartisipasi dan mendukung agar kegiatan yang dilaksanakan
oleh subak dapat berjalan sukses. Hubungan kerjasama dan pembinaan oleh lembaga
lain, misalnya dengan Dinas Pertanian melalui para PPL (Penyuluh Pertanian
Lapangan), Dinas Pekerjaan Umum, dan Dinas Pendapatan Daerah. Subak juga tidak berkaitan dengan
batas-batas wilayah administrasi desa maupun kecamatan. Olehkarenanya satu
wilayah subak bisa tumpang tindih dengan beberapa desa atau kecamatan dan
bahkan mungkin kabupaten / kota. Wilayah subak adalah didasarkan kepada
hamparan sawah yang menerima air dari satu sumber air pengairan.
Pergantian
pengurus subak umumnya tidak mempunyai ketentuan yang pasti, namun belakangan
setelah subak-subak memilkki “awig-awig” yang telah disyahkan masa bakti
kepengurusan subak telah ditentukan, yaitu 5 tahun dan dapat dipilih
kembali.Pemilihan pengurus tentunya melalui rapat subak yang dipimpin oleh
Ketua subak (pekaseh) dengan dasar musyawarah mufakat.
Subak Sebagai Sistem Organisasi dan Sosial
Mempunyai
10 Sub Sistem, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Tujuan
(Goal)
Dalam setiap tindakannya manusia mempunyai
tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut, yaitu suatu hasil akhir
atas suatu tindakan dan perilaku seseorang yang harus dicapai melalui perubahan
maupun dengan cara mempertahankan suatu keadaan yang sudah bagus.
Subak
sebagai sistem sosial ditinjau dari tujuannya dibagi menjadi dua diantaranya:
a. Tujuan
subak sebagai sistem sosial secara eksplisit ( Tersurat)
Untuk mengelola air
irigasi, mendistribusikan dan mengatur dengan sedemikian rupa serta
menjujunjung tinggi keadilan dalam pelaksanaannya demi kesejahteraan petani.
b. Tujuan
subak sebagai sistem sosial secara implisit (Tersirat)
Tujuan subak secara
implisit ialah untuk menjaga kearifan lokal budaya bali.
Dengan konsep THK
keharmonisan antara prahyangan, pawongan dan palemahan akan tetap terjaga.
Sehingga nilai sosio-religius yang disandang subak khususnya dan Bali pada
umumnya tetap lestari.
2. Kepercayaan
(Beliefe)
Menurut Rousseau et al (1998), kepercayaan adalah wilayah
psikologis yang merupakan perhatian untuk menerima apa adanya berdasarkan
harapan terhadap perilaku yang baik dari orang lain.
Subak
sebagai sistem sosial ditinjau dari kepercayaannya dibagi menjadi dua
diantaranya:
a. Kepercayaan
yang rasional (Ilmu Pengetahuan dan
teknologi)
Kepercayaan akan Ilmu
pengetahuan dan Teknologi yang dimaksudkan di sini adalah bahwa petani di Bali
dalam prakteknya menggunakan ilmu pengetahuan sebagai pedoman dalam bercocok
tanam dan mengelola sawahnya. Misal: Petani memberlakuan rotasi tanam
padi-palawija-padi (corp rotation), Panca Usaha Tani.
Teknologi
pertanian digunakan untuk membantu meringankan pekerjan petani. Teknologi dalam
sistem subak ada dua,:
Teknologi Keras :
Traktor, hand sprayer, tresser, penyosohan beras, seeder dll
Teknologi Lunak:
Kelompok tani, KUD, Subak
b.
Kepercayaan yang
irasional ( Nilai Tradisional dan hal-hal
Gaib)
Kepercayaan yang
irasional meliputi kepercayaan akan adanya Tuhan, adanya makhluk yang tak kasat
mata (gaib) dan kepercayaan akan adanya niskala dan sekala. Misalnya : di
Kawasan Subak Jati Luih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, ditemukan
setidaknya ada 13 jenis upacara yang dilakukan oleh para petani di lingkungan
subak, baik yang berada di kawasan Warirsan Budaya Dunia (WBD) maupun yang
berada di luar kawasan WBD. Adapun ketiga belas jenis upacara tersebut antara
lain : (1) upacara magpag toya; (2) nuasain (ngerastiti pangwiwit nandur); (3)
ngerasakin (mecaru di carik); (4) nyepi di carik I (selama 3 hari setelah padi
berumur 1 bulan); (5) nyepi di carik II (selama 2 hari setelah padi berumur 2
bulan); (6) nyepi di carik III (selama 1 hari setelah padi berumur 3 bulan);
(7) upacara mohon air suci ke pekendungan; (8) upacara mohon air suci ke pura
bedugul; (9) upacara ngusaba; (10) upacara nganyarin; (11) mantenin padi di
lumbung; (12) upacara nuunang tegteg; dan (13) upacara ngutang tain asep. Tujuan
dari upacara itu bukan lain adalah untuk menghormati dewa-dewi dan leluhur.
