Adat, Tradisi, Agama, Budaya Hindu Bali

Kamis, 26 Maret 2020

TRADISI PERANG API WARGA DUDA

Oleh:
DEDE PARAMITA DEVI

PENDAHULUAN 
Budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, sikap, nilai, agama, makna, waktu hubungan, ruang, konsep alam semesta, dan objek-objek tertentu. Salah satu unsur budaya adalah tradisi, yang telah diwarisi  oleh warga masyarakat secara turun-temurun. Hubungan antara tradisi dengan masyarakat pendukung kebudayaan, mempunyai hubungan timbal balik, di mana keduanya sangat tergantung satu sama lain. Tradisi tanpa masyarakat pendukungnya, tradisi tidak akan pernah dapat dihadirkan apalagi diteruskan, sebaliknya tanpa tradisi, masyarakat pemiliknya akan kehilangan identitas kemanusiaannya dan kehilangan banyak hal penting, khususnya pengetahuan tradisional, kearifan lokal dan nilai-nilai yang pernah menghidupi komunitas tersebut (Jnana Budaya, 2014).
Pengertian tradisi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, menjelaskan bahwa tradisi adalah segala sesuatu (seperti adat, kepercayaan, kebiasaan ajaran) yang turun-temurun dari nenek moyang. Tradisi mengandung pengertian hampir sama dengan kata tradisional. Kata tradisional dapat diartikan :1) Bersifat turun-temurun (tentang pandangan hidup, kepercayaan, kesenian, tarian, upacara, dsb); 2) Menurut adat; upacara; upacara (menurut) adat (Poerwadarminta, 2007).
    Sehubungan dengan konsep budaya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, khusus budaya yang dinyatakan sebagai budaya tradisional, merupakan budaya bangsa yang telah diwariskan secara turun-temurun, tentang pandangan hidup, kepercayaan, kesenian, tarian, upacara dsb. Kebudayaan tersebut bagi masyarakat pendukungnya dapat difungsikan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi di masa yang lalu. Mengingat fungsi yang dimilikinya, maka perlu dilakukan pelestarian terhadap kebudayaan yang sifatnya berkelanjutan.
Mengingat tradisi yang ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya, dan Bali pada khususnya cukup banyak, maka pada kesempatan ini hanya akan dipaparkan salah satu di antara sekian banyak yang ada, yaitu tradisi perang api. Tradisi ini dilakukan di beberapa daerah di Bali,  termasuk salah satunya  di Desa Duda , Kabupaten Karangasem, Bali.
PEMBAHASAN

Krama Desa Pakraman Duda, Kecamatan Selat, Karangasem melaksanakan tradisi ritual Siat Api pas Tilem Kawulu (bulan mati ke-8 sistem penanggalan Bali). Sebetulnya, ritual ini sudah sempat teraksana tahun 1963, namun sempat lama terhenti, sampai kemudian dihidupkan kembali pada 2017.
Krama adat dari dua desa bertetangga, yakni Desa Duda dan Desa Duda Timur ini, berperang menggunakan senjata prakpak (obor dari daun kelapa kering), sebagai simobolik menyomiakan unsur bhuta kala dan memerangi musuh dalam diri.
Ritual Siat Api berlangsung di atas Jembatan Tukad Sangsang, yang berada di perbatasan Desa Duda dan Desa Duda Timur. Ritual digelar mulai pukul 18.00 Wita. Perserta Siat Api berjumlah 52 orang yang semuanya lelaki. Mereka semua tanpa baju, mengenakan kamben dan saput poleng, serta udeng poleng, dengan senjata prakpak di tangan. Mereka diambil dari 27 banjar adat yang ada di Desa Pakraman Duda.
Peserta Siat Api terbagi dalam dua kelompok, yakni Kelompok Desa Duda dan Desa Duda Timur. Pasukan perang dari Desa Duda dipimpin langsung Perbekel Duda, I Gusti Agung Ngurah Putra. Sedanglan pasukan perang dari Desa Duda Timur dipimpin langsung Perbekel Duda Timur, I Gede Pawana---yang juga Ketua Pasebaya Gunung Agung Karangasem.
Sebelum memulai perang, seluruh peserta lebih dulu menggelar upacara matur piuning di Pura Dalem, Desa Pakraman Duda. Tujuannya, agar dikaruniai keselamatan dan terbebas dari luka bakar saat terlibat Siat Api di atas Jembatan Tukad Sangsang.
Usai muspa di Pura Dalem, seluruh peserta langsung menuju lokasi Siat Api di atas Jembatan Tukad Sangsang. Masing-masing kelompok pasukan diiringi tabuh baleganjur. Sebelum perang dimulai, Bendesa Pakraman Duda I Komang Sujana masuk ke tengah-tengah arena sebagai penegah. Tujuannya, agar tidak terjadi hal-hal  tak diinginkan. Bendesa Komang Sujana jadi penengah, selama ritual Siat Api berlangsung.