Untuk menjaga tanaman petani dari kerusakan dan kegagalan panen. Karna
Masyarakat bali percaya adanya niskala dan sekala.Misalnya petani melewatkan
salah satu upacara penting yang ada di subak maka bias saja terjadi hal-hal
yang dapat merugikan petani, seperti serangan hama yang tak terkendali dan
kerusakan lainnya.
3. Perasaan/Sentimen
Unsur sentimen pada dasarnya merupakan keadaan kejiawaan manusia yang
berkenan dengan situasi alam sekitarnya, termasuk di dalamnya perasaan/sentimen
antar sesama manusia. Perasaan terbentuk melalui hubungan yang menghasilkan
suatu kejiwaan tertentu yang samapai pada tingkat tertentu harus dikuasai agar
tidak terjadi ketegangan jiwa yang berlebihan. Ada tiga indikator yang
digunakan untuk melihat implementasi perasaan/sentimen, sebagai berikut :
a. Anggota subak merasa mempunyai
kepentingan/tujuan yang sama.
b. Anggota subak merasa senasib dan
sepenanggungan yang sama.
c. Anggota subak merasa mempunyai
kebudayaan/falsafah yang sama.
Menurut Sudarta (2005), perasaan adalah
menyangkut aspek emosional dalam arti apa yang bisa menyentuh dan menyatukan
perasaan anggota dan kelompok. Perasaan atau sentimen anggota subak terbentuk
karena adanya ketergantungan bersama terhadap sumber air irigasi, dan
keterikatan terhadap adanya pura yang harus dikelola oleh subak yang
bersangkutan.
Seperti contohnya suatu anggota subak
mempunyai kepentingan atau tujuan yang sama, yaitu kepentingan untuk
mendapatkan irigasi dari sumber atau bendungan yang sama. Mereka sama-sama mempunyai
tujuan untuk membudidayakan tanaman padi, dalam upaya mendapatkan hasil tanaman
padi sebagai bahan pangan utama, dan hal ini menyebabkan mereka lebih bersatu
dan lebih kompak dalam melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan yang menyangkut
kepentingan bersama, melalui mekanisme gotong royong. Subak-subak di Bali
berlandaskan Tri Hita Karana dan
semua anggota subak ini menganut agama hindu, hal ini menyebabkan mereka merasa
mempunyai kebudayaan yang sama dan menciptakan kerjasama dalam suasana yang
harmonis, dalam upaya mencapai tujuan yang diinginkan.
4. Norma
Norma adalah pedoman tendang prilaku yang diharapkan atau pantas
menurut kelompok atau masyarakat atau biasa dosebut dengan peraturan sosial.
Norma sosial merupakan patokan tingkah laku yang diwajibkan atau dibenarkan
dalam situasi-situasi tertentu dan merupakan unsur paling penting untuk
meramalkan tindakan manusia dalam sistem sosial. Umumnya setiap kelompok
mempunyai norma untuk dimanfaatkan sebagai alat pengontrol, tentang baik dan
buruk. Indikator-indikator yang mengukur subsistem norma ini adalah:
a. Memiliki norma yang sebagian besar atau
keseluruhannya tertulis, sehingga formal adanya.
b. Norma dipahami dan diaati oleh para
anggotanya.
c. Pimpinan kelompok berkewajiban mengingatkan
dan menjelaskan kepada anggota yang lupa dan belum tahu tentang norma kelompok
tersebut.
Pada sistem subak, norma dan etik/ moral dalam
peraturan subak yang disebut dengan awig-awig (peraturan tertulis) dan juga
parerem (peraturan tidak tertulis, namun telah disepakati dalam suatu konsensus
dalam rapat-rapat subak). Parerem pada umumya disepakatai dalam rapat subak,
kalau ada kasus-kasus tertentu yang muncul dalam pengelolaan organisasi subak,
namun ternyata belum diatur secara spesifik dalam awig-awig. Awig-awig pada
umumnya mengatur tentang hal-hal yang bersifat normatif. Seperti batas-batas
subak, pelaksanaan upacara agama di kawasan subak, larangan-larangan di kawasan
subak, iuran anggota subak,dll. Sedangkan parerem pada umumnya mengatur hal-hal
yang lebih teknis, dan pada umumnya dapat berubah, sesuai dengan kondisi pada
saat itu. Misalkan tentang besarnya denda, tentang waktu tanam dll.
5. Sanksi
Sanksi adalah suatu
bentuk imbalan atau balasan diberikan kepada seseorang atas perilakunya. Sanksi
dapat berupa sanksi positif, contohnya hadiah(reward) da nada pula berupa
sanksi negative, contohnya hukuman (punishment). Sanksi diberikan atau
ditetapkan oelh masyarakat untuk menjaga tingkah laku anggotanya agar sesuai
dengan norma yang berlaku. Menurut Sudarta(2005) untuk mencirakan kelompok yang
dinamis, maka berkaitan dengan sanksi perlu beberapa hal seperti:
a. kelompok
harus mempunyai norma yang dibarengi dengan sanksi
b. sanksi
tersebut harus jelas dan dipahami oleh setiap anggota kelompok
c. pemimpin
atau pemimpin bertugas mengawasi, termasuk mengenakan sanksi
d. efektivitas
saksi untuk mencegah pelanggaran norma kelompok oleh anggota.
Pada organisasi subak,
sanksi diatur dalam awig-awig atau pararem, berdasarkan kesepatan atau
consensus. Contohnya, apabila pengurus subak mengikuti rapat atau toidak
mengikuti pola tanam, dll akan dikenakan sanksi yang telah ditetapkan oleh
pemimpin dan anggota subak bisa berupa uang, dan sanksi untuk melaksanakan
upacara guru piduka(sanksi secara sosial). Pelaksanaan sanksi upacara keagamaan
karena dianggap berbuat dosa, sehingga harus melakukan upacara, agar kawasan
yang bersangkutan sudah leteh(tidak suci)
6. Status
dan Peranan
Status dan peranan
merupakan dua komponen yang saling bergandengan atau tidak dipisahkan satu sama
lain dalam suatu sistem sosial(kelompok atau organisasi). Setiap anggota
kelompok memiliki status tertentu dan berdasarkan status itu menjalankan
peranan tertentu.
a. Peranan
merupakan aspek dinamis dari status(kedudukan). Berkaitan dengan peranan,
dikenal ada role perception(peranan yang dimengerti), yakni dimana peranan dimengerti
oleh seorang yang memiliki kedudukan tertentu dalam kelompok.
b.
Status merupakan posisi
atau tempat seseorang dalam suatu kelompok atau diartikan sebagai suatu
pengakuan atas sifat atau peranan seseorang yang dianggap terhormat atau tidak
Pada
subak, elemen yang harus diperhatikan:(a)setiap kedudukan dilengkapi dengan
peranan(hak dan kewajibak, (2)anggota memahami kedudukan dan peranannya
masing-masing, (3) peranan yang dijalankan oleh setiap anggota, sesuai dengan
status yang dimilikinya,(4) peranan yang satu diketahui anggota lain, (5) ada
koordinasi dan kerjasama secara intern dan ekstern kelompok
Contohnya
apabila anngota subak memiliki kedudukan sebagai ketua, sekretaris, bendahara,
atau sebagai anggota melalui suatu rapat sehingga status diketahui oleh semua
anggota. Misalnya pemegang kekuasaan
tertinggi dalam oragnisasi subak adalah sedahan agung, berkedudukan di kantor
bupati dan diangkat oleh bupati dengan tugas:
a.
Mengatur pengairan dan
persediaan air diwilayah kabupaten
b. Memecahkan
persoalan yang timbul antarsubak yang
tidak sanggup diselesaikan bawahannya
c. Memunggut
pajak
d. Mrngkoordinasi
upacara yang berhubungan dengan subak di
tingkat kabupaten
e.
Kemudia hak untuk
sedahan agung yakni digaji oleh pemerintah.
7. Kekuasaan
(power)
Kekuasaan didefinisikan
sebagai suatu kesanggupan untuk menguasai orang atau pihak lain, seperti
menggerakan, mengendalikan dan mengambil keputusan / kebijakan). Kekuasaan
mempunyai banyak komponen, tetapi ada dua komponen yang penting yaitu wewenang
(authority) dan pengaruh (influence). Wewenang adalah hak yang dibenarkan
(legitimate right) kepada seseorang untuk mempengaruhi orang atau pihak lain.