Siat Api langsung dimulai setelah prakpak menyala dan dipegang masing-masing peserta. Pasukan perang dari kedua kelompok menerobos masuk ke tengah arena seraya saling pukul menggunakan prakpak. Setiap kali api prakpak mati usai dipukulkan ke lawan, selalu siulut kembali, dan begitu seterusnya hingga prakpak benar-benar habis.
Ritual Siat Api malam itu berlangsung selama 20 menit hingga pukul 18.20 Wita. Ajaibnya, tidak ada satu pun peserta Siat Api yang mengalami luka bakar, meskipun mereka saling pukul menggunakan prakpak menyala. Hanya bagian punggung mereka yang meninggalkan abu hitam.
Tujuan ritual Siat Api digelar untuk memuliakan semesta, dengan menyomiakan kekuatan bhuta kala. "Unsur bhuta kala itu kan telah diusir dari rumah-rumah penduduk melalui ritual ngulah (mengusir) kala. Selanjutnya, unsur bhuta kala dibangunkan kembali melalui tabuh baleganjur dan kemudian disomyakan lewat Siat Api,” (NusaBali, Kamis).
Agar kehidupan di Desa Pakraman Duda jadi harmonis, sehingga Panca Mahabhuta dan Panca Tanmatra, masing-masing lima unsur pembentuk alam jadi seimbang. Keseimbangan ini diperlukan menjelang upacara Usaba Dalem atau Usaba Dodol di Desa Pakraman Duda, yang puncaknya jatuh Anggara Wage Pahang.
Selain untuk menyomiakan unsur bhuta kala, tradisi ritual Siat Api ini juga bermakna simbolis memerangi musuh-musuh dalam diri. Musuh dalam diri yang mesti dikendalikan melalui ritual Siat Api, masing-masing Tri Mala (tiga kotoran jiwa), Catur Ma (empat kemabukan), Panca Wisaya (lima jenis racun), Panca Ma, Sad Ripu (enam musuh dalam diri), Sad Atatayi (enam pembunuh), Sapta Timira (tujuh kegelapan), dan Asta Duta (delapan pembunuh).
Sementara itu, Perbekel Duda Timur Gede Pawana mengatakan, menyomiakan unsur bhuta kala itu, puncaknya saat menggunakan api. “Api secara fisik yang digunakan perang dan api secara bathin di dalam diri. Sehingga, musuh-musuh dalam diri yang selama ini dipengaruhi bhuta kala bisa harmoni,” jelas Gede Pawana yang juga anggota Kerta Desa Pakraman Duda (Nusabali, 2020).



KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan, bahwa tradisi perang api yang dilaksanakan oleh masyarakat Duda, desa Duda, kabupaten  Karangasem, merupakan tradisi yang telah diwarisinya  secara turun temurun. Tradisi ini dilaksanakan pada Tilem Kawulu Kawulu (bulan mati ke-8 sistem penanggalan Bali).
Tradisi perang api yang dilaksanakan pada Tilem Kawulu, merupakan hari yang dipandang sangat baik oleh umat Hindu di Bali, untuk melaksanakan berbagai kegiatan, khususnya yang berhubungan dengan  pelaksanaan upacara. Pelaksanaan tradisi perang api mengandung makna bagi kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat pendukungnya. Pelaksanaan tradisi perang api, bertujuan untuk memohon kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, semoga Beliau menganugrahkan kerahayuan (keselamatan) kepada umatnya. Adapun makna pelaksanaan  tradisi perang api yang dilakukan masyarakat Duda, antara lain : makna kesejahteraan, makna sosial, dan makna budaya. Makna budaya yang dapat dipetik melalui pelaksanaan tradisi perang api,yakni: nilai historis dan nilai persatuan.
Sedangkan nilai persatuan nampak saat berakhirnya pelaksanaan tradisi perang api. Meski sebelumnya mereka saling serang, saat pelaksanaan tradisi perang api, namun mereka bersatu kembali seperti sebelumnya. Sehubungan dengan uraian di atas, mengingat banyaknya manfaat dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam pelaksanaan upacara dan tradisi perang api, maka perlu mendapat perhatian yang lebih serius, untuk tetap dijaga dan dipertahankan keberadaannya. Demikian pula, perlu adanya dukungan dan partisipasi semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, untuk tetap menjaga warisan budaya bangsa, termasuk salah satunya tradisi perang api, yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia.
Daftar Pustaka
Jnana Budaya. (2014). Jnana Budaya Volume 19. Bali: Balai Pelestarian Nilai Budaya.
Nusabali. (2020). Nusa Bali. Bali: Bali.
Poerwadarminta. (2007). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.


NAMA :DEDE PARAMITA DEVI
MPM : 19.1.094
PRODI : AGAMA HINDU
SEMESTER : II

Tidak ada komentar:

Posting Komentar