Sedangkan pengaruh adalah kesanggupan untuk mengontrol orang atau pihak lain
dengan tidak menggunakan wewenang.
Implementasi kekuasaan
pada subak dilihat dari empat indikator sebagai berikut:
a.
kekuasaan seorang
anggota subak sesuai dengan kedudukannya.
b.
kemampuan pemimpin
menggerakan anggota subak.
c.
kemampuan pemimpin
mengontrol / mengendalikan anggota subak.
d.
kemampuan pemimpin mengambil
keputusan atau menentukan kebijakan.
Kekuasaan
setiap anggota di subak anggabaya, sesuai dengan kedudukannya. Semakin tinggi
kedudukannya anggota subak dalam kepengurusan subak, semakin tinggi pula
kekuasaannya. Sebaliknya, semakin rendah kedudukan anggota subak dalam
kepengurusan subak, semakin rendah pula kekuasaannya. Seperti umumnya subak –
subak di Bali, di subak Anggabaya pekaseh mempunyai kedudukan dan kekuasaan
tertinggi. Namun dalam menjalankan tugas – tugas kepemimpinan tetap di bawah koridor
awig – awig dan pararem subak yang berlaku. Contohnya: Pengambilan keputusan dan kebijakan
yang dilakukan sendiri oleh pekaseh, umumnya menyangkut hal – hal penting yang
sifatnya mendeasak dan perlu mendapat penanganan cepat. Di sini dapat dilihat bahwa
kekuasaan sangat mempengaruhi segala jenis tindakan atau keinginan namun dari
tindakan atau keinginan tersebut berlandaskan atau berada di bawah naungan awig
– awig dan pararem.
8. Jenjang
sosial (social rank)
Jenjang sosial timbul
karena manusia atau anggota sistem sosial membuat berbagai macam derajat (rank)
di antara mereka sendiri. Jadi, derajat sosial menghasilkan pelapisan sosial di
dalam sistem sosial. Sejatinya jenjang sosial adalah suatu kedudukan yang
menggabarkan kekuasaan atau prestise, yang membedakan antara anggota yang satu
dengan anggota lainnya dalam sistem sosial. Gambaran mengenai implementasi
elemen jenjang sosial subak Anggabaya sebagai sistem sosial yang akan dibahas
berikut ini berdasarkan tiga indikator, yaitu a). di dalam subak ada sistem
perpanjangan yang jelas, b). sistem penjenjangan itu dipahami oleh anggota
subak, dan c)sistem penjenjangan terbut merupakan sumber motivasi bagi anggota
subak untuk kemajuan. Contoh: Dalam susunan pengurus subak anggabaya seperti
telah dibahas sebelumnya, dapat di pahami bahwa di subak tersebut terdapat
sistem penjenjangan yang jelas, yakni mulai dari jenjang sosial terendah sampai
dengan jenjang sosial tertinggi. Tingkat yang lebih tinggi atau jenjang yang
lebih tinggi disebut pekaseh turut disusul dengan pangliman, penyarikan,
patengan, kelianmunduk, juru arah, krama subak.
9. Fasilitas
Fasilitas dapat berupa lahan pertanian, peralatan,
harta, barang-barang dan kemudahan yang tersedia dan digunkan untuk mencapai
tujuan sistem sosial. Bagi masyarakat pedesaan, tanah atau lahan pertanian
merupakan fasilitas yang terpenting karena merupkan sumber kehidupan yang
utama. Tanah atau lahan pertanian dapat berupa lahan sawah, tegalan,
perkebunan, perhutanan, termasuk sungai dan danau yang ada di sekitarnya. Di
sawah, tegalan, dan lahan pertanian itu terjadi interaksi sosial yang
menandakan adannya sistem sosial seperti:
a.
Antara
petani satu dengan petani lainya sama-sama memanen padi di satu lahan pertanian
yang sama.
b.
Interaksi antara pemilik sawah dengan petani
penggarap melakukan negosiasi lahan yang akan ditanami kelapa sawit
diperkebunan.
c.
Anggota subak melakukan gotong –royong membersihkan parit yang ada
dikawasan subak mereka.
Fasilitas
utama irigasi subak (palemahan) berupa pengalapan (bendungan air), jelinjing
(parit), dan sebuah cakangan (satu tempat masuk air ke bidang sawah garapan
anggota subak) untuk setiap petani anggota subak. Jika di suatu lokasi terdapat
dua atau lebih cakangan yang berdekatan maka ketinggian cakangan-cakangan
tersebut sama (kemudahan air mengalir masuk ke sawah masing-masing petani
sama), tetapi perbedaan lebar lubang cakangan masih bisa ditoleransi sesuai
dengan perbedaan luas sawah bidang garapan petani. Pembuatan, pemeliharaan, dan
pengelolaan penggunaan fasilitas irigasi subak dilakukan bersama krama
(anggota) subak.
10. Wilayah
Wilayah merupakan ruang, tempat sistem sosial itu bertahan. Setiap desa
memiliki wilayah tertentu yang membatasi antar satu desa dengan desa lainnya
begitu juga subak. Masing-masing
subak memiliki Pura Ulun Sui sebagai tempat memohon berkah kepada Sang Pencipta
agar pertanian mereka mendapatkan hasil yang melimpah. Setiap kelompok subak
memiliki wilayah teritorinya masing-masing dan terhubung antara satu subak
dengan subak yang lainnya, karena terkait dengan proses pembagian air bagi
setiap subak. Kepala subak disebut Pekaseh, sedangkan asistennya disebut
Petajuh. Para anggota subak terdiri dari para pemilik sawah di kawasan subak
dan bisa diwakilkan oleh masing-masing penggarapnya. Diwilayah subak inilah terjadi sistem sosial yang
menghasilkan komunikasi. Contoh: antara 2 orang atau lebih di kalangan petani,
baik membicarakan pembagian air di satu wilayah dengan wilayah lainya. Sehingga
terjalin interaksi yang harmonis dan tidak tercipta konflik atas pembagian air
dilahan pertanian tersebut.
KESIMPULAN
Subak diyakini merupakan pilar kebudayaan
Bali yang sangat penting, sehingga bila eksistensi lembaga tradisional tersebut
mulai terancam, tidak solid dan bahkan tidak berlanjut, maka selain sektor
pertanian akan menghadapi permasalahan. Perlu adanya transformasi dalam subak
tanpa menghilangkan nilai-nilai budaya didalamnya seperti pembentukan wadah
koordinasi antar subak, pemberian status badan hukum dan melakukan kerjasama
dengan LSM dan pihak-pihak terkait dalam kegiatan pertanian dan pelestarian
alam.
Pemerintah harus lebih menyadari akan
pentingnya keberadaan subak sebagai warisan budaya serta sebagai organisasi
kesejahteraan petani Bali serta turut membangun kerja sama dengan organisasi subak
itu sendiri secara berkesinambungan.
SUMBER ARTIKEL
Budiasa, I., W. (2010).Peran Ganda Subak Untuk Pertanian
Berkelanjutan Di Provinsi Bali. Jurnal AGRISEP, Vol. 9 No.2
Guntoro, S. (1996).Wisata
Agro Di Bali
Majalah Warta Pemda. Diterbitkan Untuk
HUT Pemda Bali
ke-38 14 Agustus.
Mahdalena, N. (2016). Nilai Kearifan Lokal “Subak” Sebagai Modal
Sosial Transmigran Etnis Bali. Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL. Vol.
7 No. 2
Mbete, A., M., et al. (1998).Proses & Protes Budaya
Persembahan Untuk Ngurah Bagus. Denpasar: PT. Offset BP Denpasar.
Norken I., N., I., K., S. dan I.G.N.Kerta Arsana (2015). Aktivitas
Aspek Tradisional Religius Pada Irigasi Subak:Studi Kasus Pada Subak Piling,
Desa Biaung, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Laporan Penelitian
Program Magister Teknik Sipil. Program Pascasarjana Universitas Udayana
Denpasar.
Pradnyawathi, N., L., M. & Adnyana, G., M. (2013). Pengelolaan
Air Irigasi Sistem Subak. Jurnal DwijenAGRO. Vol. 3 No. 2.
Suputra, I., K. (2008). Efektivitas Pengelolaan Sumber Air Untuk
Kebutuhan Air Irigasi Subak di Kota Denpasar. Tesis Program Pascasarjana
Universitas Udayana.Denpasar
Windia. W. (2013). Penguatan Budaya Subak Melalui Pemberdayaan
Petani. Jurnal Kajian Bali Vol. 3 No. 2.
_________., Sumiyati., Sudana, G. (2015). Aspek Ritual Pada Sistem
Irigasi Subak Sebagai Warisan Budaya Dunia. Jurnal Kajian Bali Vol. 5
No. 1
Wiguna A., A. dan Surata. (2008). Multifungsi Ekosistem Subak
dalam Pembangunan Pariwisata. Yogyakarta: Aksara Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar